Di Makam Mertua Sinuhun PB IV, yang Putrinya Menurunkan Sinuhun PB V
SURAKARTA, iMNews.id – Agenda safari “Tour de Makam” untuk “nyadran” di bulan “Ruwah” yang dilakukan “Bebadan Kabinet 2004” pimpinan Gusti Moeng di tahun 2024 ini, tinggal perjalanan Kamis (29/2) besok ke Kabupaten Pamekasan, Madura (Jatim). Lokasi yang dituju rombongan kraton adalah Astana Pajimatan Desa Kolpajung, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Madura.
Di Astana Pajimatan “Raja” Ronggosukowati itu di Jalan KH Agus Salim, Pamekasan, Madura itu, bersemayam Raden Tumenggung (RT) Adipati Tjakra Adiningrat I atau Adipati Cokrodiningrat yang tidak lain adalah ayah dari RAy Sakaptinah dan RAy Handayawati. Kedua putri Adipati Pamekasan itu, secara berturut-turut diperistri Sinuhun PB IV (1788-1820).
Dari perkawinan Sinuhun PB IV dengan RAy Handayawati, melahirkan RMG Sugandi yang kemudian menggantikan tahta sang ayah dengan gelar Sinuhun PB V (1820-1823). Makam mertua Sinuhun PB IV itu baru didengar Gusti Moeng di tahun 2010-an dan baru kali pertama diziarahi “Bebadan Kabinet 2004” di tahun 2016.
Kompleks makam Astana Pajimatan Ronggosukowati yang menurunkan RT Adipati Tjakra Adiningrat itu, menjadi agenda terakhir perjalanan safari “Tour de Makam” untuk nyadran para tokoh leluhur Dinasti Mataram, yang akan dilakukan “Bebadan Kabinet 2004”, Kamis (29/2) besok, dari Surakarta sekitar pukul 04.00 WIB dan diperkirakan tiba di tujuan sekitar pukul 10.00 WIB.
Media istana Mataram News.id (iMNews.id) mencatat, perjalanan safari nyadran di bulan “Ruwah” rombongan dari Kraton Mataram Surakarta yang akan dipimpin langsung Gusti Moeng itu, adalah perjalanan ke-4 sejak kali pertama dilakukan 2016. Para tokoh leluhur Dinasti Mataram yang bersemayam di Kabupaten Pamekasan itu, punya makna tersendiri bagi Kraton Mataram Surakarta.
“Itu berarti, mulai Sinuhun PB V sampai sekarang, termasuk diri saya, punya darah keturunan Madura. Kedua putri Adipati Tjakra Adiningrat I itu jadi permaisuri Sinuhun PB IV semua lo. Selain secara genetika menurunkan sifat dan karakter, hadirnya darah Madura juga diabadikan dalam karya seni”.
“Tari Srimpi Ludira Madu karya Sinuhun PB V itu, adalah salah satu karya seni yang memaknai hubungan darah antara Jawa dan Madura itu. Ludira artinya darah, Madu adalah kependekan dari nama Madura. Jadi, Sinuhun PB V hendak melukiskan bahwa dirinya adalah berdarah Madura. Dan hubungan perkawinan itu diabadikan dalam karya tari,” jelas Gusti Moeng kepada iMNews.id.
Penjelasan Gusti Moeng dalam beberapa kesempatan percakapan dengan iMNews.id itu, juga dikuatkan pernyataan KP Budayaningrat selaku dwija Sanggar Pasinaon Pambiwara dan juga Dr Purwadi selaku peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja, yang banyak melakukan penelitian dan kajian sejarah secara khusus terhadap Mataram dan Mataram Surakarta.
Safari nyadran yang dilakukan “Bebadan Kabinet 2004” pimpinan Gusti Moeng pada beberapa kali sebelumnya, diwujudkan dalam format prosesi kirab budaya yang didukung rombongan dari Kraton Mataram Surakarta dengan masyarakat adat setempat. Dalam tiga kali nyadran sebelumnya, Gusti Moeng selalu membawa beberapa Bregada Prajurit termasuk Korsik Tamtama, untuk memandu kirab.
“Besok ada satu bus besar isi 50-an orang yang menuju Pamekasan, Madura. Di antaranya, ada 15-an orang anggota Bregada Prajurit Tamtama khusus korp musik (korsik). Tetapi ada beberapa mobil pribadi yang juga menyertai ke sana. Di antaranya, mobil Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah),” ujar KRT Darpo Arwantodipuro, staf Pengageng Sasana Wilapa.
Hingga malam ini, iMNews.id belum mendapat informasi lebih lanjut mengenai rangkaian safari nyadran yang dituju selain Astana Pajimatan Ronggosukowati yang di dalamnya ada makam keluarga kecil RT Adipati Tjakra Adiningrat I atau mertua Sinuhun PB IV itu. Karena pada safari “Tour de Makam” sebelumnya, ada beberapa lokasi makam lain di Madura yang juga diziarahi.
Komleks makam Pangeran Pulang Jiwa di Astana Pajimatan “Asta Tinggi” di Desa Kebonagung, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, pernah diziarahi dua kali dengan prosesi kirab prajurit. Juga makam keluarga besar Adipati Bangkalan di Astana Pajimatan “Aer Mata Ebu” (Air Mata Ibu-Red) di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, pernah dua kali diziarahi.
Tak hanya bersafari “Tour de Makam” dalam rangka “nyadran” atau “Ruwahan”, perjalanan “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat pada tahun-tahun sebelumnya juga dirangkai dengan lawatan seni. Di Kabupaten Pamekasan tahun 2022 misalnya, sampai digelar sebuah jamuan untuk rombongan dari kraton.
Saat itu, rombongan “Muhibah Budaya” menggelar tari Bedaya Kirana Ratih di Pendapa Kabupaten Pamekasan sebagai persembahan Kraton Mataram Surakarta kepada Pemkab setempat yang telah menggelar jamuan untuk menyambut rombongan dari kraton. Bahkan, acara di malam menjelang prosesi nyadran esoknya itu, diserahkan kekancingan gelar kekerabatan kepada Bupati Pamekasan.
Di Kabupaten Bangkalan, kedatangan rombongan “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng saat itu, juga diterima dalam sebuah jamuan di rumah dinas bupati setempat. Begitu pula, saat nyadran di Kabupaten Sumenep, jamuan makan dan suguhan seni dipersembahkan Pemkab setempat di rumah dinas bupati yang menempati bangunan bekas “kraton” Sumenep. (won-i1).