Didukung Wilayah di Sekitarnya, Punya Event Spiritual Religi Paling Banyak
IMNEWS.ID – MELIHAT potensi dan sepak terjangnya, daerah Kabupaten Pati bisa dipandang sebagai pusat potensi kekuatan di bidang aktivitas spiritual religi. Sedangkan dan beberapa daerah di sekitarnya yang masuk wilayah Gunung Muria, tak hanya punya peran hubungan sebagai daerah pendukung (hinterland), tetapi juga memperkuat dan menambah keragaman.
Bagaimana tidak, dalam catatan KRAT Mulyadi Puspopustoko selaku Ketua Pakasa Cabang Pati, di wilayah kabupaten atau cabangnya memiliki 17 titik lokasi makam leluhur Dinasti Mataram yang tersebar dan terbanyak di wilayah Pati utara, dan sisanya di Pati timur dan tengah. Data ini, juga diakui Gusti Moeng selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat.
Untuk beberapa hal itu bisa disimpulkan, poros potensi kekuatan pelestarian budaya Jawa di wilayah itu terletak di Kabupaten Pati, karena memiliki titik lokasi makam leluhur Dinasti Mataram paling banyak. Ini artinya, Kabupaten Pati termasuk paling banyak dan paling sering menggelar upacara adat spiritual religi di tiap-tiap makam leluhur secara bergiliran.
Data tentang potensi kekuatan yang dimiliki Ketua Pakasa Cabang Pati, diakui sama dengan yang dimilki GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat, karena Pengageng Sasana Wilapa itu sudah merasakan sendiri dan mengelami hadir di hampir semua titik lokasi makam yang menggelar upacara adat spiritual religi, haul wafat tokoh di masing-masing makam itu.
Gusti Moeng bahkan pernah menuturkan kepada iMNews.id, ada 23 titik lokasi makam leluhur Dinasti Mataram di Kabupaten Pati yang sudah diketahui dan diinventarisasi, meskipun belum semuanya diziarahi atau dihadiri karena belum semuanya memiliki agenda kegiatan spiritual religi haul tokoh yang bersemayam di beberapa titik lokasi dimaksud.
“Sejak 2004 atau bahkan sebelum itu, saya sudah sowan nyadran atau berziarah di beberapa titik lokasi makam di Kabupaten Pati. Hingga saya mencatat ada 23 titik lokasi makam. Tetapi, kalau tidak salah baru ada 17 titik lokasi makam yang menggelar kegiatan ritual haul. Jadi, dalam setahun, untuk Kabupaten Pati saja ada 23 makam yang menggelar haul secara bergantian”.
“Itu artinya, dalam setahun untuk berziarah di kabupaten Pati saja sudah 23 kali. Karena, waktu ritual haul yang diagendakan, masing-masing berbeda tanggal dan bulannya (kalender Jawa). Saya sudah mengalami melakukan itu beberapa waktu lalu sebelum 2020. Untuk hadir di Pati saja sudah menguras energi. Tetapi saya senang, bisa bersilaturahmi dengan masyarakat adat”.
“Dan dengan saya rajin hadir di setiap makam di pati yang menggelar haul, itu jelas menyambung kembali tali silaturahmi antara Kraton Mataram Surakarta dengan masyarakat adat di sana, terutama yang selama ini merawat dan menjaga makam para lelhuur Dinasti Mataram. Saya malah berterimakasih dan menitipkan kepada mereka,” tunjuk Gusti Moeng kepada iMNews.id.
Pernyataan Gusti Moeng dalam beberapa kali kesempatan wawancara sebelumnya itu, masih dibuktikan sampai sekarang. Setidaknya, ketika pengurus Pakasa Cabang Pati bersama panitia haul wafat Ki Bagus Kuncung Haryo Mataram di Astana Pajimatan Desa Jatiroto dan haul wafat Syeh Jangkung di Astana Pajimatan Desa Landoh, membuka agenda ritual haul di awal tahun 2024 ini.
Ritual haul di dua makam yang terletak di dua desa terpisah tetapi berada di satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kayen itu, diawali di Desa Jatiroto yang menggelar haul wafat Ki Bagus Kuncung, Kamis (11/1) dengan prosesi kirab arak-arakan sejauh sekitar 1 KM dari rumah abdi-dalem juru-kunci, KRT Sukadi PH menunju astana pajimatan.
Karena kirab dijadwalkan berangkat tengah hari dalam cuaca panas, Gusti Moeng terpaksa menumpang mobil dan rombongan lain mengikuti di belakang dengan menumpang sepur kelinci, termasuk 20-an anggota rombongan dari Kraton Mataram Surakarta dan Ketua Pakasa Cabang Pati dan jajaran pengurusnya.
Yang tetap berjalan kaki adalah barisan korsik marchingband para siswa MTs Walisongo dan unit marchingband para siswa SMK An-Najah, Kayen, unit marchingband Yayasan Joyokusumo, para santri Ponpes Alhuda Pasuruhan dan lebih 30-an elemen masyarakat, pendidikan, pemerintahan yang dilibatkan “yang seharusnya” diorganisasi dan dikordinasi oleh pengurus Pakasa cabang.
Gusti Moeng dan sejumlah rombongan yang mengikuti dari kraton, menjadi daya tarik semua yang hadir pada hari terakhir (Kamis, 11/1), dari ritual haul yang digelar selama tiga hari di makam Ki Bagus Kuncung. Di halaman makam dan di jalan menuju kompleks makam, nyaris penuh para pedagang UMKM yang berjualan di “pasar malam tiban” di situ.
Karena, format kirab budaya tak sepenuhnya digelar dengan prosesi berjalan kaki, maka daya tarik kirab juga belum memberi kekuatan proporsional pada puncak ritual haul itu. Dan, ketika dicermati, ini akibat dari penyesuaian waktu kedatangan Gusti Moeng dan rombongan, yang tidak bisa tepat di hari libur, mengingat kegiatan di kraton juga luar biasa padat.
Jadi, pemandangan dan hasil akhir yang bisa dicapai sangat berbeda, ketika ritual haul dilakukan dalam format prosesi berjalan kaki dan didukung kehadiran Gusti Moeng bersama rombongan, termasuk Bregada Korsik Drumband Prajurit Tamtama, misalnya saat ritual haul Kyai Ageng Ngerang di Desa Trimulyo, Kecamatan Juwana dua tahun berturut-turut yang sudah lewat.
(Won Poerwono-bersambung/i1).