Upacara Wisuda di Eks Kediaman Putra-dalem Sinuhun PB X
IMNEWS.ID – LEMBAGA pendidikan informal “Pasinaon Tata Busana Jawi Saha Paes Penganten Karaton Surakarta Hadiningrat” adalah lembaga paling baru di kraton, karena usianya baru sekitar tiga tahun sejak resmi dibuka di tahun 2021. Oleh sebab itu, tempat yang dijadikan pusat kegiatan belajar-mengajar dan kegiatan lain yang menjadi rangkaiannya, juga belum benar-benar mapan seperti beberapa lembaga lain misalnya Sanggar Pasinaon Pambiwara, yang punya tempat khusus di Bangsal Marcukunda sebagai pusat kegaiatan belajar-mengajar, hingga disebut “Sanggar Marcukunda”.
Tak hanya karena merupakan lembaga baru di kraton, persoalan tempat atau lokasi yang dijadikan pusat belajar-mengajar yang belum mapan juga karena faktor posisi para penginisiasi dan pendiri lembaga “pasinaon” berada di luar kraton saat lembaga tersebut didirikan. Bila melihat proses kelahiran lembaga “pasinaon” ini, sungguh luar biasa, mengingat hampir semua unsur penginisiasi dan pendirinya berada di “masa perjuangan” di luar kraton (2017-2022), masih ditambah dengan tantangan berat masa pandemi Corona yang di awal tahun 2021 sedang “gila-gilanya”.
Bila mencermati lebih jauh, lembaga maupun para tokoh yang berdiri di belakang lembaga “pasinaon” itu seperti misalnya sosok GKR Wandansari Koes Moertiyah, termasuk “lembaga dan orang-orang hebat” yang tidak bedanya dengan sosok-sosok “pejuang tangguh” yang luar biasa. Karena di saat sejumlah sendi kehidupan terutama yang berkait dengan sektor perekonomian, termasuk pula yang berkait dengan dunia pendidikan, apalagi swasta, yang sebelumnya rata-rata “tegak perkasa”, tiba-tiba menjadi berjalan “sempoyongan” atau malah banyak yang berguguran selama pandemi Corona.
Dan di saat itulah, Gusti Moeng selaku Ketua Yayasan Pawiyatan Kabudayan Kraton Mataram Surakarta malah menginisiasi berdirinya lembaga “Pasinaon Tata Busana Jawi Saha Paes Penganten”. Dan Bale Agung yang sedang vakum dan kosong dari kegiatan utamanya sebagai pusat Sanggar Pawiyatan Dalang Kraton Surakarta itu, dijadikan pusat kegiatan belajar-mengajar lembaga “pasinaon” bagi 12 siswa yang didapat di angkatan atau “Babaran” pertama tahun 2021 itu. Bale Agung, adalah bangunan pendapa kecil di utara Alun-alun Lor, bagian dari kawasan cagar budaya Kraton Mataram Surakarta.
Bergerak terus selama pandemi hingga di penghujung berakhirnya “pageblug Mayangkara” di tahun 2023 ini, lembaga “pasinaon” berturut-turut selalu mendapatkan siswa yang jumlahnya terus meningkat tiap “babaran”, hingga peristiwa upacara wisuda “babaran” kedua di Hotel KSPH, Senin (8/5) itu, telah diwisuda 18 orang siswa. Kini, lembaga pendidikan informal di bidang rias dan tata-busana pengantin Jawa gaya Surakarta sudah memasuki “babaran” ketiga, dan siswanya yang berjumlah 17 orang sudah menjalani belajar-mengajar di bulan pertama dari program kursus selama 6 bulan.
“Ini (babara ketiga-Red) sudah berjalan sebulan. Tempatnya tetap di Bale Agung. Karena, kalau dipindah ke dalam kraton, sulit menyimpan barang-barang peralatan belajar-mengajarnya. Karena ada meja-kursi rias kecil, gawang dan sebagainya. Kalau siswanya ada 17 orang, berarti barang-barang peralatan pendukung itu dikalikan 17. Wahhh…, itu bisa membuat pemandangan kurang baik kalau seaidainya proses belajar-mengajar di pindah ke Bangsal Smarakata, atau Bangsal Marcukunda atau yang lain. Betul ngendikanipun Gusti Moeng, biar di sini (Bale Agung) saja,” ujar RM Restu Budi Setiawan.
Memang benar penjelasan RM Restu Budwi Setiawan selaku Ketua “Pasinaon Tata Busana Jawi Saha Paes Penganten Karaton Surakarta Hadiningrat”, aktivitas belajar-mengajar siswa lembaganya berbeda jauh dengan kegiatan sanggar-sanggar pendidikan informal lain milik Kraton Mataram Surakarta. Karena, banyaknya peralatan pendukung yang dibutuhkan setiap siswa, membuat ada tuntutan kebutuhan tempat yang luas untuk menata berbagai keperluan praktik para siswanya, mengingat dalam metode pendidikan lembaga ini lebih banyak praktik dibanding teorinya.
Karena kebutuhan itulah, menurut kandidat doktor di UNS itu kini memaksimalkan lokasi di Bale Agung untuk kegiatan belajar-mengajar siswa lembaga “pasinaon”. Dan karena keterbatasan tempat, lembaga tidak berani menerima siswa lebih dari 25 orang, karena konsekuensinya akan menambah jumlah barang-barang peralatan praktik yang tentu akan menambah sesak ruang praktik dan ruang penyimpanan tersedia. Jumlah dwija (guru)-pun juga belum bisa ditambah untuk melayani siswa lebih dari 25 orang, karena tempat untuk praktik dan ruang penyimpanan peralatan hanya cukup untuk 25 orang itu.
Meski begitu, setelah peristiwa “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022, aktivitas lembaga “pasinaon” juga ikut menikmati angin segar keleluasaan belajar, sesegar keleluasaan yang datang setelah pandemi Corona berlalu. Walau aktivitas belajar tidak bisa dipindah masuk kraton, tetapi kegiatan pendadaran atau ujian para siswa di akhir “babaran”, bisa memanfaatkan ruang-ruang berkarakter dan bersimbol habitat “Jawa” dan “kraton” yang kuat, misalnya saat ujian “babaran II” digelar di Bangsal Smarakata, awal tahun lalu.
“Upacara wisudanya malam ini, meminjam Hotel KSPH. Perlu diketahui, Hotel KSPH ini atau ruang yang kita tempati untuk wisuda ini, ruang pendapanya ini masih seperti aslinya. Secara khusus saya mau mengucapkan terima kasih, karena Hotel KSPH masih merawat dan menjaga keaslian bangunan eks kediaman KGPH Kusumayuda. Beluai adalah salah seorang putra-dalem Sinuhun PB X. Jadi, untuk upacara wisuda lulusan pasinaon paes dan tata-busana pengantin Jawa gaya Surakarta, ya sangat cocok dan pas,” ujar Gusti Moeng dalam sambutan di acara wisuda purnawiyata pasinaon, Senin malam itu. (Won Poerwono-habis/i1)