Makam Leluhur Dinasti Mataram dan Cikal-Bakal Pendiri Desa Sukodono
JEPARA, imNews.id – Pengurus dan warga Pakasa Cabang Jepara memanfaatkan hari terakhir di bulan “Ruwah” tahun Jimawal 1957 yang tepat di hari Minggu (10/3), untuk melakukan safari nyadran. Ritual nyadran dilakukan di Astana Pajimatan Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan bersama rombongan 20-an orang, Minggu pagi.
Dari kompleks makam Bupati Jepara pertama itu, rombongan yang dipimpin langsung KRA Bambang S Adiningrat selaku ketuanya, menuju makam Eyang Sentono, seorang leluhur masyarakat, “cikal-bakal” sekaligus pendiri Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan yang juga tempat keluarga KRA Bambang bermukim.
“Kami memanfaatkan hari terakhir nyadran di bulan Ruwah, yang kebetulan Minggu (10/3). Hari itu pas di hari libur, dan Senin (11/3) masih ada libur hari raya Nyepi. Jadi, kami tidak perlu izin khusus untuk meninggalkan pekerjaan. Ada beberapa lokasi yang kami ziarahi, mulai dari makam leluhur Dinasti Mataram”.
“Dari makam pahlawan kami, eyang Ratu Kalinyamat, ada beberapa titik lokasi yang kami ziarahi. Terakhir di makam keluarga saya di Salatiga. Kami mengajak RT Rasmaji, pengurus Pakasa cabang yang selalu bertugas memimpin doa dan tahlil,” ujar KRA Bambang S Adiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang Jepara.
Saat dimintai konfirmasi iMNews.id, kemarin, KRA Bambang S Adiningrat juga menyebutkan, bahwa safari nyadran pengurus Pakasa Cabang Jepara, juga menuju lokasi makam Eyang Sentono di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan. Keluarga Ketua Pakasa Cabang Jepara itu, tinggal di desa ini dan tak jauh dari kompleks makam Eyang Sentono.
Eyang Sentono adalah pendiri Desa Sukodono, karena ditugaskan pemerintahan di zaman Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma sebagai Raja Ketiga Kraton Mataram, sebagai pimpinan toritas penjaga desa tersebut. Tiap tahun, makam tokoh ini selalu diziarahi saat nyadran dan haul wafatnya, terutama oleh Pakasa cabang Jepara.
Lokasi terakhir yang diziarahi dalam safari ritual nyadran KRA Bambang S Adiningrat, adalah lokasi makam keluarganya di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kota Salatiga. Memasuki bulan puasa, Pakasa cabang setempat masih berkegiatan, terutama di hari Sabtu, yang selalu diisi pentas seni dan spiritual religi.
Kepengurusan Pakasa Cabang Jepara yang lahir sekitar 3 tahun lalu, menjadi jembatan tersambungnya kembali tali silaturahmi antara masyarakat Kabupaten Jepara dengan Kraton Mataram Surakarta. Karena, Jepara pernah menjadi bagian dari wilayah Mataram Surakarta yang dipimpin seorang “Bupati Manca”, sampai tahun 1945.
Dalam kajian sejarah yang dilakukan Dr Purwadi selaku Ketua Lokantara Pusat di Jogja, Kabupaten Jepara yang didirikan Ratu Kalinyamat sebagai Bupati Pertama di situ, adalah bagian dari “Tiga Serangkai” daerah di wilayah Gunung Muria yang banyak memiliki makam leluhur Dinasti Mataram keturunan Prabu Brawijaya V.
Mulai dari Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Getas Pendowo dan keluarga besar sampai keturunannya, banyak tersebar di sekitar Gunung Muria. Bahkan tak hanya Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan, juga menjadi wilayah sebaran para tokoh leluhur Mataram itu.
Lahirnya Pakasa Cabang Jepara, selain menjadi jembatan tersambungnya kembali tali silaturahmi antara Kabupaten Jepara dengan kraton, juga menjadi elemen yang bisa menjalin kembali tali silaturahmi masyarakat adat di dalam wadah Pakasa cabang dengan sesama cabang di semua daerah.
Selain itu, banyak masyarakat adat yang selama ini menjaga dan merawat makam para tokoh leluhur Dinasti Mataram, kembali mendapatkan pengayoman dari Kraton Mataram Surakarta sebagai payung besarnya. Para juru-kunci makam dan pamong makam, kini banyak yang mendapatkan penghargaan gelar kekerabatan dari kraton.
Di beberapa kabupaten yang mendapat penghargaan untuk para-juru kunci dan pamong makamnya, termasuk dari Pakasa Cabang Jepara yang mendapatkan penghargaan gelar kekerabatan yang jumlahnya sekitar 25 orang. Jumlah lebih banyak lagi dimiliki Pakasa cabang Pati dan cabang Grobogan.
Selain itu, kraton juga memberi penghargaan kepada para ulama yang ada di antara masyarakat adat di beberapa kabupaten itu, yaitu para abdi-dalem “Kanca Kaji” yang masuk dalam jajaran abdi-dalem ulama. Potensi SDM di bidang spiritual religi ini penting sekali, karena bisa mengatasi krisis yang sebelumnya dialami kraton. (won-i1).