Makam Kyai Ageng Henis dan Para Tokoh di Pengging, Target Pertama Safari “Nyadran”
SURAKARTA, iMNews.id – Jajaran “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat Kraton Mataram Surakarta, menggelar kenduri wilujengan yang berisi doa, tahlil dan shalawat Sultanagungan serta syahadat Quresh di Bangsal Smarakata, Senin siang (12/2) mulai pukul 12.00 WIB tadi.
Ritual menyambut bulan “Ruwah” (Sya’ban) Tahun Jimawal 1957/Hijriyah 1445 yang dipimpin langsung GKR Wandansari Koes Moertiyah itu, menyampaikan “ujub” dan meminta abdi-dalem jurusuranata RNg Hamidi Projodipuro untuk memimpin doa, tahlil, syahadat Quresh dan shalawat Sultanagungan yang diikuti sekitar 50-an pejabat jajaran “Bebadan Kabinet 2004” itu.
Selain Gusti Moeng, tampak hadir dalam ritual tradisi di kraton menyambut “Nyadran” yang sejak lama dilakukan turun-temurun itu, adalah GKR Ayu Koes Indriyah, GKR Timoer Rumbai, KPH Edy Wirabhumi, KPH Adipati Sangkoyo Mangunkusumo, KPH Bimo Djoyo Adilaga (Bupati Juru Kunci), KRMH Suryo Manikmoyo dan para toko pejabat “bebadan”, sentana-garap dan abdi-dalem garap.
“Wilujengan mapag Ruwah atau menyambut bulan Ruwah, sebenarnya sejak dulu selalu dilakukan kraton secara rutin, pada setiap mengawali bulan Nyadran. Jadi, sebelum ada wilujengan seperti ini, sebenarnya makam-makam di lingkungan Mataram Surakarta belum dibuka untuk diziarahi dalam rangka Nyadran. Tetapi, ya banyak yang nekat mendahului,” ujar Gusti Moeng.
GKR Wandansari Koes Moertiyah menjelaskan secara singkat hal itu dalam sambutannya sebagai penutup doa wilujengan “Mapag Ruwah”, Senin (12/2) siang tadi. Ritual yang berlangsung sekitar sejam itu, berakhir pukul 13.00 WIB. Sama seperti ritual serupa menjelang bulan “Ruwah” tahun 2023 lalu, digelar tanpa “wayangan” seperti di tahun 2022.
Meski tidak baku, di kraton sering menggelar ritual wilujengan “Mapag Ruwah” yang didahului dengan pentas wayang kulit “Ruwatan” yang secara khusus untuk menandai menyambut bulan “Ruwah”. Pantas wayang yang lakonnya “Murwakala” ini, pernah digelar wanita dalang Nyi MT Anjangmas di ndalem Kayonan, Baluwarti, sebelum ada “insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”.
Dalam sambutan, Gusti Moeng menyebut makam-makam di bawah otoritas Mataram Surakarta, yang dimaksudkan harus mengikuti agenda resmi tradisi “nyadran” sesuai aturan adat kraton, yaitu setelah digelar kenduri wilujengan “Mapag Ruwah” di kraton. Makam-makam tersebut di antaranya, kompleks Astana Pajimatan Laweyan, Kota Surakarta, yaitu makam Kyai Ageng Henis.
Mulai Selasa (13/2) atau tanggal 2 Ruwah/Sya’ban, Tahun Jimawal 1957/Hijriyah 1445) besok, makam Kyai Ageng Henis akan menjadi target pertama sasaran Nyadran rombongan dari kraton yang akan dipimpin langsung Gusti Moeng. Selasai dari Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, rombongan akan menuju Astana Pajimatan Kelurahan Dukuh, Kecamatan Banyudono, Boyolali.
Jarak dari Laweyan menuju Astana Pajimatan Pengging itu, hanya sekitar 10 KM atau 20 menit waktu tempuhnya. Dalam sehari itu, Nyadran di wilayah Kabupaten Boyolali, akan dilakukan di empat titik lokasi makam yang akan diawali dari makam Ki Ageng Sri Makurung Handayaningrat yang juga kakek tokoh Jaka Tingkir yang menjadi raja Kraton Pajang, bergelar Sultan Hadiwijaya.
Selain kompleks makam Ki Ageng Adipati Sri Makurung Handayaningrat yang menjadi Bupati Pengging pada zaman Kraton Demak (abad 15), juga ada kompleks makam Pujangga RNg Jasadipura (Yosodipuro-Red), petilasan Ki Ageng Kebo Kenongo atau ayah Jaka Tingkir di Desa Malangan, Kecamatan Banyudono. Makam kedua tokoh ini, ada di Desa Gadingan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.
Selain itu, juga kompleks makam leluhur Gusti Moeng dari garis ibu yang ada di sebuah desa tak jauh dari kompleks makam Pujangga RNG Jasadipuro. Makam ini dekat juga dengan kompleks makam KPA Winarno Kusumo, tokoh juru penerang budaya di Kraton Mataram Surakarta yang juga pernah menjabat Wakil Pengageng Sasana Wilapa hingga akhir hayat, di tahun 2018.
Agenda pertama safari “Nyadran” atau “Ruwahan” yang dilakukan kraton mulai Selasa (13/2) besok, harus meniadakan dua ritual penting yaitu “ngisis wayang” dan gladen tari Bedaya Ketawang, “weton Anggara Kasih” (tiap 35 hari sekali) atau tepat Selasa Kliwon, besok. Dua ritual itu ditiadakan karena semua berbagi tugas untuk “Nyadran” di banyak tempat secara bersamaan.
Sementara itu, kegiatan revitalisasi kraton yang sudah berjalan di Alun-alun Kidul (Alkid) dan Alun-alun Lor (Alor) sekitar setengah sebulan ini, sampai siang tadi juga masih berjalan. Pekerjaan proyek bantuan Kemen PUPR di dua alun-alun itu, rata-rata berupa penggalian tanah untuk sistem drainase, pedestrian dan taman.
Bersamaan dengan itu, pekerjaan fisik renovasi juga berlangsung di Pendapa Sasana Mulya yang lokasinya tepat di depan kompleks kediaman Sinuhun Suryo Partono, Sasana Putra. Pekerjaan renovasipuncak bangunan utama pendapa yang berlangsung sejak sebulan lalu, dilakukan dengan manual dan dengan biaya swadaya atau mandiri.
Bangunan yang sejak Sinuhun PB XI difungsikan untuk upacara adat pernikahan keluarga besar kraton selain putra/putra-dalem yang jumeneng nata itu, mengalami kerusakan saat ada angin lisus beberapa waktu lalu. Konstruksi “Tumpangsari” anjlok, karena penyangganya keropos. Namun, justru tidak masuk dalam prioritas revitalisasi proyek bantuan Kemen PUPR itu. (won-i1).