Segera Menyongsong Ritual Garebeg Besar, Peringatan Idhul Adha
IMNEWS.ID – UPACARA adat hajad-dalem Garebeg Besar yang akan digelar Kraton Mataram Surakarta untuk memperingati dan merayakan Hari Besar Idhul Adha di bulan Besar Tahun Ehe 1956 atau Djulhijjah tahun 1444 H, yang jatuh akhir Juni mendatang, jelas akan masih menjadi bagian dari proses penyesuaian akibat peristiwa “perdamaian” yang terjadi 3 Januari 20203. Semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan upacara adat itu, pasti akan mengalami proses penyesuaian lanjutan yang sangat mungkin ada yang harus “dipertaruhkan”.

Setelah sekelompok penari Bedaya Ketawang bentukan 2017-2022 dipertaruhkan melalui “ajang seleksi” di ritual “tingalan jumenengan”, sangat mungkin akan ada yang dipertaruhkan dalam penggabungan dua kesatuan prajurit yang baru bisa terlaksana pada ritual hajad-dalem Garebeg Syawal, Minggu 23/4 itu. Karena, “peleburan” yang di dalamnya bisa saja terjadi proses seleksi itu, telah gagal terlaksana pada ritual tingalan jumenengan 16 Februari dan Malem Selikuran 11 Maret.

Bidang-bidang lain yang sejak 2017 terbelah dan tumbuh menjadi dua, pasti akan mengalami proses penyesuaian dalam proses “peleburan” atau “penggabungan” yang akan terus berjalan, di antaranya saat berlangsung upacara adat hajad-dalem Garebeg Besar. Selain terjadi pada kalangan abdi-dalem karawitan dan prajurit, sangat mungkin terjadi pada bidang-bidang kepengurusan di Masjid Agung yang berkait dengan upacara adat, juga masjid-masjid lain yang berkait situs makam/pesanggrahan/petilasan, di pengelolaan sektor kepariwisataan dan sebagainya.

Selain proses penyesuaian yang terjadi di beberapa bidang yang berhubungan dengan penyelenggaraan aktivitas upacara adat, sangat dimungkinkan “Bebadan Kabiner 2004” yang dikemudikan Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa akan melakukan “bargainning” yang menjadi bagian dari peristiwa “perdamaian”. Karena senyatanya, Kantor Pengageng Pasiten, Pengageng Yogiswara, Pengageng Mandra Budaya, Pengageng Sasana Prabu dan Pengageng Sasana Pustaka hingga kini masih dibiarkan kosong tanpa pucuk pimpinan.

Sedangkan Pengageng Kusuma Wandawa atau Kasentanan yang kosong akibat KGPH Puger hingga kini belum kelihatan aktif berkantor dan kembali bergabung dengan “Bebadan Kabinet 2004”, meski sudah digantikan oleh putra mahkota tertua KGPH Hangabehi, tetapi belum diumumkan secara resmi melalui upacara pelantikan. Sampai peristiwa 17 Desember 2022 lewat beberapa bulan, KGPH Puger yang sebelum 2017 menjabat Pengageng Kusuma Wandawa, Pengageng Sasana Pustaka serta Pengageng Museum dan Pariwisata, hingga kini mau muncul di kraton.

Pada beberapa waktu lalu Gusti Moeng pernah menyebutkan, pihaknya sudah utusan untuk menemui KGPH Puger di kediamannya di kawasan Desa Gentan, Kartasura, Sukoharjo, untuk memintanya kembali bergabung dengan “Bebadan Kabinet 2004”. Tetapi petugas yang diutus Pengageng Sasana Wilapa melaporkan tidak mendapatkan jawaban “bersedia” atau “menolak”, dan bersamaan dengan itu ada kabar KGPH Puger minta surat resmi untuk mengembalikan dirinya ke posisinya semula, yang harus dikeluarkan oleh pihak yang dulu dianggap pernah “memecat” dan mengeluarkannya dari kraton.

Karena belum ada figur pimpinan yang definitif dan resmi dilantik, Kantor Pengageng Kusuma Wandawa boleh dikatakan belum berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan Kantor Pengageng Sasana Pustaka masih kosong dan vakum, karena kantornya belum difungsikan kembali. Kantor Pengageng Museum dan Pariwisata, juga belum berfungsi penuh meski sudah ada sosok GRAy Devi Lelyana Dewi yang dipercaya sebagai Wakil Pengageng. Kantor Pengageng Keputren, sudah berfungsi meski GKR Timoer yang sebelumnya menjadi wakil GKR Galuh Kencana (almh), juga belum resmi dilantik.

Kantor Pengageng Yogiswara sudah berfungsi karena ada sosok Wakil Pengageng, meski belum ditetapkan pengganti GPH Nur Cahyaningrat (alm) yang duduk sebagai Pengageng. Kantor Pengageng Karti Praja sudah berfungsi, karena KPHA Sangkoyo Mangun Kusumo sebagai Pengageng sudah kembali aktif. Kantor Pengageng Sasana Prabu dan Kantor Pangageng Pasiten juga belum aktif, karena belum ada figur Pengagengnya. Khusus Kantor Pangageng Mandra Budaya, KPP Wijoyo Adiningrat selaku Wakil Pengageng sudah aktif berkantor dan menggelar upacara adat, meski belum ada figur pengganti GKR Galuh (almh).

Kantor Pengageng Sasana Wilapa-pun, hingga kini juga belum dibuka dan berfungsi kembali seperti sebelum 2017, meskipun sosok Gusti Moeng selaku Pengagengnya sudah sangat aktif menggelar berbagai aktivitas adat, tradisi, seni dan budaya. Padahal, posisi wakil pengageng yang dulu dijabat KP Winarno Kusumo, sudah ditetapkan penggantinya dua orang, yiatu KP Siswanto Adiningrat dan KP Puspitodiningrat, walau juga belum ada upacara pelantikan.

Dari sejumlah bidang dan lembaga anggota Bebadan Kabinet 2004 “pembaharuan” itu, semua elemen Kraton Mataram Surakarta dan Lembaga Dewan Adat (LDA) yang selama ini punya kesetiaan tinggi mengabdi, elemen Pakasa cabang dari berbagai daerah sangat penting untuk dijaga semangat pengabdiannya. Karena, masing-masing Pakasa cabang yang selama ini bergiliran terlibat dalam aktivitas apa saja yang digelar kraton, harus disadari menjadi kekuatan sangat vital dari luar yang melegitimasi eksistensi kraton.

Selain mereka yang loyal untuk menjalankan “gawa-gawene” dan “labuh-labete” sowan di saat kraton punya hajad, barisan prajurit yang selama ini menujukkan loyalitasnya walau tanpa dukungan imbalan yang berarti, sangat patut dijaga hubungan dan semangatnya. Oleh sebab itu, proses penyesuaian dua kesatuan prajurit sangat diharapkan benar-benar lebur menjadi satu, kekuatannya menjadi dua kali lipat dan tidak perlu ada yang “dipertaruhkan” atau “menjadi korban” terlempar dari kelembagaan prajurit.

Harapan positif itu, tentu bisa dibaca dari pernyataan KRAT Alex Pradnjono Reksoyudo selaku “Manggala” (komandan) prajurit di bawah KRMH Joyo Adilogo yang ditugasi Pengageng Mandra Budaya untuk mengelola abdi-dalem sembilan Bregada Prajurit kraton. Pada intinya, diharapkan bisa berbaur dan bekerjasama suwita serta mau belajar kekurangannya untuk menyesuaikan. Karena, diakui atau tidak, pemandangan kirab lebih dari 100 prajurit yang terdiri 8 bregada Minggu (23/4) itu, sungguh tampak lengkap dan sangat indah citra visual cirikhas kostum dan vandel masing-masing.

Di barisan itu, yang di ujung paling depan tentu Bregada Prajurit Tamtama yang did dalamnya ada prajurit Korsik drum band yang berseragam warna dominan hitam. Kemudian Bregada Prajurit Prawira Anom yang warna kostumnya hijau, disambung Bregada Prajurit Jayeng Astra yang berseragam serba biru, lalu Prajurit Soro Geni yang kostumnya dominan merah menyala, baru disambung Prajurit Jaya Sura yang kostumnya hitam kombinasi poleng. Sedang Bregada Prajurit Darapati, kostumnya hijau bertopi “crop” dan berjarik poleng, baru disambung prajurit Baki dan Panyutra.

Itu baru 8 bregada prajurit, dari 9 bregada yang pernah dimiliki Kraton Mataram Surakarta sebelum 1945. Ada satu bregada lagi namanya Prajurit Jaya Tan Antaka (Berjaya sampai mati-Red), semacam prajurit sandi-yuda yang kostumnya serba hitam dan jarang muncul di permukaan. Entah ada pertimbangan apa, bregada prajurit itu hingga kini belum diaktifkan lagi. Dan khusus Bregada Prajurit Panyutra yang disebut Gusti Moeng harus punya “basic” penari, karena punya pesona indah yang selalu tampil diiringi gamelan Cara Balen, untuk memandu langkah dan gerak tarinya. (Won Poerwono-habis/i1)