Karena Segala Produk Kebijakan Sinuhun Sejak 2017 “Perbuatan Melawan Hukum”
SURAKARTA, iMNews.id – Beberapa hari lalu, “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah (Pengageng Sasana Wilapa) selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA), mengirim surat pemberitahuan ke berbagai instansi pemerintah, lembaga TNI, Polri, legislatif dan yudikatif dari pusat sampai daerah, menjelang ritual tingalan jumenengan, 25 Januari ini.
Surat pemberitahuan yang dikirim serentak ke semua alamat lembaga struktural itu, ada yang sudah kali kedua bahkan lebih, sejak putusan Mahkamah Agung (MA) terbit tanggal 22 Agustus 2022. Dalam surat itu juga dilampiri berkas peristiwa eksekusi putusan MA, yang dilakukan tim eksekusi dan juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, 8 Agustus 2024.
Seperti pernah diberitakan iMNews.id (8/8/2024), di sela-sela ritual peringatan haul wafat Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di “gedhong” Sasana Handrawina, tim eksekusi dan juru sita PN Surakarta datang menjalankan tugasnya. Tim eksekusi yang dipimpin Panitera PN Surakarta Dr Asep Dedi Suwasta SH MH, melakukan upacara eksekusi di Kori Kamandungan.

“Iya, betul sekali. Lembaga Dewan Adat kembali mengirim surat pemberitahuan secara serentak ke berbagai instansi pemerintah, legislatif, yudikatif, lembaga TNI dan Polri secara struktural lengkap. Soal isinya, hampir sama dengan sebelumnya. Tetapi selengkapnya, biar Lembaga Hukum Kraton (Mataram) Surakarta yang menjelaskan,” ujar Gusti Moeng, kemarin.
GKR Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng saat dimintai konfirmasi iMNews.id, membenarkan dirinya yang bertandatangan dalam surat tersebut. Tandatangan yang diberikan sebagai Pangarsa (Ketua) Lembaga Dewan Adat (LDA), pihak yang bertanggung secara hukum nasional atas kelembagaan Kraton Mataram Surakarta, semua isi/aset dan segala kegiatannya.
Sementara itu, KPH Edy Wirabhumi selaku Pimpinan Eksekutif Lembaga Hukum Kraton (Mataram) Surakarta (LHKS) yang dihubungi secara terpisah membenarkan, pihaknya telah mengirim surat pemberitahuan kepada semua instansi pemerintah, legislatif, yudikatif, TNI, Polri di semua tingkatan secara struktural belum lama ini atas perintah Lembaga Dewan Adat (LDA).

Menurutnya, sejak terbit putusan MA yang ditindaklanjut dengan peristiwa eksekusi atas putusan MA yang dilakukan tim eksekusi dari PN Surakarta, 8 Agustus 2024, memang dirasa perlu disebarluaskan dan ditegaskan inti maksud putusan dan peristiwa eksekusi itu. Karena adanya putusan hukum tertinggi itu, ditegaskan bahwa eksistensi LDA sah sesuai hukum NKRI.
Karena Lembaga Dewan Adat dinyatakan sah oleh putusan hukum tertinggi yang final, tuntas dan mengikat, maka segala bentuk produk kebijakan yang dikeluarkan pihak otoritas lembaga Sinuhun PB XIII atau pribadi Sinuhun PB XIII atas nama Kraton Mataram Surakarta, dinyatakan batal demi hukum karena merupakan perbuatan melawan hukum.
“Poin utama yang pertama itu. Karena, banyak yang belum paham soal putusan MA ini apa dan untuk apa. Termasuk pihak-pihak lain yang seharusnya paham dan mengerti hukum. Tetapi, ada poin penting lagi yang perlu dijelaskan dan disosialisasikan, terutama kepada pihak-pihak yang dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dan juga pihak lain yang berkait”.

“Putusan MA ini memang belum kami buka semua. Sedikit demi sedikit sambil melihat situasi dan kondisi, untuk menjaga suasana. Kenapa surat pemberitahuan ini kami sebar lebih luas dan lebih lengkap, kami bermaksud agar sebagai warga negara apalagi aparatur pemerintah bisa memahami dan mentaati keputusan hukum yang sudah final,” ujar KPH Edy Wirabhumi.
Putusan MA 29 Agustus 2022 yang dieksekusi PN Surakarta pada 8 Agustus 2024 itu, dengan tegas menyebut bahwa Sinuhun PB XIII, KGPH Tedjowulan dan Kemendagri (Tjahyo Kumolo) dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu menyalahgunakan SK Kemendagri No 430-2933 Tahun 2017, 21 April 2017, tentang penetapan status dan pengelolaan kraton.
Oleh karena itu, hukuman yang dijatuhkan adalah menyatakan tidak berlaku SK bebadan bentukan Sinuhun PB XIII, yaitu SK No 007/2017 tentang pembentukan Bebadan dan SK No 008/2017 tentang pembentukan Badan pengelola Kawasan Kraton. Dengan pembatalan dua SK itu, berarti dua “bebadan” yang dibentuk dengan dengan SK itu secara tegas dan jelas batal demi hukum.

Surat pemberitahuan itu, juga dilampirkan putusan banding ke Pengadilan Tingg (PT) di Semarang dan peninjuan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) yang sudah ditolak. Bersamaan dengan eksekusi yang dilakukan tim dari PN Surakarta, secara simbolis dilakukan pembukaan kembali kraton untuk segala keperluan, baik kegiatan adat maupun kepentingan masyarakat luas.
Dengan pembatalan SK sekaligus dua “bebadan” yang dibentuk, berarti segala produk kebijakan “eks bebadan” itu juga batal karena menjadi bagian dari penyalahgunaan SK Kemendagri No 430-2933 Tahun 2017, 21 April 2017, yang dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Ada beberapa peristiwa produk “eks Bebadan” yang oleh karenanya dinyatakan melawan hukum.
Yaitu, peristiwa pengangkatan istri Sinuhun menjadi GKR Paku Buwono, penobatan “putra mahkota Pangeran Adipati Anom” dan pengangkatan GRAy Devi Lelyana Dewi sebagai “manajer” museum kraton. Tiga peristiwa produk “eks bebadan” itu dinyatakan batal demi hukum, karena LDA dinyatakan sah secara hukum sebagai penanggungjawab otoritas kelembagaan kraton. (won-i1)