Pendapa Sitinggil Lor, Ajang Pentas yang Bergengsi, Bersejarah dan Masih Megah
SURAKARTA, iMNews.id – Malam Minggu atau malam panjang menjelang liburan, Sabtu (23/9/2023), menjadi malam pembuktian betapa suguhan kesenian tradisional klasik khas kraton, kreasi dan tarian inovatif berbasis budaya Jawa yang disuguhkan dalam pentas “Sekaten Art Fest” di Pendapa Sitinggil Lor dalam rangka Sekaten Garebeg Mulud 2023, ditonton pengunjung Sekaten melebihi malam-malam sebelumnya. Selain karena jumlah pengunjung Sekaten yang diperkirakan meningkat, semalam, “rombongan “supporter” grup-grup penyaji pentas dari sanggar-sanggar yang terlibat juga menyumbang pertambahan jumlah penonton pentas tari malam itu.
Sepanjang pengamatan iMNews.id sejak malam pertama “Sekaten Art Fest” didapat data, tiap malam hingga malam kedua Sabtu (23/9), terus terjadi peningkatan penonton di arena pentas bangunan bersejarah yang megah Pendapa Sitinggil Lor kawasan Kraton Mataram Surakarta. Penambahan jumlah itu memang tidak terlalu mencolok dari malam pertama sekitar 300-an orang, yang menjadi sekitar 400-an orang di malam Minggu atau semalam. Tetapi, tiap malam itu, ada seratusan prang “supporter” dari semua grup penyaji yaitu sanggar-sanggar tari dari luar kraton yang dilibatkan untuk berekspresi di ajang pentas memeriahkan Sekaten 2023 alias menyambut hari Maulud Nabi Muhammad SAW itu.
Faktor-faktor penyumbang penonton “Sekaten Art Fest” itu dibenarikan Dr Purwadi, peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja yang ikut menyaksikan pentas pada malam pertama, Jumat malam (22/9). Dari tiga sanggar tari rata-rata yang diagendakan tampil tiap malamnya, dua sanggar dari luar kraton rata-rata menyuguhkan 4 tarian yang masing-masing melibatkan antara 3-8 anak usia SD atau SMP, bahkan ada yang masih TK. Tiap grup penyaji atau tiap sanggar, diperkirakan didukung 50-an “supporter” bahkan sampai 70-an “supporter” karena banyak keluarga yang hadir mendukung satu di antara penari anggota grup yang tampil.
“Setelah selesai pentas, berfoto-foto bersama grup dan ambil view di sekitar lokasi pentas, lalu pulang bersama supporternya. Karena jumlah supporternya banyak, kelihatan sekali jumlah yang menonton berkurang banyak setelah grup-grup dari sanggar selesai bertugas dan pulang. Jadi, itu bukan murni penonton sajian seni atau warga yang memang punya kesadaran, punya waktu, punya uang dan punya kewajiban melestarikan seni budaya. Tetapi, bisa juga karena faktor usia anak-anak yang terlibat dalam pentas itu, kalau sudah pukul 20.00 punya tradisi harus istirahat atau saatnya tidur. Jadi, kalangan orangtua/keluarganya terpaksa meninggalkan lokasi pentas,” ujar Dr Purwadi yang tertarik mencermati ritual Sekaten di alam perubahan.
Kepada iMNews.id, Dr Purwadi juga melihat faktor lokasi pentas di Pendapa Sitinggil Lor, adalah arena yang sangat bergengsi, bersejarah dan masih tampak megah walau butuh segera dirawat serius. Kemegahan itu tentu saja sangat dirasakan saat tampilnya tari “Srimpi Anglir Mendung” yang disebutkan lama sekali tak ditampilkan setelah diciptakan. Selain itu, sanggar tari dari Karanganyar, BSAJ, menyuguhkan tari Srimpi Manggala Retna di antara 4 repertoar tari. Sedangkan Sanggar pelangi Ngesti Budaya Surakarta, menyuguhkan tarian khas Banyuwangi (Jatim) “Jejer jatan Dawuk” di antara 6 repertoar tari. Malam ketiga, Minggu malam nanti mulai pukul 19.30 WIB, Sanggar BSAJ dan Sanggar Orek tampil menyuguhkan beberapa repertoar tari. (won-i1)