Ironi Surakarta, Justru Dipenuhi Nama-nama Tokoh “Pahlawan yang Tak Dikenal”  (seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:November 11, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Ironi Surakarta, Justru Dipenuhi Nama-nama Tokoh “Pahlawan yang Tak Dikenal”  (seri 1 – bersambung)
TUGU LILIN : Monumen Tugu Lilin di Kampung Penimping (Laweyan), adalah Monumen Sumpah Pemuda yang mendokumentasi peran Kraton Mataram Surakarta dan jasa-jasa Sinuhun PB X dalam menyatukan seluruh pontensi kekuatan yang tersebar di wilayah Nusantara dan merintis terwujudnya wadah bangsa yaitu NKRI. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sinuhun PB X, Tokoh “Sumpah Pemuda” dan Perintis Lahirnya Wadah Bangsa dan NKRI

IMNEWS.ID – TEPAT tanggal 28 Oktober 2024 yang jatuh hari Senin Pon, 25 Bakda Mulud/Rabiulakhir Tahun Je 1958/1446 H, Kraton Mataram Surakarta menggelar upacara bendera peringatan Hari Sumpah Pemuda. Lokasinya di halaman Kamandungan, persis di depan topengan Kori Kamandungan, diikuti sekitar 500 orang dari berbagai elemen dari dalam dan luar kraton.

Upacara bendera peringatan Hari Sumpah Pemuda itu, menjadi peristiwa sejarah kedua setelah yang pertama di Alun-alun Kidul, sekitar 20 tahun lalu atau di awal “Bebadan Kabinet 2004”. Itu juga menjadi kesempatan kedua Gusti Moeng memimpin sebagai inspektur upacara, dalam melanjutkan tugas adat melestarikan Budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton.

Upacara bendera peringatan Hari Sumpah Pemuda yang digelar “Bebadan Kabinet 2004” dan diinisiasi Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA), tentu berbeda dengan yang digelar di tahun 2004. Waktu itu,  simbol upacaranya adalah penyatuan tanah dan air yang dibawa dari berbagai wilayah yang menjadi ciri pembedanya.

SANG DWI WARNA : Bendera merah-putih Sang Dwi Warana Gula-Klapa dalam gulungan sepanjang 1 KM, saat diserah koordinator kirab Komunitas Mataram Jaya Binangun kepada abdi-dalem KRT Rawang Gumilar sebagai representasi generasi muda kraton, dan disaksikan Gusti Moeng di teras Pendapa Pagelaran, Minggu petang (27/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sedangkan upacara Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2024 lalu, berlangsung di halaman Kamandungan, didukung komposisi unsur-unsur peserta dari berbagai elemen dan menggunakan simbol bendera Sang Dwi Warna Gula-Klapa. Korsik TNI AD dari Korem 074 Warastratama sebagai peserta upacara sekaligus mengiringi tahapan penting upacara, menjadi pembedanya.

Tetapi, hal berbeda paling mendasar adalah hadirnya simbol bendera merah-putih yaitu Sang Dwi Warna Gula-Klapa yang memiliki sejarah penting bagi Kraton Mataram Surakarta dan seluruh bangsa yang terwadahi dalam NKRI ini. Karena, Sang Saka Gula-Klapa yang menjadi pusaka Mataram Surakarta itu, sudah menjadi bendera pusaka dan identitas bangsa dan NKRI.

Peringatan Sumpah Pemuda kedua dengan setelah 20-an tahun itu, digelar Kraton Mataram Surakarta dengan nuansa yang istimewa dan membuat berbeda dengan peringatan yang sama di luar kraton. Bagi kraton, Sumpah Pemuda mengingatkan pada tokoh Sinuhun PB X (1893-1939) yang berkeliling Nusantara dari Pulau Ende sampai Pulau Rote untuk merintis sebuah wadah.

DALAM PROSESI : Setelah diserahkan dalam sebuah prosesi sesuai tatacara Kraton Mataram Surakarta, gulungan bendera merah-putih Sang Dwi Warana Gula-Klapa dipikul bersama dalam sebuah prosesi pula, untuk disanggarkan di Pendapa Sitinggil Lor, Minggu malam (27/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena di tahun-tahun sebelum atau menjelang 1945 dikategorikan periode pergerakan merintis kemerdekaan, maka dalam rangka itulah Raja “negara” (monarki) Mataram Surakarta ini sedang berupaya melakukan tugas dan kewajiban mulia untuk kepentingan yang lebih besar. Yaitu, merintis kesadaran bersama untuk bersatu dan berhimpun dalam sebuah wadah bangsa.

Merintis lahirnya sebuah bangsa yang bisa menampung semua suku yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, yang saat itu ternyata ada 250-an kraton, kesulatanan, kedatuan dan pelingsir adat. Oleh sebab itu, ketika peristiwa Sumpah Pemuda terjadi pada 28 Oktober 1928, Sinuhun PB X juga mewujudkan simbol penyatuan tanah dan air saat membangun Tugu Lilin.

Menurut GKR Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng, Tugu Lilin yang dibangun di pojok pertigaan Penumping (Kecamatan Laweyan) itu, dibangun Sinuhun PB X. Tanah dan air yang dikumpulkan saat berkeliling Nusantara, ditanam di bawah tugu tersebut. Selain simbol mendukung Sumpah Pemuda, juga upaya merintis dukungan melahirkan NKRI.

DISANGGARKAN SEMENTARA : Dua jenis gulungan berbeda bendera merah-putih raksasa, harus digotong beberapa orang untuk sampai dan disanggarkan di ruang Pendapa Sitinggil Lor untuk sementara, Minggu malam (27/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Hal penting kedua bagi kraton selain peran aktif Sinuhun PB X pada peristiwa Sumpah Pemuda, menggalang persatuan dan merintis kemerdekaan RI, adalah eksistensi Sang Dwi Warna Gula-Klapa. Sang Saka Merah-Putih yang berasal dari Kraton Majapahit dan selama ini dirawat Mataram Surakarta, adalah pusaka dan identitas NKRI berdasar risalah sidang BPUPK.

Hal-hal yang mendasar dan menjadi catatan penting dalam sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta itulah, antara lain yang menjadi latarbelakang digelarnya upacara bendera peringatan Hari Sumpah Pemuda, tepat 28 Oktober 2024, Senin Pon lalu. Jajaran “Bebadan Kabinet 2004” bekerjasama dengan Komunitas Mataram Jaya Binangun, menginisiasi upacara itu.

Tak sekadar menginisiasi gelar upacaranya, tetapi ada kesepahaman bersama yang mendasar yang melatarbelakangi kerjasama itu, yaitu sepaham terhadap eksistensi bendera merah-putih Sang Dwi Warna Gula-Klapa, sebagai warisan sejarah dari Kraton Majapahit yang hingga 200 tahun (1745-1945) dirawat Kraton Mataram Surakarta, dan menjadi pusaka NKRI sejak 1945.

DONGA WILUJENGAN : Kegiatan apapun di Kraton Mataram Surakarta, selalu berlangsung dalam prosesi sesuai tatacara adat setempat, yaitu donga wilujengan seperti yang tampak di Pendapa Sitinggil Lor, Minggu malam (27/10). Karena, dua gulungan simbol pusaka dari Kraton Majapahit itu, esoknya untuk upacara Sumpah Pemuda. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kerjasama yang dilatarbelakangi kesepahaman itu, diwujudkan dengan serangkaian kegiatan yang dimulai dengan kirab estafet bentang gulungan bendera merah-putih lebar 100 cm yang panjangnya 1.000 meter (1 KM)) dan gulungan bendera ukuran raksasa lebih dari 120×80 meter. Sang Dwi Warna Gula-Klapa dikirabkan dari situs Kraton Majapahit, medio Oktober.

Setelah kirab berantai di tiap daerah yang dilalui ke arah barat, terakhir memasuki wilayah Kabupaten Karanganyar dan Sragen, Sabtu (26/10). Minggu sore (27/10) rombongan sekitar 50 orang dari Komunitas Mataram Binangun dan berbagai elemen pembawa gulungan bendera dalam dua ukuran itu, tiba di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa dan disambut Gusti Moeng.

Serah-terima dua gulungan Sang Saka Gula-Klapa dalam dua ukuran itu, berlangsung dalam upacara kecil yang dipimpin Gusti Moeng. Abdi-dalem KRT Rawang Gumilar yang didampingi RR Samuel dan MNg Willy menerima penyerahan secara simbolis dari ketua rombongan Komunitas Mataram Jaya Binangun di topengan Penadapa Pagelaran, disaksikan sejumlah jajaran Bebadan. (Won Poerwono – bersambung/i1)