Menyambut Ramadhan, Pakasa Ponorogo Gelar Tradisi Kenduri “Ambeng Gedang Sewu”

  • Post author:
  • Post published:March 12, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Menyambut Ramadhan, Pakasa Ponorogo Gelar Tradisi Kenduri “Ambeng Gedang Sewu”
SUASANA KENDURI : Suasana saat kenduri "Mapag Wulan Siyam" dengan tema "Ambeng Gedang Sewu", sebagai simbol doa wilujengan masyarakat Kabupaten Ponorogo yang diinisiasi Pakasa cabang Gebang Tinatar, di rumah dinas Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Jumat malam (8/3). (foto : iMNews.id/dok)

Tradisi “Megengan” yang Unik, Digelar di Rumah Dinas Bupati Sugiri Sancoko

PONOROGO, iMNews.id – Masyarakat Kabupaten Ponorogo (Jatim) memiliki tradisi yang unik untuk menyambut datangnya bulan puasa/Pasa Tahun Jimawal 19557 atau Ramadhan tahun 1445 Hijriyah. Tradisi unik itu adalah kenduri wilujengan dan objek yang didoakan hampir semuanya pisang “Raja”, selain dua nasi tumpeng kecil.

Dan kenduri “Ambeng (objek-Red) Gedang Sewu” sebagai tahapan tradisi setelah nyadran di bulan “Ruwah” itu, diinisiasi Pakasa Cabang Ponorogo dan digelar di rumah dinas Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Jumat malam (8/3) yang dihadiri sekitar 300 warga Pakasa dan berbagai elemen masyarakat setempat.

“Kalau dalam tradisi Jawa, kenduri yang digelar sesudah nyadran untuk menyambut Ramadhan, disebut ‘megengan’. Kalau pada umumnya kenduri dalam ‘megengan’ rata-rata yang didoakan ‘ambengannya’ nasi tumpeng dengan lauk-lauk, di Ponorogo, ambengannya gedang (gedhang-Red) sewu,” jelas Ketua Pakasa Cabang Ponorogo.

KRRA MN Gendut Wreksodiningrat selaku Ketua Pakasa cabang “Gebang Tinatar” (Kabupaten) Ponorogo, ketika dimintai konfirmasi iMNews.id siang tadi menjelaskan, ritual “Megengan” dengan kenduri wilujengan yang digelar di rumah dinas bupati itu dihadiri 300-an orang, berseragam khas kostum adat “Panaragan”.

KENDURI UNIK : Tradisi “Mapag Wulan Siyam” dengan kenduri yang isinya hanya pisang jumlahnya “seribu” atau “Ambeng Gedang Sewu”, adalah kenduri unik khas masyrakat Kabupaten Ponorogo yang diinisiasi Pakasa Cabang Ponorogo di rumah dinas Bupati Ponorogo, Jumat malam (8/3). (foto : iMNews.id/dok)

Kostum khas “Panaragan” adalah kostum yang punya cirikhas sama dengan kostum yang dikenakan dalam kesenian tradisional Reog Ponorogo, dengan “iket” (ikat kepala khas), baju dan celana komprang warna hitam serta membawa “dhadung lawe” yang dililitkan di lingkar pinggang.

Kabupaten Ponorogo yang budayanya terbentuk mulai dari Kraton Majapahit hingga menjadi bagian dari Kraton Mataram Surakarta, punya cirikhas yang sangat berbeda, eksotik, unik dan indah hampir dalam segala hal dalam kehidupannya. Termasuk, beberapa tradisi yang masih dipelihara masyarakatnya hingga kini.

Menurut, KRRA MN Gendut, tradisi “megengan” Jumat malam (8/3) didahului dengan doa tahlil yang dipimpin MNg Sunardi Rekso Puspoko. Dalam kenduri wilujengan menyambut bulan Ramadhan itu, juga disajikan tembang “tulak-balak” yang berjudul “Singgah-singgah Kala Singgah” oleh KRRA MN Gendut Wreksodiningrat.

“Setelah itu, dilanjutkan kidung sarira ayu oleh KRAT Prayit Dwijonagoro. Dalam menyambut bulan suci dalam suasana spiritual religi, nuansa budaya Jawa dalam hampir semua aktivitas masyarakat Ponorogo, kenthal sekali. Sebagai rangkaian penutup, adalah sambutan Bupati Ponorogo,” jelas KRRA MN Gendut.

BUSANA “PANARAGAN” : Baik Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Ketua Pakasa cabang Ponorogo KRRA MN Gendut Wreksodiningrat dan sekitar 300 peserta yang hadir pada kenduri “Mapag Wulan Siyam” di rumah dinas bupati, Jumat malam (8/3), sampir semuanya mengenakan busana khas seni reog “Panaragan”. (foto : iMNews.id/dok)

Masyarakat Kabupaten Ponorogo terutama yang selalu dimotori Pakasa cabang “Gebang Tinatar”, sangat proaktif dalam menjalankan berbagai tradisi dalam bingkai budaya Jawa peninggalan leluhur yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. KRAT Sunarso Suro Agul-agul, disebutkan sebagai salah satu tokoh penggeraknya.

Seperti diketahui, KRAT Sunarso Suro Agul-agul adalah Wakil Ketua Pakasa “Gebang Tinatar” (Ponorogo), tetapi juga menjadi pimpinan Paguyuban Reog “Katon Sumirat” selaku ketuanya. Paguyuban itu memiliki anggota seniman reog di Kabupaten Ponorogo, Magetan, Ngawi, Karanganyar, Madiun dan sebagainya.

Salah satu contoh proaktif Pakasa Cabang Ponorogo dalam pelestarian budaya Jawa, ketika Pemkab Ponorogo menggelar peringatan dan perayaan Hari Jadi Kabupaten dengan tema “Grebeg Sura” Ponorogo, yang rutin digelar tiap tahun dalam waktu, dengan berbagai macam kegiatan dan melibatkan sejumlah daerah untuk mengisi acara.

Tak hanya itu, Pakasa Cabang Ponorogo juga aktif menampilkan kekayaan dan kemampuannya secara representatif dalam berbagai upacara adat yang digelar di Kraton Mataram Surakarta. Termasuk saat digelar kirab budaya peringatan Hari Jadi Pakasa hingga tahun 2023 lalu.

SAAT NYADRAN : Ketua Pakasa Cabang Gebang Tinatar, KRRA MN Gendut Wreksodiningrat, dalam penampilan lain, berbusana adat Jawa lengkap, saat mengikuti rombongan dari Kraton Mataram Surakarta nyadran di beberapa lokasi makam leluhur Dinas Mataram, belum lama ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Di bulan “Ruwah” ini, Pakasa Cabang Ponrogo bersama Paguyuban Katon Sumirat sempat mengisi waktu dengan aksi demo 7 unit reog untuk beraksi di lapangan “Cangkol”, Bekonang. KRRA MN Gendut Wreksodiningrat juga hadir  di kediaman KRT Cahyo Jayengnagoro, anggota paguyuban di Desa Laban, Kecamatan Laban, Sukoharjo itu.

Sebelumnya, warga Pakasa Cabang “Gebang Tinatar” bersama rombongan dari kraton nyadran di beberapa lokasi makam leluhur Dinasti Mataram. Jumat malam, Pakasa cabang menginisiasi ritual “megengan” dengan tema “Mapag Wulan Ruwah” yang isinya “Ambeng Gedhang Sewu” atau seribu pisang untuk menyambut bulan Ramadhan. (won-i1).