Semangat Membangun Rasa Hormat Leluhur Peradaban, Melalui Caos Tahlil Nyadran (seri 7 – habis)

  • Post author:
  • Post published:March 22, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Semangat Membangun Rasa Hormat Leluhur Peradaban, Melalui Caos Tahlil Nyadran (seri 7 – habis)
"DIHADANG BANJIR" : Rombongan "Caos Bhekti Tahlil" dari Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Timoer, "dihadang genangan banjir" di bawah gapura makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum, Desa Paseban, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, Kamis (2/3). (foto : iMMNews.id/dok)

“Keceh Genangan” di Makam Tegalarum, Absen di “Asta Tinggi Temor Lorong”

IMNEWS.ID – SAFARI keliling “Tour de Makam” di bulan Ruwah atau “Caos Bhekti Tahlil” yang dilakukan Kraton Mataram Surakarta di berbagai titik lokasi makam leluhur Dinasti Mataram, sudah berakhir di Astana Pajimatan Khol Pajung, Kecamatan, Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Minggu (19/3). Rombongan sekitar 50 orang yang terdiri para abdidalem garap, Putri Narpa Wandawa, sentanadalem dan abdidalem Prajurit Tamtama lengkap dengan korp musik yang dipimpin Gusti Timoer, mengakhiri rangkaian agenda “Nyadran” di tahun Ehe 1956 atau tahun 2023 ini di Madura, Jawa Timur (Jatim).

Seperti yang sudah dimulai Gusti Moeng tahun 2021 dalam lawatan “Muhibah Budaya 2022”, safari keliling “Tour de Makam” dilakukan dengan prosesi kirab menuju Astana Pajimatan Khol Pajung, kompleks makam “Raja” Pamekasan, Adipati Honggo Sukowati. Waktu itu, kirab “Nyadran” diawali dari Astana Pajimatan (Asta Tinggi) “Temor Lorong” (Timur Lurung/Jalan-Red), diselingi audiensi dengan Bupati Pamekasan dan esoknya melaksanakan kirab “Caos Bhekti Tahlil” ke makam mertua Sinuhun PB IV, yaitu Adipati Tjakra Adiningrat bersama istri, yang letaknya di bawah makam “Raja” Pamekasan.

TIDAK PROPORSIONAL : Pintu masuk ke kompleks makam mertua Sinuhun PB IV di Astana Pajimatan Khol Pajung, Kabupaten Pamekasan (Madura), termasuk tidak proporsional posisi dan ukurannya. Begitu rombongan “Nyadran” dari kraton yang dipimpin Gusti Timoer tiba, Minggu  (19/3), terkesan berdesak-desak walau hanya masuk bergiliran satu-persatu. (foto : iMMNews.id/Won Poerwono)

Khusus soal Astana Pajimatan Khol Pajung, sebenarnya sudah ditemukan GKR Wandansari Koes Moertiyah dalam perjalanan mendapatkan konfirmasi atas data informasi yang sudah didapat beberapa tahun sebelumnya. Perjalanan antara tahun 2016-2019 itu, kali pertama dikunjungi justru Astana Pajimatan “Temor Lorong”, Desa Kebon Agung, Kecamatan/Kabupaten Sumenep. Sambil mencari konfirmasi, ziarah dilakukan di makam Pangeran Pulangjiwo, Pangeran Jimat dan seterusnya itu, dengan prosesi kirab yang didukung Bregada Prajurit Tamtama dan Korsik di depan kompleks astana.

Kesempatan pertama “ekspedisi” pencarian sekaligus “Nyadran” antara tahun 2016-2019 itu, sempat mampir di sekitar Desa Khol Pajung, tetapi baru mendapati sebuah makam di pinggir jalan raya Sumenep-Pamekasan. Barulah pada kesempatan kedua “ekspedisi” pencarian sekaligus “Nyadran” di tahun 2022, benar-benar ditemukan makam Adipati Tjakra Adiningrat di kompleks Astana Pajimatan Khol Pajung.

HARUS “MBROBOS” : Mirip konstruksi atap bangunan cungkup makam Bupati Bathara Katong di Kabupaten Ponorogo, untuk melewati gapura pintu masuk Astana Pajimatan “Aer Mata Ebhu” di Desa Buduran, kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan (Madura), juga harus membungkukkan badan alias “mbrobos”. (foto : iMMNews.id/dok)

Di makam mertua Sinuhun PB IV yang ternyata jadi satu dengan makam “raja” Pamekasan Adipati Honggo Sukowati itu, Gusti Moeng memimpin rombongan dari Kraton Mataram Surakarta untuk kali pertama “nyadran” dalam ritual “Caos Bhekti Tahlil. Dengan format serupa, lengkap dengan prosesi kirab yang dipandu Bregada Prajurit Tamtama serta prajurit Korp Musik drumb band, “Caos Bhekti Tahlil” juga dilakukan pada “Ruwahan” tahun 2023 ini, tetapi GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang ditugasi memimpin rombongan dari kraton.

“Saya juga ditugasi untuk ‘Nyadran’ di makam Sunan Ampel dan istri (Dewi Condrowati) yang ada di Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Maka, setelah ‘nyadran” eyang Tjakra Adiningrat, kami bersama rombongan kecil langsung menuju Surabaya ‘Nyadran” ke kompleks makam Aer Mata Ebhu saya serahkan kepada ibu-ibu Putri Narpa Wandawa dan prajurit. Saya sangat senang bisa nyekar di makam Sunan Ampel. Itu kali pertama saya lakukan. Saya sangat berterima kasih kepada pengurus makam, karena saya dan rombongan diizinkan nyekar dan berdoa di pusaranya. Sementara, para peziarah hanya diizinkan di luar cungkup makam,” jelas Gusti Timoer saat dimintai konfirmasi iMNews.id, kemarin.

TINGGI MEGAH : Gerbang pintu masuk dan dinding sekat kompleks makam “raja-raja” Sumenep di Astana Pajimatan (Asta) Tinggi Temor Lurung, Desa Kebon Agung, Kecamatan Sumenep, Kabupaten Sumenep, terkesan cukup tinggi, kokoh dan megah serta terawat hingga kini. Tahun ini, tak diagendakan kraton untuk disadran.  (foto : iMMNews.id/Won Poerwono)

Agenda kegiatan “Caos Bhekti Tahlil” ritual “Nyadran” di bulan Ruwah kedua setelah tahun 2022, terasa sangat istimewa dan lebih lengkap serta lebih luas wilayah cakupannya, sejak adanya “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” (17/12/2022) dan peristiwa “Perdamaian” antara Sinuhun PB XIII dengan Gusti Moeng (3/1/2023). Itu berarti, energi yang menyangkut jumlah SDM dan Sumber Daya Keuangan (SDK) lebih banyak harus ditambah atau dikeluarkan untuk membiayai rangkaian safari keliling “Tour de Makam” tahun ini.  

Setidaknya ada beberapa titik lokasi makam tambahan yang harus “disowani” untuk diberi ritual “Caos Bhekti Tahlil”, yaitu kompleks Astana Pajimatan Paremono di Kabupaten Magelang, dua titik lokasi di Kabupaten Karanganyar yang berkait dengan agenda “Nyadran” di Astana Pajimatan Butuh, Kabupaten Sragen serta kompleks makam permaisuri Sinuhun PB I yaitu makam Kanjeng Ratu Mas Balitar yang ternyata ada di pemakaman umum Kampung Nitikan, Kota Jogja. Padahal, permaisuri itu adalah sosok leluhur yang mendekati level “Pujangga Jawa” karena karya-karya sastra religinya.

BANYAK PEZIARAH : Pemandangan banyak peziarah yang hendak memasuki gerbang pintu masuk kompleks makam “raja-raja” Sumenep di kompleks Astana Pajimatan (Asta) Tinggi “Temor Lorong”, Desa Kebon Agung, Kecamatan Sumenep, Kabupaten Sumenep ini, adalah suasana saat tradisi “Nyadran” bulan “Ruwah” beberapa tahun lalu. (foto : iMMNews.id/Won Poerwono)

Plus-minus tentu ada pada setiap insan dan segala aktivitasnya, termasuk kegiatan “Caos Bhekti Tahlil” ini, walau sudah bisa memanfaatkan keleluasaan merancang berbagai gagasan dari dalam Kraton Mataram Surakarta, selaku apapun jabatan atau tugas, tanggungjawab, kewenangan dan kewajibannya. Faktor cuaca yang terjadi di luar dugaan juga sewaktu-waktu bisa menghadang, seperti dialami Gusti Timoer bersama rombongan dari kraton yang dipimpin, yang harus “keceh” genangan banjir saat safari keliling “Tour de Makam; Caos Bhekti Tahlil” di makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum, Kabupaten Slawi/Tegal, Kamis (2/3).

Di satu sisi, perasaan lega dan gembira dirasakan abdidalem jurukunci Astana Pajimatan Butuh, Moh Husen Aziz yang merasa “didengarkan” keluhan dan gagasan-gagasannya untuk menyempurnakan kompleks makam agar semakin layak dikunjungi. Begitu juga kegembiraan Ketua Pakasa Cabang Magelang dan segenap elemen masyarakat di sekitar Pasarean Agung Paremono yang untuk kali pertama dikunjungi Gusti Moeng. Di sisi lain, ritual haul dan “Nyadran” di beberapa titik lokasi makam leluhur Dinasti Mataram yang digelar Pakasa Cabang Pati, event “Grebeg Sadran Agung Makam Adisara” yang digelar Pakasa Cabang Banjarnegara, terpaksa “terlewatkan” karena padatnya agenda “Nyadran” dan tugas rutin di kraton. (Won Poerwono-habis/i1)