Gusti Moeng Masih Memanfaatkan Hari Terakhir Nyadran di Makam Guru Spiritual PB II

  • Post author:
  • Post published:April 12, 2021
  • Post category:Regional
  • Reading time:5 mins read

Ponorogo Pernah Jadi Ibu Kota Keraton Mataram

PONOROGO, iMNews.id – KOTA Ponorogo yang kini menjadi nama kecamatan kota sekaligus kabupaten di wilayah Provinsi Jatim, dulu pernah menjadi Ibu Kota Keraton Mataram (1742-1745), karena Sinuhun Paku Buwono (PB) II diserang Mas Garendi yang berkolaborasi dengan laskar China. Hubungan sejarah seperti inilah, yang membuat Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA), selalu menyempatkan diri untuk nyadran di sebuah makam leluhur Mataram, sekaligus bersilaturahmi dengan masyarakat adat di daerah itu yang kini terwadahi dalam kepengurusan Pakasa Cabang Ponorogo atau Gebang Tinatar.

”Kemarin itu (Minggu, 11/4) kegiatan kami terakhir nyadran, sowan eyang-eyang leluhur Dinasti Mataram yang ada di Ponorogo. Daerah dan Masyarakat Ponorogo, seakan tak bisa dipisahkan dari keberadaan Keraton Mataram Surakarta. Karena dari situlah, Sinuhun PB II menyusun rencana untuk memindahkan (ibu kota) keraton, dari Kartasura ke Surakarta. Kemarin kami nyadran ke tiga titik lokasi makam, sekaligus bersilaturahmi dengan warga Pakasa Gebang Tinatar,” jelas Gusti Moeng saat dihubungi iMNews.id, tadi siang.

Tiga titik lokasi yang diziarahi Gusti Moeng sehari menjelang berakhirnya bulan Ruwah (Kalender Jawa) di Kabupaten Ponorogo (Jatim), Minggu (11/4), adalah makam eyang Bathara Katong di Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan, kemudian makam RT Jayengrana di Desa Pulungan Merdika, Kecamatan Pulung dan makam eyang Khasan Besari di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis. Tokoh terakhir, adalah guru spiritual Sinuhun PB II, sedangkan dua tokoh terakhir yang membantu terwujudnya pemerintahan Ibu Kota Mataram di Ponorogo (1742-1745) sampai peristiwa ”boyong kedhaton” dari ibu kota Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745.

Dalam acara nyadran yang dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng itu, ada sekitar 20 orang rombongan yang menyertai perjalanan ”Tour de Makam” di bulan Ruwah itu, yang terdiri dari kalangan sentanadalem dan sang suami, KPH Edy Wirabhumi. Sementara, para pengurus Pakasa Cabang Ponorogo yang yang mengantar ke berbagai lokasi makam, ada 30-an orang yang dipimpin ketuanya, KRA Gendut MN Wreksodiningrat.

”Sehabis nyadran di tiga titik, terus beraudiensi ke rumah dinas Bupati Ponorogo. Secara resmi, memang baru kali ini setelah Pilkada 2020, kami bisa bertemu (beraudiensi). Intinya, kami semua memperkenalkan diri dan titip masyarakat adat yang tergabung dalam Pakasa, serta pelestarian seni budaya Jawa yang bersumber dari Keraton Mataram Surakarta,” ujar KPH Edy menyebutkan inti yang disampaikan kepada Bupati Ponorogo (2020-2025) Sugiri Sancoko, ketika dihubungi secara terpisah.

SETELAH AUDIENSI : Setelah beraudiensi, Gusti Moeng selaku pimpinan rombongan dari LDA Keraton Mataram Surakarta bersama sang suami, KPH Edy Wirabhumi dan rombongan dari Solo, Ketua Pakasa Cabang Ponorogo KRA Gendut MN Wreksonagoro dan kalangan pengurus lainnya, berfoto bersama Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (tengah berpeci) di depan rumah dinas bupati, Minggu sore (11/4). (foto : iMNews.id/dok)

Menurut Ketua Pakasa Ponorogo, masyarakat di kabupatennya tetap merasa dekat dengan Keraton Mataram Surakarta, baik secara kultural maupun secara historis. Meskipun, seperti dijelaskan sejarawan Dr Purwadi (Ketua Lokantara), nama Ponorogo juga punya masa lalu dengan beberapa keraton sebelum Mataram, yaitu pernah menjadi wilayah administratif Keraton Demak (abad 15), dan Bupati Ponorogo pertama yang dilantik Raden Patah (Sultan Syah Akbar Jimbun Sirullah I) pada 1 Dzulhijah tahun 901 H atau 11 Agustus 1496 adalah Adipari Bathara Katong, putra Raja Keraton Majapahit, Prabu Brawijaya V.

”Jadi, masyarakat dan Kota Ponorogo adalah istimewa bagi Keraton Mataram sampai di Surakarta Hadiningrat sekarang ini. Masyarakat di sini punya nenek-moyang yang sudah tidak asing lagi dengan perjuangan Pangeran Diponegoro, yang diketahui banyak dibantu saudara dekatnya, yaitu Sinuhun Paku Buwono VI. Maka, di sini juga punya banyak makam-makam dan petilasan serta kisah/cerita tokoh-tokoh penting dan hebat untuk negeri ini,” tutur KRA Gendut yang dihubungi di kediamannya, kemarin. (won)