KARANGANYAR – smnusantara.com – Upacara adat Sesaji Mahesa Lawung yang sudah dijadwalkan rutin tiap tahun oleh Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta, tadi siang tetap berlangsung di dua tempat, meski jumlah pesertanya lebih terbatas karena aturan protokol Covid 19 diperketat. Ritual yang hanya diikuti sekitar 40 orang ini, tetap berlangsung di bangsal Gandarasan kompleks Keraton Mataram Surakarta maupun di tempat upacara, hutan Krendawahana.
”Kami mendapat imbauan dari bapak Kapolresta, agar memperketat pelaksanaan upacara adat ini. Untuk itu, kami sangat memperhatikan dan membatasi hanya sekitar 40 orang yang boleh mengikuti upacara ini. Sebagian besar, ya para para atau petugas saja. Yang penting, bisa terlaksana dengan baik dan lancar,” tegas Gusti Moeng selaku Ketua LDA, menjawab pertanyaan para wartawan yang mewawancarainya seusai ritual di lokasi, tadi siang.
Menurut Pengageng Sasana Wilapa yang bernama lengkap GKR Wandansari itu, karena aturan protokol Cobid 19 diperketat akibat zona pandemi di Surakarta kurang menggembirakan, maka LDA tidak menggunakan Pendapa Sitinggil Lor ataupun Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa untuk menggelar ritual itu seperti tahun-tahun sebelumnya.
Karenanya, upacara hanya dimulai dari berkumpul di ndalem Kayonan lalu berjalan dalam formasi barisan menuju bangsal Gandarasan, tempat sesaji kepala kerbau dan berbagai sesaji pendukungnya di siapkan. Di Gandarasan, abdidalem ulama KRT Hartoyo Pujodipuro memimpin doa wilujengan beberapa menit, keudian semua sesaji diarak menuju sejumlah mobil yang mengangkut rombongan menuju hutan Krendawahana.
Berangkat sekitar pukul 12.00, sampai di hutan Krendawahana, Gondangrejo, Karanganyar sekitar 45 menit kemudian. Sekitar pukul 13.00, upacara Sesaji Mahesa Lawung dimulai di punden berundak yang ada di tengah hutan lindung milik Keraton Mataram Surakarta itu.
Ritual di batas secara spiritual ujung utara kawasan Keraton Mataram Surakarta itu, hanya berlangsung sekitar 60 menit. Karena tidak disertakan wilujengan nagari yang biasanya ditandai dengan doa secara Hindu, begitu juga tidak ada sesorah atau pembacaan sejarah riwayat lahirnya wilujengan nagari Sesaji Mahesa Lawung, untuk mempersingkat waktu.
”Ya, karena kami mematuhi pengetatan protokol Covid 19 itu, maka bagian dari upacara adat yang itu (wilujengan nagari) ditiadakan. Semua diringkas. Tetapi, esensinya tetap dapat. Dan inti doa panyuwunan kita, agar bangsa dan negara kita serta kagungandalem Keraton Mataram Surakarta seisinya diberi keselamatan. Termasuk pandemi Corona segera sirna dari bumi Nusantara,” tegas Gusti Moeng. (won)