Sudah Ada Sejak Zaman Sultan Agung, Diikuti Mahesa Kiai Slamet Mulai Zaman Mataram Surakarta
SURAKARTA, iMNews.id – Kirab pusaka menyambut datangnya Tahun Baru Jawa sekaligus Tahun Baru Hijriyah yang akan digelar malam nanti tepat 7 Juli 2024 atau 1 Sura 1958 Je sekaligus 1 Muharam 1446, disebut beberapa sumber sudah ada pada zaman Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645), Raja ke-3 Kraton Mataram (Islam), bahkan pada zaman Kraton Demak (abad 15).
KP Budayaningrat selaku “dwija” Sanggar Pasinaon Pambiwara Kraton Mataram Surakarta dan kajian sejarah Dr Purwadi (Ketua Lokantara Pusat di Jogja), setidaknya menyebutkan ada data-data informasi sejarah dari hasil penggalian sejumlah manuskrip yang menunjuk soal peristiwa kirab pusaka. Kirab dimaksud, juga melukiskan bentuk akulturatif antara budaya Jawa dan Islam.
“Di zaman Sultan Agung jumeneng nata di Kraton Mataram (Islam) kirab pusaka sudah ada. Itu wujud sikap perilaku masyarakat Jawa dalam menyambut Tahun Baru Jawa sekaligus Tahun Baru Islam. Karena, mulai Sultan Agung ada bentuk akulturasi yang sudah serasi/mapan antara dua unsur peradaban itu. Inti kirab itu, doa panyuwunan keselatan terhadap Sang Maha Pencipta”.

“Data manuskrip yang menjelaskan lebih lanjut sampai zaman kapan kirab pusaka itu dijalankan dan kapan berhenti, mungkin belum ditemukan yang secara khusus membahas tentang itu. Tetapi, sejak Kraton Mataram berada di Surakarta (20 Februari 1745), diyakini kirab pusaka dijalankan kembali. Di alam republik hingga sekarang, masih berlanjut,” ujar KP Budayaningrat.
Data yang diperoleh kedua sumber itu juga menyebut, kirab pusaka yang menyertakan kawanan “kagungan-dalem” mahesa keturunan Kiai Slamet, tentu dilakukan Sinuhun PB II yang berhasil memindahkan Ibu Kota Kraton Mataram Islam dari Kartasura ke Surakarta yang sekaligus mendeklarasikan Kraton Mataram Surakarta pada 20 Februari 1745 atau 17 Sura 1670 Je.
Kirab pusaka yang menyertakan “kagungan-dalem mahesa” keturunan Kiai Slamet, diyakini dimulai pada zaman Sinuhun PB II sejak Ibu Kota Kraton Mataram Islam sudah berada di Surakarta Hadiningrat. Karena Raja ke-9 Kraton Mataram (PB II) itu mendapat “pisungsung” sepasang mahesa bule sebagai pusaka, yang diberi nama Kiai Slamet untuk memandu kirab “boyong kedhaton”.

“Betul, sepasang mahesa bule Kiai Slamet itu adalah “pisungsung” dari Bupati Ponorogo RT Surabrata. Pisungsung itu jelas merupakan keyakinan secara spiritual untuk ikut mengawal jalannya boyong kedhaton dari Kartasura ke Surakarta. Selain itu, Bupati juga memimpin pasukan yang ikut merebut Kartasura dan mengawal ke Surakarta,” ujar KRRA MN Gendut Wreksodiningrat.
Pernyataan Ketua Pakasa “Gebang Tinatar” Cabang Kabupaten Ponorogo (Jatim) menjawab pertanyaan iMNews.id itu, juga dibenarkan KP Budayaningrat di tempat terpisah. Karena, jasa-jasa Bupati dan masyarakat Ponorogo itu bisa terlacak dengan ditemukannya data tentang kampung lama di dalam tembok Baluwarti, yang bernama kampung “Panaragan” yang letaknya di timur kompleks kraton.
Kampung “Panaragan” itu bisa diartikan dulunya menjadi tempat transit atau persiapan pisowanan bagi Bupati Panaraga (Ponorogo-Red) dan rombongan yang dibawa, sebelum menghadap Raja Kraton Mataram Surakarta. KRRA MN Gendut Wreksodiningrat menyebut, rombongan yang bersama Bupati Panaraga itu termasuk prajurit Singanagara yang mirip “Paspam” Sinuhun PB II.

“Tetapi, sejak zaman Sinuhun PB ke berapa, kirab pusaka itu ditiadakan total atau hanya beberapa waktu, saya belum menemukan data-datanya. Yang jelas, sejak zaman Sultan Agung, kirab pusa sudah ada. Sejak zaman Sinuhun PB II, kirab menyertakan kagungan-dalem mahesa keturunan Kiai Slamet sebagai cucuk-lampah hingga sekarang,” tutur KP Budayaningrat.
Di tempat terpisah, salah seorang sentana-dalem panitia kirab pusaka, KPP Haryo Sinawung menyebutkan, sampai siang ini pihak “Bebadan Kabinet 2004” tidak menerima penjelasan dari kelembagaan Sinuhun (Suryo Partono-Red) soal jumlah pusaka yang akan dikeluarkan. Pihaknya hanya menerima informasi tentang jumlah 15 songsong, untuk diantisipasi petugas pembawanya.
“Dengan informasi seperti itu, kami mengasumsikan bahwa pusaka yang akan dikeluarkan sebanyak jumlah songsong (payung-Red) yang akan memayungi masing-masing petugas pengampil. Maka, Gusti Moeng memberi dhawuh agar kami mempersiapkan jumlah petugas sesuai informasi itu, Tetapi kami juga diminta mempersiapkan kalau ada perubahan mendadak,” ujar KPP Haryo Sinawung.

Salah seorang trah darah-dalem Sinuhun PB IX yang dimintai konfirmasi iMNews.id itu, siang tadi lebih lanjut menyebutkan, “dhawuh” disertai beberapa pertimbangan dari Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) itu, didasarkan pada pengalaman kirab pusaka tahun 2023 yang ternyata hanya mengeluarkan 7 pusaka dari 13 yang disepakati.
Akibat perubahan mendadak yang dilakukan secara sepihak oleh kelembagaan Sinuhun, membuat Gusti Moeng gusar dan sempat terjadi ketegangan beradu argumen antara para petugas dari kelembagaan Sinuhun dengan Gusti Moeng dan para sentana-dalem jajaran Bebadan Kabinet 2004. Tetapi, protes itu dianggap angin lalu dan rombongan Pakasa cabang akhirnya digabungkan.
Baik Gusti Moeng, KPP Haryo Sinawung dan beberapa pengurus Pakasa cabang seperti Pakasa Cabang Kudus (KRA Panembahan Didik Gilingwesi), Pakasa Cabang Jepara (KRA Bambang S Adiningrat) dan yang lainnya merasa kesal dengan “kekacauan” yang diduga terkesan disengaja oleh “pihak seberang”. Untuk itu, KPP Haryo Sinawung menyebut kini sudah ada antisipasi untuk itu.

Di tempat terpisaj, KPH Bimo Djoyo Adilogo selaku panitia bidang pengaturan barisan di lapangan menyebutkan, enam kagungan-dalem mahesa Kiai Slamet sudah disiapkan untuk menjadi “cucuk lampah” kirab. Tetapi, kirab pusaka menyambut Tahun baru Jawa 1958 Je di malam 1 Sura yang tepat Minggu (7/7) mulai pukul 12.00 WIB malam nati, tidak diikuti dengan prajurit dan korsik.
“Selamanya, kirab pusaka di malam 1 Sura yang digelar di kraton, tidak mungkin menyertakan prajurit berseragam lengkap dan diiringi musik bregada Korsik Tamtama. Karena, kirab pusaka di karon mirip bermeditasi, memulai berpuasa dan prihatin di bulan Sura. Jadi, ya tidak pernah ada prajurit dan yang mengeluarkan suara apapun. Harus hening,” ungkap KRMH Suryo Kusumo.
KRMH Suryo Kusumo Wibowo, mulai pukul 21.00 WIB pintu masuk Kori Sri Manganti Lor akan ditutup untuk keperluan kenduri wilujengan sebelum kirab pusaka diberangkatkan mulai pukul 00.00 Senin (8/7) dini hari nanti. “donga wilujengan” itu akan digelar di teras Maligi Pendapa Sasana Sewaka dan diharapkan Gusti Moeng semua abdi-dalem “Kanca Kaji” mengikuti.

Sementara itu, iMNews.id yang sempat berkeliling siang tadi untuk melihat suasana menjelang berlangsungnya kirab pusaka sekitar pukul 12.00 WIB, mendapati sepanjang rute kirab nyaris tak terlihat tanda-tanda akan adanya upacara adat yang sudah menjadi ikon khas Kota Surakarta, yaitu kirab pusaka menyambut Tahun Baru Jawa/Hijriyah tepat di malam 1 Sura/1 Muharam.
Di sepanjang Jalan Veteran dari perempatan Baturono hingga perempatan Gemblegan, misalnya, hanya terlihat penjor atau rangkaian janur di tiang bambu setinggi kurang lebih 4 meter yang hanya dipasang di perempatan Gading atau pintu masuk Alun-alun Kidul. Dari perempatan Gemblegan ke perempatan Nonongan, ada 5 penjor berukuran lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.
Dan sepanjang Jalan Kolonel Soeprapto dari sisi timur Beteng Vastenberg hingga perempatan Baturono, tak ada satupun penjor yang terpasang di sana. KRT Pramudijanto, KRT Darpo Arwantodipuro dan KRMH Suryo Kusumo Wibowo selaku panitia bidang administrasi mengaku tidak tahu adanya perubahan simbol-simbol penyambutan berupa penjor yang sangat sedikit itu.

Di antara utusan Pakasa cabang yang tampak hadir adalah Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin KRT Anam Setyodipuro, KRT Suyono Sastroredjo (Ketua Harian Pakasa Cabang Ngawi), KRAT Seviola Ananda (Ketua Pakasa Cabang Trenggalek), KRAT Heru Arif Pianto (Ketua Pakasa Cabang Pacitan) dan berbagai elemen lain, minus prajurit Nguntara Praja dan Korsik Sura Praja dari Jepara.
“Untuk Grebeg Suro tahun 2024 ini, prajurit dari Pakasa Jepara diturunkan untuk memandu kirab dari makam Bathara Katong, untuk mengembalikan pusaka ke Pendapa Kabupaten (Ponorogo-Red), Sabtu (6/7) siang kemarin. Jadi, tidak bareng prajurit dari kraton,” ujar KRA Bambang S Adiningrat yang dibenarkan KRT Darpo Arwantodipuro selaku pimpinan rombongan kirab dari kraton.
Kirab pusaka tahun 2024 tahun ini, tampak ada beberapa perubahan dalam persiapannya, yang dimungkinkan juga terwujud dalam pelaksanaannya malam nanti. Misalnya, rangkaian ritual kirab berupa “shalat hajad” yang akan dilaksanakan para abdi-dalem “Kanca Kaji”, batal menggunakan Masjid Pudyasana dan diganti Pendapa Magangan.

Bregada Prajurit Tamtama dan Korsik Drumband kraton, menjalankan tugas memandu kirab “Bedhol Pusaka”, Jumat malam dari pendapa kabupaten pukul 23.00 WIB dan tiba di makam Bathara Katong di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo pukul 02.00 WIB. Malam itu, tampak sejumlah warga utusan beberapa Pakasa cabang juga bergabung dalam kirab.
Termasuk Pakasa Cabang Pacitan yang menyertakan kontingennya berisi para penari “Kethek Ogleng”, juga beberapa simbol-simbol dari cabang lain. Ada 70-an anggota Prajurit Nguntara Praja dan Korsik Sura Praja Pakasa Jepara yang dipimpin Lettu TNI Taufik (Pasiops Kodim Jepara) selaku Manggala, diterjunkan untuk memandu kirab pusaka dari makam ke kabupaten, Sabtu siang.
KRA Bambang S Adiningrat menyebutkan, pasukan peserta kirab dari Pakasa Cabang Jepara sebagian besar langsung kembali ke Japara setelah selesai menjalankan tugas memeriahkan kirab pusaka Grebeg Suro Hari Jadi Kabupaten Ponorogo. Dan sebagian, berhenti di Surakarta untuk bersiap mengikuti kirab pusaka menyambut Tahun Baru Jawa sebagai “pengayab” pusaka. (won-i1).