Yayasan Panakawan Usul Kemendikbud Cetak Guru Bahasa Jawa yang Spesialis di Bidangnya

  • Post author:
  • Post published:May 22, 2021
  • Post category:Pendidikan
  • Reading time:6 mins read

Seperti Halnya Guru Bahasa Inggris, Guru Olah-raga atau Guru Spesialis Mapel Tertentu

SOLO, iMNews.id – Yayasan Panakawan yang di dalamnya menghimpun guru-guru Bahasa Jawa tingkat SD hingga SMA se-Jawa Tengah (Jateng), mengusulkan kepada pemerintah (Kemendikbud-Red) agar mencetak guru-guru bahasa Jawa yang benar-benar punya spesialisasi dalam penguasaan Bahasa Jawa. Bukan mencetak guru seni, apalagi semacam lulusan Pendidikan Guru SD (PGSD) di luar Jawa, yang kemudian menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan ditempatkan di Jawa lalu difungsikan untuk mengajar bahasa Jawa.

Sudarmin SPd selaku Ketua Yayasan Panakawan yang didampingi KRRA Budayaningrat selaku anggota Dewan Pembina Yayasan dalam wawancara dengan iMNews.id, kemarin menegaskan, hasil evaluasi yayasan terhadap proses pembelajaran Bahasa Jawa terutama di sekolah-sekolah negeri mulai dari tingkat SD hingga SMA selama ini, terdapat kekeliruan secara mendasar. Bahkan bukan hanya pada prosesnya, tetapi sudah menyangkut sistem dan produksinya mengalami kekeliruan, sehingga kualitas transfer pengetahuannya rendah dan tingkat penguasaan Bahasa Jawa dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya terus menghalami penurunan.

Baik Sudarmin SPd maupun KRRA Budayaningrat yang juga duduk sebagai Ketua MGMP Bahasa Jawa SMA Provinsi Jateng menunjuk, posisi kualifikasi guru-guru Bahasa Jawa seharusnya sama kualitasnya seperti guru spesialis gusuru olah raga, guru agama, Bahasa Inggris dan bahasa asing lain dan juga guru olah raga, yang benar-benar menguasai bidang pengetahuannya. Bahkan, khusus untuk guru Bahasa Jawa ada tuntutan kualifikasi yang lebih dari guru-guru spesialis tersebut, karena guru-guru Bahasa Jawa dituntut juga mengajarkan budi pekerti dan pengetahuan tata nilai yang ada dalam budaya Jawa.

”Harapan kami seperti itu, tetapi mengingat prosesnya butuh waktu panjang, bisa disiapkan sedikit demi sedikit. Setidaknya pemerintah cepat mengambil langkah strategis menyangkut regulasi dan pembenahan sistem pendidikannya. Guru-guru yang sekarang ini, ditata ulang kemudian diberi tambahan bekal melalui proses pendidikan secara khusus agar menjadi guru spesialis bahasa Jawa. Jangan guru yang sekadar bisa berbahasa Jawa,” papar KRRA Budayaningrat yang dibenarkan Sudarmin SPd.

Secara umum, keberadaan Yayasan Panakawan dikisahkan Sudarmin SPd sebagai lembaga mitra pemerintah di bidang pendidikan dan kemanusiaan yang baru berdiri di tahun 2018. Sebelumnya berupa lembaga Asosiasi Guru Bahasa Jawa yang anggotanya hanya guru-guru bahasa dan didirikan pada tahun 2010, tetapi ketika berubah menjadi yayasan bisa menampung anggota dari kalangan intelektual kampus yang memiliki program studi Satra Jawa seperti UNS, Unes (Semarang), Univet (Sukoharjo), Unwida (Klaten).

Yayasan yang anggotanya tersebar di wilayah Provinsi Jateng itu, diketuai Sudarmin SPd dan memiliki Dewan Pembina yang diketuai GKR Wandansari Koes Moertiyah dan beranggotakan antara lain KRRA Budayaningrat. Kantor pusat yayasan itu berlokasi di Ponggok, Klaten, dan aktivitasnya banyak diarahkan untuk membantu pemerintah dalam memberi masukan, yang diharapkan bisa menghasilkan output sesuai kebutuhan pelestarian budaya dan generasi bangsa yang berbudaya.

Dan dalam pertemuan pengurus yayasan bersama Dewan Pembina yang berlangsung di kantor GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng di kawasan Kamandungan Keraton Surakarta, kemarin, disebutkan Sudarmin dan KRRA Budayaningrat, bahwa yayasan perlu mengevaluasi adanya kekuatan besar yang sesuai dengan visi dan misi yayasan. Ada tiga hal yang akan dilakukan yayasan dalam rangka melestarikan bahasa, sastra dan budaya Jawa.

”Yang pertama, Yayasan Panakawan mengusulkan bahasa-bahasa daerah se-Nusantara agar disejajarkan dengan pembelajaran bahasa-bahasa lain  dan dikeluarkan dari muatan lokal wajib. Jadi, bahasa daerah berdiri sendiri. Jadi, untuk seluruh bahasa daerah yang ada di Nusantara. Bukan hanya Bahasa Jawa. Maka, usulannya tertuju kepada Kemendikbud,” tandas Sudarmin SPd.

Kedua, katanya, diusulkan pula kepada pemerintah pusat agar mata pelajaran Bahasa Jawa di SD perlu diajarkan oleh guru-guru yang profesional di bidangnya atau guru yang berbasis pendidikan Bahasa Jawa. Karena, PGSD ternyata hanya bisa menguasai permasalahan penguasaan bahasa (Jawa) untuk SD atau sekadar guru kelas.

Ketiga, lanjutnya, dalam rangka pelestarian bahasa, sastra dan budaya Jawa, yayasan juga mengusulkan kepada Gubernur Jateng agar setiap perekrutan perangkat desa, proses seleksinya ditambah materi uji pidato atau sesorah dalam Bahasa Jawa. Menurut Sudarmin dan KRRA Budayaningrat, perangkat desa di Jateng sekarang rata-rata tidak bisa berbahasa Jawa, apalagi tingkat penguasaan pengetahuan budayanya, termasuk sastra Jawa, sangat minim. (won)