Merubah Prinsip Menjadi Sikap Pengabdian yang Tulus Ikhlas
SURAKARTA, iMNews.id – Mulai pukul 20.00 WIB malam tadi, Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat, mengumpulkan sekitar 450-an abdi-dalem yang bertugas di berbagai tempat di luar wilayah Baluwarti atau berbeda dengan sekitar 350-an abdi-dalem yang diberi “kekucah” di tempat yang sama, Bangsal Smarakata, Kamis siang (19/4/2023). Pembagian tahap pertama, kemarin, khusus sentana dan abdi-dalem garap atau yang sehari-hari bekerja di dalam Kraton Mataram Surakarta.
Penyerahan paket bingkisan Lebaran untuk 450-an abdi-dalem tahap kedua, malam tadi, berlangsung dalam sebuah upacara kecil yang langsung dibuka GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, yang langsung disampaikan pula kata pengantarnya. Sambil memperkenalkan Nyonya Lydia dan rombongan, Pengageng Sasana Wilapa itu sempat berkisah tentang dirinya yang diberi sebutan “Putri Mbalela”, hingga hampir setiap hari di tahun 1990-an, fotonya selalu muncul sebagai berita “head line” di harian Suara Merdeka.
“Saya diberi sebutan Putri Mbalela, karena saya dianggap berani menentang keputusan Sinuhun PB XII. Kalau saya tidak menentang, mungkin kraton ini sekarang sudahmenjadi hotel semua. Waktu itu, tanah 3,5 hektare di sebelah sana (selatan-Red) kraton, sudah disepakati akan dibangun sebuah hotel. Yang memberi tahu saya, justru teman-teman wartawan. Karena katanya, ada sebuah pertemuan di Tawangmangu yang dihadiri Sinuhun PB XII dengan pihak investor, yang sudah sepakat akan membangun hotel di kraton.”
“Saya tidak ikut pertemuan di Tawangmangu itu. Saya bilang akan mencari konfirmasi atas kabar itu. Tetapi saya ingin tahu, seandainya benar-benar di kraton akan dibangun hotel, apa teman-teman wartawan setuju?. Teman-teman wartawan itu menjawab, tidak setuju!. Dan benar, Sinuhun memang sudah bersepakat (dengan investor-Red) yang akan membangun hotel di kraton. Karena, saya menentang dan mendapat banyak dukungan antara lain dari teman-teman wartawan, rencana itu batal. Tetapi saya diberi sebutan oleh Sinuhun PB XII, sebagai Putri Mbalela”.
Di depan tamunya, Gusti Moeng memberi penjelasan tandas itu, sebagai bentuk sikap untuk menyelamatkan kraton, yang artinya tetap positif. Yang berkait dengan situasi dan kondisi riil kalangan abdi-dalem sekarang ini, disebutkan merupakan bagian dari situasi dan kindisi umum Kraton Mataram Surakarta yang kurang diperhatikan, bahkan diabaikan pemerintah. Karena, pemerintah ingkar atau mengingkari amanat konstitusi pasal 18 UUD 45 dan Perpres No 29/1964, yang seharusnya mencukupi kesejahteraan para pegawai kraton, sama dengan pegawai negeri.
Karena pemerintah tidak menjalan Perpres No 29/1964 dan turunannya SKB Tiga Menteri dan semua turunannya, lanjutnya, ya kraton tidak mempunyai kemampuan untuk menggaji para abdi-dalemnya sesuai tuntutan zaman dan perkembangan situasi. Tetapi memang, di sisi lain sewaktu NKRI lahir, pemerintah menawarkan kepada Sinuhun PB XII, bagi para abdi-dalem yang ingin menjadi pegawai negeri (pegawai pemerintah-Red), diberi kesempatan.
“Walau banyak yang bersedia menjadi pegawai negeri, banyak juga yang tetap ingin mengabdi di kraton. Padahal, pemerintah sudah tidak mau menjalankan amanat konstitusi, mencukupi kebutuhan kesejahteraan kraton. Ya akhirnya, seperti yang sekarang ini bisa kita lihat. Ada gaji abdi-dalem yang setiap bulan Rp 90 ribu. Itu yang terendah. Artinya, sejak itu kita merubah prinsip pengabdian menjadi sikap yang tulus ikhlas suwita di kraton.
Dalam kesempatan itu, Nyonya Lydia diberi kesempatan untuk menjelaskan aktivitas kemanusiaan berbagi kebahagiaan menjelang Lebaran. Sebagai ilustrasi dia bertutur tentang prinsip-prinsip kehidupan yang menunjuk pada sikap tulus -ikhlas mengabdi seperti yang dilakukan ratusan abdi-dalem yang rata-rata hanya digaji Rp 100 ribu/bulan itu. Menurutnya, itu adalah bentuk keselarasan antara cara kehendak dan realitas, untuk menjauhkan manusia dari tindakan mencuri/menipu, korupsi dan sebagainya.
Nyonya Lydia mengajak berdoa semua yang hadir untuk “kejayaan” Kraton Mataram Surakarta dan seisinya. Dalam kesempatan itu Gusti Moeng sempat menyela, bahwa kraton sangat terbuka bagi siapa saja yang mau mengabdi, karena kraton tidak membeda-bedakan latarbelakang agama, keyakinan, partai, suku dan ras. Di bagian akhir, Nyonya Lydia memberi quiz beberapa pertanyaan, dan ada sejumlah abdi-dalem yang menjawab, lalu diberi hadiah “THR”.
Di akhir “pisowanan kecil” yang dihadiri juga oleh KPHA Sangkoyo Mangunkusumo, KRMAP Joni Sosronagoro, GRAy Devi, putra mahkota tertua KGPH Hangabehi dan KPH Edy Wirabhumi, Gusti Moeng menyebutkan bahwa ritual Garebeg Syawal akan digelar Minggu siang, 23/4/2023. Menurut Gusti Moeng, kraton sudah jauh-jauh hari menentukan ritual hajad-dalem Gunungan Garebeg Syawal, akan jatuh pada Lebaran kedua, Minggu (23/4), meski sebagian warga Baluwarti sudah minta izin untuk menggelar Shalat Ied pada Idhul Fitri pertama, Sabtu (22/4) besok pagi.
Baik kepada iMNews.id maupun saat diwawancarai beberapa awak media, Gusti Moeng menyebutkan, bahwa penyerahan bingkisan untuk para abdi-dalem sudah dilakukan dua tahap sampai malam tadi. Termasuk para abdi-dalem dari “Kabupaten” Imogiri dan Kutha Gedhe (Jogja), yaitu para petugas penjaga dan perawat makam raja-raja Mataram di Astana Pajimatan Imogiri, Bantul (DIY) yang jumlahnya 80-an, bagian dari 350-an paket bingkisan untuk kalangan “abdi-dalem garap”, yang dibagikan Kamis siang (19/4), kemarin.
Tahap kedua malam tadi, bingkisan Lebaran yang dibagikan berjumlah 450-an paket, untuk para abdi-dalem pengurus masjid dan pesanggrahan yang tersebar di Boyolali, Sukoharjo dan Klaten. Begitu juga untuk para abdi-dalem yang tiap malam bergiliran “tugur” (berjaga-Red), dari tiap-tiap Pakasa cabang di berbagai daerah, yang jumlahnya 90 orang. Ditambah para abdid-dalem pegawai Museum Art Gallery milik kraton, abdi-dalem pengelola Alun-alun Kidul, Alun-alun Lor dan abdi-dalem “Kebon Darat” yang selalu bikin kraton dan lingkungan selalu bersih setiap saat. (won-i1)