“Vokalisasi” yang Terdengar “Baris Terik-Tempe”, Menjadi “Lirik” yang Pas, Khas dan Ikonik
IMNEWS.ID – SEBUAH diskusi kecil antara empat prajurit Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin KRAT Hendro Joyonagoro dengan KRA Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) dan MNg Abdul Aziz Setyo Budoyo bersama MNg Rahmad Setyo Suwitodharma selaku instruktur Korsik Drumband Sura Praja Pakasa Jepara, Sabtu siang (29/6) itu, prosesnya tampak biasa-biasa saja.
Dialog antara belasan orang pengurus Pakasa dan pengasuh Korsik Drumband Sura Praja dengan utusan-dalem dari “Bebadan Kabinet 200” dan LDA, dalam suasana santai duduk lesehan di Pendapa Hadipuran, Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Susana siang itu lebih mirip jagongan sambil membaca kertas partitur sederhana yang dibagikan KRAT Hendro Joyonagoro.
Karena yang dibahas adalah materi musik/lagu yang wujudnya rangkaian notasi instrumental (tanpa lirik), tentu saja tidak seperti suasana rapat pengurus yang membahas agenda program. Forum kecil itu sifatnya hanya pengenalan awal antara sesama “musisi” khusus yang berhubungan dengan baris-berbaris di bidang keprajuritan, sambil “leyeh-leyeh” mengendorkan otot.

Dialog dalam rangka penularan ragam aba-aba dan musik/lagu gaya khas prajurit Kraton Mataram Surakarta seperti itulah, maka yang terlibat dalam forum itu adalah unsur-unsur strategis yang berkait dengan baris-berbaris di bidang keprajuritan, bahkan khas dan ikonik kraton. Selain pimpinan Pakasa cabang, ada instruktur dua pihak yang merangkap unsur “Manggala” (komandan).
Karena, aba-aba atau perintah dalam baris-berbaris prajurit itu menggunakan vokabuler Bahasa Jawa bahkan Bahasa Kawi, maka pantas saja semua unsur inti ikut terlibat dalam diskusi kecil di Pendapa Joglo Hadipuran yang merupakan “markas” Sanggar Seni Loka Budaya itu. Salah satunya, adalah Lettu TNI Taufik (Pasiops Kodim Jepara) yang selama ini menjadi “Manggala”.
“Karena, personel dari Koramil yang sebelumnya membantu kami sebagai Manggala pindah tugas ke Bali, kami terpaksa mencari pengganti. Pak Letnan (Lettu) TNI Taufik (Pasiops Kodim Jepara), bisa kami ajak bergabung sebagai pengganti. Kami senang bisa dibantu dan bekerjasama ke depan. Apalagi, tanggal 5/7 harus ikut ke Ponorogo,” ujar KRA Bambang S Adiningrat.

Saat berlangsung diskusi di Pendapa Joglo Hadipuran, KRA Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) sempat memperkenalkan Lettu TNI Taufik yang sudah beberapa kali tampil sebagai “Manggala” kirab, menggantikan personel TNI AD dari Koramil Tahunan, Kodim Jepara yang sebelumnya bekerjasama dengan Pakasa ikut dalam kerja pelestarian budaya Jawa.
Dalam satu barisan dengan personel banyak yang mirip tiga pleton atau sekitar 150 orang, Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Prajurit Korsik Sura Praja Pakasa Jepara dipimpin tiga “Manggala” yaitu KRA Bambang yang sering berada paling depan sebagai “Manggala” kirab, dan dua orang “Manggala” di belakangnya yang memimpin pasukan dan prajurit unit korsik drumband.
Pakasa Cabang Jepara memiliki aset kekuatan andal pasukan Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Prajurit Korsik Sura Praja, sebagai sarana pendekatan (soft approach) dan strategi pengembangan organisasi serta tugas pelestarian Budaya Jawa. Dan untuk keperluan itu, keluarga besar SMK Bhakti Praja menjadi mitra luar biasa karena menyediakan daya dukung generasi muda.

Sebagai ilustrasi untuk dianalisis, secara kebetulan atau sebelumnya sudah diperhitungkan, daya dukung generasi muda yang sangat produktif yang tergabung dalam Marchingband SMK Bhakti Praja” ini, adalah kekuatan riil yang bisa menjadi penggerak sekaligus daya tarik dan teladan bagi kalangan muda lain untuk ikut aktif menjadi kader pelestari budaya Jawa.
Itu berarti, pilihan Pakasa Cabang Jepara yang jatuh pada keluarga besar SMK Bhakti Praja sangat tepat, karena yang diajak bermitra itu bukan sekadar lembaga sekolah, tetapi yang memiliki unit marchingband luar biasa. Ini menjadi catatan penting, mengingat proses edukasi dan penguasaan materi latihan yang diberikan empat prajurit kraton, begitu cepat dikuasai.
Buktinya, musik/lagi instrumen “Wara-wara”, penghormatan “Karti Sampeka” dan mars di antara 4 bagian urutan musik/lagi iringan prajurit kraton, langsung bisa dipraktikkan dalam komposisi sajian. Padahal, hanya diberi contoh pasif (mendengarkan) dua sampai tiga kali saja. Ketika praktik memainkan sambil “mobile”-pun, langsung lancar mulai interoduksi hingga penutup.

Selain pengenalan materi musik/lagu iringan prajurit kraton yang dalam beberapa waktu lalu sering divokalisasi dengan lirik “Baris Terik-Tempe”, ada sejumlah ragam aba-aba dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Kawi yang harus dipahami sebagai prajurit khas Kraton Mataram Surakarta. Walu mungkin belum dipahami makna konotatifnya, tetapi cepat juga bisa dipahami inti maksudnya.
Misalnya aba-aba “madhep kawuri” yang cepat dipahami sebagai menghadap ke belakang, aba-aba “etung” berarti menyebut hitungan dari awal barisan sebagai angka satu. Ketika mendengar aba-aba “sawega sabet” seperti yang dicontohkan empat prajurit kraton, langsung bisa dipahami sebagai sikap sempurna memegang senjata (pedang).
Ada pula aba-aba “mulat mangiring” yang berarti menoleh ke kiri yang dilakukan saat penghormatan kepada inspektur upacara atau objek yang diberi hormat. Aba-aba yang diteriakkan KRT Hendro Joyonagoro “lumaksana tandya”, itu berarti “maju, jalan”. Dan bila mendengar perintah “lumaksana setengah madya”, itu berarti aba-aba untuk melangkah/jalan “gedrug”. (Won Poerwono-bersambung/i1).