Ketua Pakasa Cabang Kudus Mendapat Kenaikan Gelar Sentana Riya Nginggil “KRRA”
SURAKARTA, iMNews – Menjelang upacara adat “tingalan jumenengan” ke-21 Sinuhun PB XIII, jajaran “Bebadan Kabinet 2004” Kraton Mataram Surakarta menggelar upacara wisuda untuk para abdi-dalem yang mendapatkan kenaikan pangkat dan yang baru mendapatkan gelar “sesebutan”. Siang tadi, sebanyak 100 abdi-dalem dan 17 sentana-dalem digelar di dua tempat terpisah.
Upacara wisuda dilakukan KPH Adipati Sangkoyo Mangunkusumo (Pengageng Kartipraja) terhadap 100-an abdi-dalem di Bangsal Smarakata, mulai pukul 10.00 WIB pagi tadi hingga selesai. KPH Sangkoyo dibantu dibantu KRMH Saptonojati dan KPP Haryo Sinawung Waluyoputro yang mengalungkan samir, setelah menyerahkan partisara kekancingan kepada tiap wisudawan.

Upacara wisuda serupa juga terjadi di Bangsal Kasentanan atau Kusuma Wandawa pada waktu yang hampir bersamaan. Karena jumlah sentana-dalem yang diwisuda hanya 17 orang, maka upacara yang dipimpin putra mahkota KGPH Hangabehi (Wakil Pengageng Kusuma Wandawa) berlangsung singkat dan lebih cepat dari upacara yang berlangsung di Bangsal Smarakatar.
Dari 17 wisudawan yang diwisuda KGPH Hangabehi, terdapat beberapa nama dari Universitas Jayabaya (Jakarta) bergelar profesor. Menurut rencana, lembaga perguruan tinggi ini akan menjalin kerjasama dengan Kraton Mataram Surakarta dalam sebuah badan yang bergerak di bidang upaya-upaya pelestarian budaya dan menjaga kelangsungan kraton.

Selain kalangan kampus, ada tokoh dari kalangan pengurus Pakasa cabang yang cukup fenomenal karena semangat dan dedikasi pengabdiannya pada pelestarian seni Budaya Jawa demi kelangsungan kraton. Dia adalah Ketua Pakasa Cabang Kudus, KRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Hadinagoro yang diwisuda naik menjadi “sentana riya nginggil” dengan gelar “KRRA”.
Siang tadi, dia juga diwisuda KGPH Hangabehi dan mendapat perubahan gelar “sesebutan” dari KRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Hadinagoro menjadi Kanjeng Raden Riya Arya (KRRA) Panembahan Didik Gilingwesi “Singonagoro”. Nama “Panembahan” yang dimilikinya karena trah keturunan Sunan Kudus, berbeda maknanya dengan “Panembahan” dalam strata adat di kraton.

“Ini tadi hampir saja saya balik kanan pulang. Karena, sudah sampai di Alun-alun Lor tiba-tiba ada yang menelepon, wisuda untuk saya ‘disuwak’ atau ditunda. Saya tahu, ini pasti ada yang mengacau. Karena sebelumnya sudah sempat menyampaikan kata-kata sebagai ‘warning’ tidak setuju atau iri kepada saya, karena menganggap dirinya pantas lebih dulu naik pangkat”.
“Tetapi saya tidak tahu, penyelesaiannya bagaimana, setelah itu saya ditelepon kembali untuk meralat pemberitahuan pembatalan wisuda untuk saya. Saya merasa senang karena sudah menempuh perjalanan jauh, akhirnya bisa diwisuda. Tetapi, pemberitahuan awal pembatalan itu membuat hati saya jadi tidak nyaman,” ungkap KRRA Panembahan Didik saat dikonfirmasi.

Saat wisuda berlangsung dan sesudahnya, penampilan KRRA Panembahan Didik “Alap-alap Gilingwesi Singonagoro” tampak tegang. Dia hadir bersama keluarganya yang mendampingi saat diwisuda. Di luar Bangsal Sidikara atau bangsal Kasentanan seusai upacara wisuda, ia sempat bersalaman dengan KPH Edy Wirabhumi dan berfoto bersama keluarga di halaman.
Meski ada sedikit gangguan “kenyamanan”, tetapi KRRA Panembahan Didik tetap menyatakan masih punya semangat tinggi untuk mendedikasikan diri dan keluarga serta Pakasa Cabang Kudus untuk menjalankan tugas pelestarian Budaya Jawa. Segala upaya akan terus dilakukan demi kelangsungan Kraton Mataram Surakarta, terlebih Kudus dan Mataram sejak dulu sudah berkeluarga. (won-i1)