Fenomena “Makam Ganda” di Beberapa Lokasi Makam Tokoh Leluhur Dinasti Mataram (Seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:March 14, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Fenomena “Makam Ganda” di Beberapa Lokasi Makam Tokoh Leluhur Dinasti Mataram (Seri 1 – bersambung)

“TOKOH ASLI” : Makam Kyai Ageng Ngerang di wilayah Kabupaten Pati ini tampak diziarahi Gusti Moeng dan rombongan “Bebadan Kabinet 2004” Kraton Mataram Surakarta, diklaim sebagai makam “tokoh asli”. Peziarahnya luar biasa banyak saat ritual haul tahun lalu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono).

Bisa Lahirkan Kekhawatiran Berkurangnya Rezeki Orang (Makam) Lain

IMNEWS.ID – “MUSIM” ritual nyadran di bulan Ruwah tahun Jimawal 1957 atau bulan Sya’ban tahun Hijriyah 1445 di tahun 2024 ini sudah lewat. Kini, sudah memasuki hari pertama bulan Pasa atau Ramadhan bagi umat muslim sesuai kalender yang ditetapkan pemerintah secara nasional, dan hari kedua khusus bagi warga Muhammadiyah.

Walau peristiwa ritual “tilik kubur” atau “bersih kubur” atau nyadran sudah lewat, tetapi ada catatan yang menarik selama mengikuti safari “Ruwahan” yang dilakukan jajaran “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA).

Catatan yang menarik itu bukan hanya soal lokasi makam tokoh leluhur Dinasti Mataram yang rata-rata saling berjauhan di lain kabupaten, bahkan beda provinsi, yang dikunjungi untuk didoakan dan “disekar” (ditaburi bunga). Tetapi ada sisi lain sebagai fenomena unik yang menarik, yang ada di antara beberapa lokasi makam.

Fenomena unik yang menarik itu, adalah fakta adanya “makam ganda” untuk satu tokoh yang sama, tetapi di dua lokasi yang berbeda. Keberadaan makam satu tokoh di dua lokasi yang berbeda itu, selama ini tidak menjadi persoalan bagi masyarakat luas, khususnya bagi masyarakat adat yang memiliki kaitan dengan tokoh itu.

Sampai iMNews.id mendapatkan informasi dan penjelasan soal “makam ganda” itu, nyaris tidak terdengar ada keluh-kesah, kesan menolak atau ekspresi tidak suka dengan adanya fakta itu. Dinamika suasana seperti itu tak pernah terdengar sejak penulis mengikuti perjalanan safari nyadran di tahun 2017 hingga 2024 ini.

Sampai safari nyadran 2024 ini, iMNews.id baru mendapat data tentang “makam ganda” seorang tokoh yang terdapat di wilayah Kabupaten Pati dan Kabupaten Sragen. Kemudian makam seorang tokoh yang ada di Kabupaten Sragen, namanya juga ditemukan di sebuah makam yang ada di Kabupaten Boyolali.

“HANYA PETILASAN” : Tiga batu nisan atau “kijing” yang berjejer dekat di depan cungkup makam Ki Ageng Kebo Kenanga di Kabupaten Sragen, “diklaim” sebagai petilasan saja. Makam ini selalu diziarahi Gusti Moeng bersama “Bebadan Kabinet 2004” saat nyadran dan haul dan semakin banyak peziarahnya.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Berikut, makam seorang tokoh yang ada di wilayah Kabupaten Magelang, namanya juga terdapat di makam yang ada di wilayah Kabupaten Tegal. Kemudian, yang mirip dengan fenomena itu, adalah sebuah makam tokoh yang ada di wilayah Kabupaten Pati, tetapi namanya mirip tokoh yang dimakamkan di suatu wilayah di Kabupaten Batang.

Yang berkategori mirip untuk namanya di dua lokasi makam berbeda, misalnya makam seorang tokoh leluhur Dinasti Mataram yang ada di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jateng, yang namanya mirip tokoh yang dimakamkan di wilayah Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jatim.

Fenomena menarik “makam ganda” dan adanya kemiripan nama tokoh di dua makam di wilayah (kabupaten/provinsi) yang berbeda, sejak kapan diduga sudah ada? Bagaimana kira-kira awal-mula terjadinya? dan bagaimana reaksi publik secara luas? Semua ini tentu juga akan menjadi informasi yang menarik.

Dari penelusuran “istana Mataram News.id”, ada beberapa petunjuk yang bisa dianalisis melahirkan beberapa kemungkinan lahirnya fenomena itu. Di antaranya dari KRAT Mulyadi Puspopustoko selaku Ketua Pakasa Cabang Pati yang pernah menyebutkan satu sisi adanya fenomena itu.

Meskipun tidak secara tegas memberikan alasan faktual yang rasional, tetapi Ketua Pakasa Cabang Pati itu mengakui bahwa makam tokoh di wilayah Kabupaten Pati yang selama ini dirawat dan menjadi pusat kegiatan spiritual nyadran dan ritual haul wafatnya, adalah makam tokoh yang sebenarnya.  

Ada makam dua nama tokoh leluhur Dinasti Mataram di Kabupaten Pati yang punya kesamaan dengan makam dua tokoh yang ada di Kabupaten Sragen. yang di Kabupaten Pati diyakini benar-benar tokohnya, sementara juru-kunci makam di Astana Pajimatan Kyai Ageng Butuh di Desa Gedongan, Sragen, sepertinya tidak mempersoalkan.

“TINGGAL PETILASAN” : Gusti Moeng dan rombongan “Bebadan Kabinet 2004” saat nyadran di pusara makam Ki Ageng Kebo Kenanga di Kabupaten Boyolali, pada bulan Ruwah yang baru saja lewat. Meskipun, pusara itu disebut “tinggal petilasan” saja. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Fenomena “makam ganda” dua nama tokoh yang sama ini, masih diramaikan lagi dengan munculnya nama tokoh yang sama, tetapi memakai awalan nama “Sunan”, yang agak beda dari yang muncul sebelumnya dengan gelar “Kyai” dan “Nyai”. Makam terakhir itu, muncul di Kabupaten Pati, dan tertera dalam “google map”.

“Saya tahu lokasinya, ya di wilayah Kabupaten Pati ini saja. Bahkan dekat dengan makam yang kami rawat. Kelihatannya, itu baru saja dimunculkan. Itu sebenarnya makam siapa?, saya kurang begitu paham. Saya juga tidak paham apa maksudnya makam dengan nama itu dimunculkan, lewat ‘google map’,” ujar KRAT Mulyadi.

KRAT Mulyadi juga belum bisa memahami maksud memunculkan makam dengan nama tokoh mirip dengan makam tokoh yang selama ini dirawat. Dia menyatakan juga tidak tahu cara mengatasi itu, seandainya dalam dua kapasitas yang diembannya kini, memiliki kewenangan untuk menolak atau mempermasalahkan.

Walaupun tidak dijelaskan secara terang-terangan, tersirat kekhawatiran KRAT Mulyadi Puspopustoko, berkait dengan adanya “makam ganda” tokoh yang sama, apalagi tokoh itu berada di makam yang selama ini dirawat dan dimuliakan dengan berbagai ritual spiritual religi, sering dihadiri tokoh dari kraton dan dikenal luas.

Kekhawatiran Ketua Pakasa Cabang Pati, sangat mungkin bisa menjadi kekhawatiran para juru-kunci dan pamong makam di tempat lain yang kebetulan nama tokoh yang bersemayam di situ, punya kesamaan atau mirip dengan makam tokoh di tempat lain. Ada satu hal alasan yang patut diduga sebagai sumber kekhawatirannya.

Ketua Pakasa Cabang Tegal, KRA Subagyo Teguh Wirotaruno menyatakan setuju dan membenarkan ketika iMNews.id menunjuk soal “pendapatan” yang bisa menjadi alasan kekhawatiran itu. Dalam suatu percakapan sebelumnya, dia kurang setuju adanya “klaim” salah makam, tetapi bisa memahami klaim itu menyangkut potensi “pendapatan”.

“DIJADIKAN SATU” : Di bulan Ruwah yang baru saja lewat, Gusti Moeng dan rombongan “Bebadan Kabinet 2004”, nyadran di makam Ki Ageng Kebo Kenanga yang ada di Kabupaten Sragen. Makam keluarga besar ini sudah dijadikan satu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Klaim” bahwa salah satu makam tokoh adalah benar-benar makam tokoh dimaksud, tentu akan mengkhawatirkan juru-kunci dan pamong makam tokoh yang sama di tempat lain. Karena informasi itu bila tersebar luas, diduga bisa mempengaruhi sikap dan keputusan publik, untuk hanya memilih berziarah di salah satu makam saja.

Apabila publik peziarah meyakini salah satu makam tokoh sebagai makam tokoh yang sebenarnya akibat informasi tentang “klaim” itu, bisa berakibat menurunkan jumlah peziarah di makam tokoh yang sama di tempat lain. Penurunan jumlah peziarah, akan mempengaruhi jumlah pendapatan dari jaringan destinasi wisata spiritual itu.

Akibat seperti itu yang tidak diinginkan KRA Subagyo Teguh Wirotaruno, karena menganggap “klaim” itu diduga bisa merugikan orang lain, karena rezekinya menjadi berkurang. Tak hanya pemasukan kas makam secara langsung dari peziarah, tetapi pendapatan jaringan destinasi wisata spiritual yang komponennya banyak sekali. (Won Poerwono-bersambung/i1)