Meriam Nyai Setomi Terlambat Dijamasi Siang Tadi, Nanti Malam Pentas Tari Sekaten Berlanjut

  • Post author:
  • Post published:September 13, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Meriam Nyai Setomi Terlambat Dijamasi Siang Tadi, Nanti Malam Pentas Tari Sekaten Berlanjut
MENGEPEL LANTAI : Dua abdi-dalem yang sedang membersihkan lantai Bangsal Witana ini tempat meriam, adalah bagian dari petugas jamasan meriam pusaka Nyai setomi yang disimpan di kompleks Pendapa Sitinggil Lor, di saat 2 hari menjelang prosesi Gunungan Sekaten Garebeg Mulud, seperti yang terjadi Jumat (13/9) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Semalam, Sajian Musik Religi “Laras Madya” Disajikan, Tetap Mendapat Perhatian Pengunjung

SURAKARTA, iMNews.id – Meriam pusaka Nyai Setomi yang tersimpan dalam krobongan Bangsal Witana kompleks Pendapa Sitinggil Lor, Jumat (13/9) siang tadi dijamasi dalam sebuah upacara adat. Namun, jamasan meriam yang rutin dilakukan menjelang puncak ritual prosesi Gunungan Garebeg Mulud itu, terlambat beberapa jam dan baru pukul 11.45 WIB dimulai.

Siang tadi, sampai pukul 11.30 WIB sejumlah abdi-dalem yang di antaranya tampak KRT Rawang Gumilar sudah menunggu beberapa tokoh penting yang bertanggung-jawab dalam tatacara ritual itu. Karena, dari perbincangan itu terdengar bahwa tokoh yang ditunggu adalah GKR Timoer Rumbai, seorang “Pangeran” dan abdi-dalem juru suranata yang memimpin doa.

Akhirnya, yang hadir GKR Timoer Rumbai setelah dijemput abdi-dalem Keparak Mandra Budaya, KRT Rawang. Begitu pula abdi-dalem juru-suranata yang memimpin doa selamatan, RT Iman juga menyusul kemudian. Donga wilujengan untuk mengantar ritual jamasan meriam pusaka Nyai Setomi bisa dilaksanakan lebih singkat dan sekitar pukul 11.45 WIB jamasan dimulai.

IDENTIK PB IV DAN V : Gamelan Sekaten yang sedang ditabuh Dr KRT Joko Daryanto dan sejumlah abi-dalem rekannya dari kantor Pengageng Mandra Budaya ini, bisa disebut identuk dengan tokoh Sinuhun PB IV dan putranya yaitu PB V. Karena, gamelan Sekaten dan gendhing-gendhingnya diciptakan/disempurnakan pada zamannya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti yang sudah berjalan rutin tiap dua hari menjelang puncak acara Sekaten Garebeg Mulud digelar berupa keluarnya hajad-dalem Gunungan, ritual jamasan meriam pusaka yang dikurung di belakang Bangsal Manguntur Tangkil itu, dimulai pukul 09.00 WIB. Kalaupun ada keterlambatan, toleransi waktunya sampai pukul 10.00 WIB, terlebih jika jatuh hari Jumat.

Namun yang terjadi Jumat siang tadi, ritual jamasan baru dimulai pukul 11.45 WIB karena GKR Timoer baru hadir yang disusul kemudian abdi-dalem juru-suranata RT Iman. Sedangkan, beberapa tokoh lain seperti KRMH Suryo Kusumo Wibowo (Wakil Pengageng Sasana Prabu) yang ditunggu untuk memberi “dhawuh” memimpin donga wilujengan, tidak kelihatan.

Tetapi, karena GKR Timoer segera hadir dan langsung memberi dhawuh kepada RT Iman, donga wilujengan segera dimulai dan kira-kira pukul 11.50 WIB ritual jamasan bisa dimulai. Diawali dengan mengguyur krobongan menggunakan selang, juga saka guru dan langit-langit pendapa bagian atas. Sedangkan lantai dan saka guru serta krobongan bagian bawah dilap kemudian.

JUGA SERUMPUN : Seni musik “Laras Madya” dan gendhing-gendhingnya punya kaitan erat dengan gendhing-gendhing Sekaten, bahkan peralatannya yang berupa gamelan. Simpul keterkaitan dan kesamaan rumpunnya ada pada tokoh Sinuhun PB IV yang menyempurnakan gamelan dan Sinuhun PB V yang menciptakan gendhing-gendhingnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pukul 12.00 lebih sedikit di saat panggilan shalat Jumat sudah terdengar, hampir seluruh proses jamasan itu berakhir dan semua abdi-dalem yang bertugas segera berkemas-kemas menuju Masjid Suranatan, tempat ibadah terdekat untuk menunaikan shalat Jumat. Sejak awal dimulai hingga jamasan berakhir, nyaris tak ada pengunjung yang datang “ngalab berkah”.

Perihal meriam pusaka Nyai Setomi, latar-belakang sejarah yang selama ini dipahami publik secara luas banyak yang hitam atau sama sekali tidak diketahui dan selebihnya masih samar-samar. Ada yang menganggap meriam itu adalah bagian yang tersisa dan tersimpan di Museum Fatahillah, Jakarta, tetapi ada yang menyebut sama sekali tidak ada hubungannya.

Dari kajian sejarah Dr Purwadi (Ketua Lokantara Pusat di Jogja), sangat dimungkinkan ada titik singgung antara meriam pusaka itu dengan perjalanan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Tetapi, Raja Kraton Mataram ketiga itu tidak pernah berperang melawan para saudagar asing di Pelabuhan Sunda Kelapa, sehingga tidak jelas letak meriam itu di mana dan untuk apa?.

SAJIAN PENDUKUNG : Tampilnya musik “Laras Madya” yang digelar di Pendapa Sitinggil Lor di arena “Sekaten Art Festival 2024” khusus di hari Kamis malam Jumat, 12/9) itu, adalah sajian pendukung ritual Sekaten Garebeg Mulud yang sangat “matching” dengan ritual syi’ar agamanya di halaman Masjid Agung. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sementara itu, semalam (Kamis, 12/9) penyelenggara Sekaten Garebeg Mulud 2024 menggelar seni pertunjukan “Sekaten Art Festival 2024” di malam kedua menyajikan musik karawitan religi “Laras Madya”. Musik dengan nada “tengahan” atau “madya” yang gampang untuk mengambil titi nada itu, untuk mengiringi doa yang ditembangkan yang disebut “Santi Swara”.

Musik “Laras Madya” yang melibatkan belasan seniman dari Kabupaten Keparak Mandra Budaya itu, tampil tunggal menyajikan 10-an judul gendhing yang hampir semuanya ciptaan Sinuhun Paku Buwana (PB) V. Di antara 10 judul gendhing itu, adalah gendhing “Barikan”, “Kidung Panulak”, “Eman-eman” dan “Kayun” yang berisi tuntunan hidup untuk selalu ingat akherat.

Musik “Laras Madya” yang menjajikan gendhing-gendhing “Santi Swara”, terasa cocok sekali disajikan di sela-sela ritual syi’ar agama melalui sepasang gamelan yang digelar di halaman Masjid Agung selama seminggu ritual Sekaten berlangsung. Karena semua syair gendhingnya menggunakan Bahasa Jawa “ngoko” atau “krama tengahan” yang mudah dipahami publik.

ADA KADERNYA : Seni musik “Laras Madya” yang baru saja diregenerasi, kini sudah siap dengan kader calon penggantinya yang mulai ditampilkan di ajang “Sekaten Art Festival 2024”, Kamis malam Jumat (12/9). Dua remaja itu adalah Radit (10) siswa kelas IV SD dan Aji (13) siswa kelas I SMP. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena gendhing-gendhing “Laras Madya” banyak yang diciptakan di masa Sinuhun PB V jumeneng nata (1820-1823) dan sangat “matching” ketika disajikan selama ritual sekaten berlangsung, maka tepatlah sudah bahwa ritual Sekaten sangat identik dengan terminologi zaman Sinuhun PB V bahkan zaman ayahandanya, yaitu Sinuhun PB IV yang layak pula disebut Pujangga.

Dari buku berjudul “Sinuhoen Soegih” (PB V-Red) karya RM Soemantri Soemosapoetro yang dipahami sentana-dalem KPP Nanang Soesilo Sindoeseno Tjokronagoro, disebut banyak menunjuk asal-usul ritual Sekaten, khususnya pada zaman Sinuhun PB IV dan calon penggantinya yaitu Pangeran Adipati Anom, meskipun mulai diciptakan Sultan Agung bahkan sejak Kraton Demak.

Sementara itu, Jumat (13/9) malam nanti event “Sekaten Arti Festival” berlanjut menampilkan 9 repertoar tari sajian tiga sanggar yaitu Sanggar Amarta Production (Karanganyar), Sanggar Padma Wibaksa dan Forum Anak Kelurahan Kauman. Beberapa judul tarian itu sudah digeser ke malam pertama (Rabu, 11/9), tetapi hingga kini belum ada jadwal baru perubahannya. (won-i1)