Masing-masing Sajikan Karya-karya Peradabannya
SOLO, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang (Kabupaten Sidoarjo) Jawa Timur (Jatim) mengadakan studi banding ke Pengurus Pusat Pakasa yang berada dalam Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta yang berkedudukan di Kota Solo atau Surakarta, selama sehari, Minggu (20/6), dari pagi hingga siang. Studi banding sekaligus lawatan seni itu digelar pengurus pusat (Pangarsa Punjer) Pakasa dan LDA di ndalem Kayonan, Baluwarti, sekaligus sebagai tempat untuk menjamu rombongan Pakasa Cabang Sidoarjo yang terdiri sekitar 20 orang itu.
Selaku Pangarsa Punjer Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakasa), KPH Edy Wirabhumi membuka acara dengan memberi sambutan singkat. Intinya, selain mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas kunjungan pengurus Pakasa Sidoarjo, lawatan kesenian sekaligus studi banding itu tentu punya kesan luar biasa dan akan membuat iri secara positif terhadap cabang-cabang Pakasa lain, untuk meniru kegiatan serupa.
”Tetapi, situasinya memang masih dalam suasana pandemi, yang membuat kita serba terbatas untuk apa saja. Maka, mudah-mudahan pandemi ini segera berakhir dan kita bisa melakukan kegiatan dan menjalankan rencana-rencana yang baik ke depan. Sebenarnya, acara seperti ini bisa digelar di dalam keraton. Tetapi, sekarang situasinya sedang ‘brubuh ngalengka’, banyak ‘kethek-kethek’ yang tidak jelas datang merusak, dan keraton ditutup hingga sekarang. Kita semua berdoa, mudah-mudahan situasi dan kondisi seperti ini segera berakhir,” pinta Pangarsa Punjer Pakasa sekaligus pimpinan Lembaga Hukum Keraton Surakarta (LHKS) itu.
Sementara itu, dalam sambutan singkat Ketua Pakasa Cabang Sidoarjo, KMT Rizki Budayaningrum yang sekaligus memimpin rombongan lawatan seni dan studi banding menyatakan, pihaknya sangat senang bisa diberi kesempatan berkunjung dan menampilkan beberapa repertoar seni tari khas daerahnya yang juga karya peradaban masa kini. Sebagai penata tari yang disajikan dalam kesempatan itu, yaitu tari Bondan, tari Bedaya Larasati dan tari Gambyong Pangkur, ketua Pakasa sekaligus pemilik Sanggar Seni Rizki Budaya itu meminta maaf karena beberapa tarian yang disajikan buka klasik tetapi garapan khas daerah, apalagi tidak ada waktu untuk melakukan gladi resik di tempat pentas.
”Jadi, nyuwun pangapunten kalau beberapa tarian yang kami persembahkan tidak sehalus tarian klasik dari Keraton Surakarta. Karena, kami ke sini untuk studi banding, belajar mengenal jenis-jenis tarian klasik halus khas keraton. Kami sudah menjadi bagian dari keluarga besar keraton, tentu ingin tahu kekayaan seni budaya, khususnya tarian-tarian klasik. Terutama, bagi anak-anak generasi muda di wilayah kami, terutama anak-anak sanggar, perlu sekali mengenal dan belajar tarian klasik yang halus khas keraton,” papar KMT Rizki.
Sebelum ditampilkan, selaku tuan rumah sekaligus Ketua LDA, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng juga menyampaikan terima kasih dan sambutan hangat kepada rombongan Pakasa Cabang Sidoarjo. Dalam kesempatan itu, selaku Ketua Sanggar Beksa Keraton Surakarta sekaligus koreografer tari khas ”bedayan” dan ”srimpen” yang menjadi kekayaan keraton, Gusti Moeng mengucapkan terima kasih Pakasa Sidoarjo memiliki kegiatan yang secara khusus melestarikan kesenian tari dan mengembangkannya sesuai kekhasan daerah setempat.
”Jangan berkecil hati melihat ciri khas tarian keraton yang klasik dan halus. Meski berada di daerah, apa yang sudah dilakukan Pakasa Sidoarjo yang selalu aktif tampil di berbagai ajang yang ada, bagi kami sudah merupakan niat luhur yang luar biasa dalam pelestarian seni budaya yang bersumber dari keraton. Kalangan generasi muda, memang perlu dan layak mengenal kekayaan seni di pusat dan sumbernya budaya, yaitu Keraton Mataram Surakarta”.
”Kalau penjenengan semua membaca tulisan seri 6 yang saya sebar ke grup (iMNews.id, 18/6), Surakarta yang sudah pernah menjadi Ibu Kota ‘nagari’ (negara-Red) selama 200 tahun (1745-1945), memang menjadi pusat peradaban Jawa. Maka sudah sewajarnya, kalau datang ke Keraton Mataram Surakarta dan belajar ke sini,” tunjuk Gusti Moeng.
Dengan disaksikan beberapa kerabat dan tempat pentas ala kadarnya, Pakasa Sidoarjo berturut-turut menyajikan tari Gambyong Pangkur yang diperagakan 8 penari dewasa, yang di dalamnya ada penari keturunan Tiong Hwa. Kemudian tari Bedaya Larasati yang juga diperagakan 8 orang, serta terakhir tari Bondan Kendi yang diperagakan empat anak usia SD, yang semuanya diiringi musik karawitan yang diambil dari aplikasi di laptop.
Setelah tiga sajian rombongan tamu yang masing-masing berdurasi antara 15-20 menit, giliran Gusti Moeng selaku tuan rumah dan Ketua Sanggar Beksa Keraton Mataram Surakarta menyajikan karya peradaban Mataram Surakarta, tari Bedaya Kirana Ratih yang disusun bersama koreografer KRT Sulistyo di tahun 1990-an. Sajian tari yang diperagakan 9 orang, aslinya berdurasi 25 menit tetapi dipadatkan menjadi 17 menit itu. Awalnya disusun dan dipergelarkan untuk kegiatan sosial pengumpulan dana bagi penyandang sakit jantung di Indonesia di tahun 1990-an. (won)