Sanggar Pasinaon Pambiwara, Lembaga “Pengabdian dan Perjuangan” Pelestari Budaya Jawa (seri 6 – habis)

  • Post author:
  • Post published:October 27, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Sanggar Pasinaon Pambiwara, Lembaga “Pengabdian dan Perjuangan” Pelestari Budaya Jawa (seri 6 – habis)
DAYA PIKAT : Elemen beberapa Bregada Prajurit kraton memiliki daya pikat estetika luar biasa sebagai pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton. Secara langsung atau tidak, ujung tombak yang satu ini sudah terbukti bisa menjadi "problem solver" bagi lembaga kraton dan publik secara luas. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Prajurit dan Berbagai Simbol Kebesaran Kraton, Ujung Tombak yang Punya Daya Tarik Beda

IMNEWS.ID – ELEMEN lembaga Sanggar Pasinaon Pambiwara bersama Pasipamartanya, pantas menjadi ujung tombak paling depan dalam pelestarian Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton, karena punya cara pendekatan yang lebih komunikatif dan intensif. Elemen ini punya daya tarik lebih mengikat, karena ada ikatan aturan/syarat antara pamong, dwija dan siswanya.

Walau tidak bisa menjaring para pelestari budaya dan penjaga kelangsungan kratom secara massal, tetapi elemen sanggar itu memiliki kualitas lebih riil untuk kalangan anggota keluarga besarnya. Karena, ikatan kontrak perjanjian belajar-mengajar dengan beberapa persyaratan sesuai regulasinya, sekaligus menjadi alat seleksi atau penyaring (filter).

Ujung tombak berikutnya yang bisa diandalkan, adalah Pakasa cabang yang bisa menjaring para pelestari dan penjaga kraton secara massal. Karena persyaratan dan sistem seleksinya begitu longgar seperti sifat dan ciri organisasi kemasyarakatan lain yang diatur dengan UU keormasan, walaupun Pakasa memiliki ciri dan intensitas lebih tinggi dalam soal berbudaya.

MELOMPAT JAUH : Pakasa Cabang Jepara adalah salah satu ujung tombak pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton yang mampu melompat jauh sampai Cirebon (Jabar). Reputasi cabang ini sudah sampai level “problem solver”, dibaning sejumlah banyak cabang lain yang justru “mlempem” dan “banyak bermasalah”. (fofo : iMNews.id/Won Poerwono)

Beberapa elemen lain seperti Putri Narpa Wandawa, sanggar paes-tatabusana, Sanggar Pawiyatan Beksa dan Sanggar Pawiyatan Dalang memang sulit diandalkan bisa menjadi ujung tombak. Masih butuh waktu panjang untuk mendorong beberapa sanggar ke arah fungsi handal yang dituju, tetapi khusus sanggar paes dan putri narpa perlu penegasan optimasi peran pribadinya.

Selain berbagai elemen itu, figur pribadi seperti Dr Purwadi perlu diberi ruang longgar untuk konsultasi dan koordinasi sebagai bekal menjalankan misi ujung tombak pelestari dan penjaga kelangsungan di luar struktur kraton. Terbukanya potensi sinergitas dengan beberapa elemen lain di dalam struktur, akan jauh menguntungkan dibanding tidak sama sekali.

Peneliti sejarah yang juga Ketua Lokantara Pusat di Jogja itu, sudah membuktikankan karyanya sebagai pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton selama 20-an tahun, secara berdikari di luar kraton. Baik melalui penulisan di buku dan internet, pentas wayang kulit, latihan karawitan dan gagasan mendirikan sekolah Pakasa dan Universitas Budaya.

“PROBLEM SOLVER” : Pakasa Cabang Jepara bisa menjadi “problem solver” karena bisa mengorganisasi kalangan siswa sekolah (STM Bhakti Praja) untuk mencukupi kebutuhan SDM warganya. Bahkan memposisikan SDM dari kalangan lembaga pendidikan ini sebagai Bregada Prajurit Sura Praja yang menjadi elemen cabang. (fofo : iMNews.id/Won Poerwono)

“Saya banyak bergaul dengan beberapa Pakasa cabang, sebenarnya ingin bersinergi. Banyak hal yang bisa saya lakukan bersama dalam rangka melestarikan Budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton. Salah satunya, saya ingin mendorong lahirnya ‘sekolah Pakasa’ dari tingkat dasar. Saya juga ingin mendorong lahirnya Universitas Budaya”.

“Kenapa saya pilih Pakasa? Karena organisasi ini gampang mencari massa. Dari situ gampang mencari modal SDM pelestari  budaya untuk kelangsungan kraton. Dengan sekolah Pakasa, sedikit demi sedikit bisa diarahkan. Kalau bisa begitu, Pakasa akan berkualitas. Jangan sampai dimanfaatkan untuk kepentingan politik/pribadi dan dukung-mendukung,” ujar Dr Purwadi.

Dr Puwadi kembali dikonfirmasi iMNews.id saat ada rombongan Perhimpunan Dosen Pecinta Budaya Indonesia berkunjung ke kraton dan diterima Gusti Moeng di eks kantor Sinuhun PB XI, Minggu (27/10) siang tadi. Dia “sowan” karena Minggu siang biasanya ada agenda latihan tari dan sorenya rombongan Mataram Binangun datang ke kraton membawa bendera “Gula Klapa”.

SANGAT DIBUTUHKAN : Pakasa Cabang Ngawi yang baru dimiliki kraton, punya anggota kalangan profesional di bidang SAR. Dia menjadi elemen baru yang sangat dibutuhkan kraton, baik sebagai pelestari Budaya Jawa, penjaga kelangsungan kraton maupun ketika menghadapi suasana darurat seperti ritual Labuhan di Parangkusuma. (fofo : iMNews.id/Won Poerwono)

Ketika dicermati, memang baru beberapa elemen lembaga dan sanggar serta peran figur perorangan (Dr Purwadi) yang tidak hanya menjadi ujung tombak, tetapi sudah sampai pada level “problem solver” atau “trouble solver”. Jenis-jenis ujung tombak seperti ini yang perlu mendapat kesempatan lebih luas dan lebih banyak, oleh berbagai pihak secara luas.

Khusus untuk elemen Pakasa cabang, memang kebanyakan masih menjadi bagian dari masalah atau justru sering menciptakan masalah (trouble/plobem makaer). Tetapi, ada beberapa Pakasa cabang yang relatif bebas dari masalah dan sukses menjadi ujung tombak dan sampai level “trouble/problem solver”, misalnya Pakasa Jepara, Kudus, Ponorogo dan cabang Ngawi.

Pakasa Cabang Kudus yang belum punya event andalan “haul”, tetapi mampu menciptakan sendiri seperti kirab budaya “Mbah Glongsor” secara mandiri dan swadaya. Begitu pula Pakasa Jepara yang sudah pelan-pelan bisa mengatasi kebutuhan SDM dari mengorganisasi kalangan lembaga pendidikan (STM Bhakti Praja) dan menginisiasi event haul Bupati Tjitrasoma I-VII.

TAK BERTEORI : Dr Purwadi, ujung tombak yang levelnya sudah “problem solver” yang selalu bersolo-carier secara swadaya dan berdikari itu, tak hanya berteori menjadi pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton. Tetapi sudah lama praktik nyata bekerja, di antaranya menggelar latihan karawitan di rumahnya. (fofo : iMNews.id/Won Poerwono)

Pakasa Cabang Ponorogo memang paling siap dan sukses dalam soal “problem solver”, terutama untuk kebutuhan potensi dukungan SDMnya. Sedangkan Pakasa Cabang Ngawi yang tergolong paling baru, tetapi punya potensi “problem solver” luar biasa, baik kebutuhan SDM warga cabang maupun kebutuhan elemen SAR yang sangat diperlukan dan membanggakan kraton.

Selain beberapa elemen di atas, kraton masih punya elemen ujung tombak lain sebagai “problem solver” pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton. Yaitu elemen prajurit, dan kraton pernah memiliki lebih dari 10 bregada (jenis). Kini, elemen itu banyak diminta berbagai pihak dari berbagai daerah, untuk mengartikulasi berbagai kegiatan seni budaya.

Elemen terakhir yang sangat khas ikonik, adalah elemen abdi-dalem ulama yang punya peran penting dalam sejarah Mataram Islam hingga Mataram Surakarta. Elemen yang berisi abdi-dalem “Kanca Kaji” dan “Kethib” itu, jelas “problem solver”. Salah satunya berhasil diregenerasi dan diaktifkan dalam berbagai upacara adat, di antaranya untuk Khataman Alqur’an. (Won Poerwono – habis/i1)