“Eksistensi” Masyarakat Adat di Tengah Suasana Arus Informasi Modern (seri 3 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:August 16, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing “Eksistensi” Masyarakat Adat di Tengah Suasana Arus Informasi Modern (seri 3 – bersambung)
MENERIMA KEKANCINGAN : KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro saat menerima gelar kekerabatan dari KGPH hangabehi (Wakil Pengageng Kusuma Wandawa), yang naik dari Kanjeng Raden Arya, beberapa waktu lalu. (foto : iMNews.id/Dok)

Pakasa Cabang Kudus “Sadar Publikasi”, Karena Sadar “Keterbatasan” dan “Kewajiban”

IMNEWS.ID – BELUM lama ini, pengurus Pakasa Punjer menerbitkan daftar kepengurusan Pakasa cabang yang tersebar di berbagai daerah luas, lintas provinsi. Tercatat ada 33 Pakasa cabang yang “pernah terbentuk”, tetapi 6 cabang sedang “kosong” (vakum/tak berfungsi) dan dua cabang masing-masing Boyolali sudah terisi “Pjs” dan Pakasa Cabang Karanganyar baru saja ditetapkan ketua baru.

Dari sisi jumlah kepengurusan yang terbentuk, mungkin belum mencerminkan banyaknya jumlah daerah kabupaten/kota sedikitnya di wilayah sebaran Budaya Jawa, atau eks wilayah kedaulatan “negara” (monarki) Mataram Surakarta. Bila diambil dua provinsi utama yang menjadi wilayah sebaran dan eks wilayah “kedaulatan”, sudah ada 70-an kabupaten/kota yang berpotensi punya Pakasa cabang.

Ilustrasi itu hanya untuk melukiskan masih ada potensi besar daerah-daerah kabupaten/kota yang bisa “diinisiasi” menyucul membentuk pengurus cabang. Karena, justru di wilayah Jawa Barat (Jabar) yang diperhitungkan tipis sekali sebaran budayanya maupun keterkaitan secara wilayah pada masa lalu, justru muncul Pakasa Cabang Kota Bekasi. Di Provinsi Bali, juga muncul Pakasa Cabang Denpasar.

Kedua cabang yang belum genap setahun itu, misalnya Pakasa Cabang Kota Bekasi yang dipimpin KRA Joko Murdianto Bintoro Adiningrat selaku ketua, justru sangat proaktif dalam tugas dan kewajiban “pasuwitan”. Sedangkan Pakasa Cabang Denpasar, memang belum banyak terdengar “sepak-terjangnya” dalam memenuhi tugas dan kewajiban “pasuwitan”nya, karena sebagai cabang baru yang sedang menyusun energi.

MEMBERI PENJELASAN : KRRA Panembahan Didik Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) saat memberi penjelasan kepada Gusti Moeng di Pendapa Pagelaran, beberapa waktu lalu, mengenai status dan posisi makam Pangeran Puger di Desa Demaan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. (foto : iMNews.id/Dok)

Ilustrasi di atas, hanya untuk melukiskan bagaimana kalangan Pakasa cabang dalam “menjaga” dan “merawat” eksistensi, mengingat perjalanan usianya yang rata-rata berada di periode “konsolidasi”. Meskipun, ada yang sudah melewati satu periode kepemimpinan dan meraih sukses besar, seperti Pakasa Cabang Ponorogo. Sukses meraih eksistensi dan bisa menjaga/merawatnya, karena “sadar publikasi”.

Oleh sebab itu, Pakasa Cabang Ponorogo yang berdiri tahun 2016 memang sudah seharusnya mencapai sukses di sejumlah bidang. Selain kekayaan potensinya paralel dengan yang dibutuhkan untuk pelestarian Budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton, cabang ini “sadar dan ramah publikasi”. Mampu memanfaatkan teknologi informasi modern untuk membantu pengembangan dan menjaga eksistensinya.

Namun, Pakasa Jepara tidak bisa dikategorikan cabang masih muda, kalau berbicara soal eksistensi dan sukses menjaga/merawatnya. Artinya, usia muda tidak sepenuhnya menjadi pembenaran sebagai periode adaptasi atau menyusun kekuatan. Karena, KP Bambang S Adiningrat justru mampu membawa Pakasa Jepara  mampu melesat menembus keterbatasan, bahkan merubahnya menjadi kelebihan menonjol dan sukses.

Dalam batas-batas usia periode kepemimpinan itu, Pakasa Cabang Kudus juga patut dicermati sepak-terjang dan dinamika pertumbuhan serta pengembangannya. Sama-sama memanfaatkan teknologi informasi modern seperti yang mengantar keberhasilan Pakasa Cabang Jepara, soal “sadar publikasi dan ramah publikasi” untuk menjaga/merawat eksistensi, justru paling masif dilakukan Pakasa Cabang Kudus.

MERAWAT PUSAKA : KRRA Panembahan Didik Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) meluangkan waktu untuk merawat keris “bethok” pusaka peninggalan leluhurnya, Kyai Glongsor, di kantor sekretariat Pakasa Kudus, beberapa waktu lalu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sebagai cabang yang lebih muda dari Pakasa Cabang Jepara, KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro mampu membawa Pakasa Cabang Kudus cepat dikenal luas, jauh melebihi ekspektasinya. Karena, Ketua Pakasa cabang ini sangat “sadar dan ramah publikasi”. Dia mampu memanfaatkan teknologi informasi modern sebagai alat untuk menyebarluaskan “eksistensi” melalui berbagai “isu” positif.

Ada beberapa alasan Pakasa Cabang Kudus cepat mendapatkan “eksistensi”nya dalam waktu singkat, sekitar 3 tahun ini. Pertama, cabang ini sangat menyadari alasan itu sebagai “kelemahan” dan “kekuranganya”. Pakasa Kudus juga menyadari keterbatasan materi objek ritual yang bisa dijadikan event agenda kegiatan organisasi. Tetapi dia juga sadar, ada tugas dan kewajiban untuk mengembangkan organisasi.

Keasadaran pada tugas dan kewajiban mengembangkan organisasi inilah, yang mendorongnya menciptakan kreativitas dan terus menggali potensi yang dimiliki Kudus. Yaitu potensi kesejarahan nama besar Sunan Kudus dan leluhur Dinasti Mataram, yang menunjukkan dari mana diri dan keluarganya berasal. Dia juga sadar, potensi teknologi informasi berbagai plaform media sosial harus dimanfaatkan maksimal.

Keasadaran terhadap tugas/kewajiban dan segala potensi yang dimiliki itu, telah membuat Pakasa Cabang Kudus dikenal luas, terutama melalui agenda kegiatan bertema Kyai Glongsor. Kesadaran memanfaatkan berbagai platform media sosial mulai dari grup WA, facebook, instagram, twiter dan sebagainya secara maksimal untuk menyebarluaskan kirab “terompet Kyai Glongsor”, membuat Kudus semakin mendunia.

DIKENAL LUAS : Sebagai seorang trah keturunan Kyai Glongsor dan posisinya selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus serta Ketua Pamong Makam Kyai Glongsor, wajar kalau KRRA Panembahan Didik Singonagoro merawat terompet yang sekaligus membuat Pakasa Kudus dikenal luas karena terompet pusaka itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kirab Budaya “Terompet Pusaka Kyai Glongsor” dikenal “masyarakat Melayu” di Srilanka, Malaysia dan di berbagai wilayah yang menjadi sebaran trah keturunan Sunan Kudus. Hampir semua trah keturunan membentuk grup WA, yang hingga kini masih sering berkomunikasi. Semua trah darah-dalem keturunan Sunan Kudus yang tersebar di Nusantara, apalagi di Kabupaten Kudus, menggunakan nama “Panembahan”.

“Yang menyebar di Palembang, memakai nama Panembahan Palembang. Tetapi yang menyebar di Sumatera, Madura, Banyuwangi dan Kalimantan ada yang memakai nama Panembahan Kodhi. Mereka keturunan Sunan Kudus dari Amir Hasan, putra tungal istri pertama Sunan Kudus. Kalau saya, dari Panembahan Makaos yang lahir dari istri kedua Sunan Kudus bernama Dewi Pecat Tando Terung,” jelas KRRA Panembahan Didik.

KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro, adalah seorang Ketua Pakasa cabang yang sangat proaktif melakukan proses publikasi yang masif, termasuk komunikasi yang dilakukannya dengan iMNews.id, siang tadi. Dia menjadi salah seorang pimpinan cabang yang “well publish”, untuk mengejar ketinggalan dan membalik keterbatasan serta kekurangannya menjadi kelebihan dan keunggulan.

Ketua Pakasa Cabang yang masuk kategori “well publish”, adalah figur pemimpin yang menguasai persoalan organisasi yang dikelola dan dipimpin serta memahami tujuan ideal yang hendak dicapai. Dia juga memahami cara untuk mengatasi segala persoalan organisasi, dan cara mencapai tujuan yang hendak dicapai. Ketua Pakasa Kudus ini, juga diuntungkan oleh posisinya sebagai Ketua 4 Majlis Taklim.

BEBERAPA KAPASITAS : Dalam beberapa kapasitas, KRRA Panembahan Didik Singonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) punya tugas merawat makam leluhurnya, Kyai Glongsor dan terompet pusakanya di Desa Rendeng, Kecamatan Kota. Karena, dirinya selaku Ketua Pamong Makam Kyai Glongsor. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“La, kami Pakasa Kudus ‘kan termasuk cabang baru. Apalagi waktu lahir tidak punya modal ritual yang bisa dijadikan event andalan. Maka, kami berusaha sekuat tenaga, menggali potensi dan menjadikannya sebagai sarana agar Pakasa Kudus eksis. Karena, Pakasa ‘kan punya tugas dan kewajiban melestarikan Budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton. Apalagi, Pakasa juga harus berkembang”.

“Maka, karena itulah kami serius dan aktif melakukan promosi agar Pakasa Kudus dikenal luas dan eksis. Kami memanfaatkan semua jenis media sosial untuk menyebarluaskan berita-berita tentang Kudus, apalagi yang diberitakan iMNews.id. Kebetulan, kami punya jaringan grup WA trah keturunan Sunan Kudus di mana-mana. Itu yang kami manfaatkan untuk mempromosikan Pakasa Kudus,” tambahnya. (Won Poerwono – bersambung/i1).