Gusti Moeng Bijak, Abdidalem Prajurit dan Warga Pakasa Tidak Berhujan-hujan

  • Post author:
  • Post published:February 17, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Gusti Moeng Bijak, Abdidalem Prajurit dan Warga Pakasa Tidak Berhujan-hujan
MASIH CERIA : Putra mahkota tertua KGPH Hangabehi masih tampak ceria bercanda dengan beberapa sentanadalem di teras Nguntarasana, sebelum mengikuti upacara adat tingalan jumenengan SISKS PB XIII, Kamis siang (16/2), kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kirab Jadi “Panggung Pengganti” yang tak Mendatangkan Pujian

SURAKARTA, iMNews.id – Pertimbangan Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa yang menyarankan agar para abdidalem prajuritnya tidak mengikuti kirab yang dilaksanakan Sinuhun PB XIII seusai upacara adat tingalan jumenengan, Kamis sore (16/2) kemarin, dianggap sangat tepat dan bijaksana. Karena, selain dua tim prajurit ternyata belum bisa disatukan sesuai “angin perdamaian” yang berhembus, sepanjang perjalanan sejak berangkat sampai kembali ke kraton, iring-iringan kirab Sinuhun PB XIII yang diikuti sejumlah rombongan yang diangkut 14 unit kereta kuda termasuk Wali Kota Surakarta, diguyur hujan deras sekali bahkan sebagian jalan yang dilalui cepat tergenang setinggi 20-40 cm.

“Dhawuh dan pertimbangan beliau tepat sekali. Bijaksana. Sehingga para prajurit yang bertugas pada upacara adat tingalan, tidak ikut berhujan-hujan sampai thili-thili. Mungkin karena pertimbangan beliau juga, tidak memberi dawuh kepada para prajurit yang ditugaskan pada upacara adat. Karena yang mengikuti kirab sudah ada kelompok prajurit (dari Sasana Putra-Red) yang bertugas,” jelas KP Tanto Prawiroyudo selaku koordinator lapang prajurit yang bertugas di upacara adat, menjawab pertanyaan iMNews.id, siang tadi.

TUGAS PENGHORMATAN : Karena pengalamannya, para abdidalem prajurit yang dipimpin KRMH Bimo Joyo Adilogo (Manggala) dan KP Tanto Prawiroyudo (Korlap), mendapat tugas apel penghormatan saat Sinuhun PB XIII hadir di tempat upacara tingalan jumenengan, Kamis siang (16/2) dan tidak ikut “berhujan-hujan” mengawal kirab, sorenya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti pernah dijelaskan Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa dalam rapat koordinasi dengan para pengurus Pakasa cabang berbagai daerah (29/1/2023) dan rapat khusus dengan para prajurit (12/2/2023), para pengurus dan warga Pakasa yang ikut sowan pada upacara adat tingalan jumenengan, diizinkan langsung pulang begitu rangakaian upacara tingalan berakhir. Karena, banyak di antara pengurus Pakasa cabang dan rombongannya, datang dari tempat yang jauh dari Surakarta, terlebih suasananya sedang banyak hujan dan karena itu disarankan tidak perlu mengikuti kirab.

Hal serupa juga disampaikan Gusti Moeng di depan para prajurit yang dipimpin KP Tanto Prawiroyudo selaku koordinator lapangan (Korlap). Sehabis bertugas dalam penghormatan kepada Sinuhun PB XIII dalam upacara adat tingalan jumenengan, kemarin siang, tidak ada “dhawuh” untuk bertugas mengawal jalannya kirab Sinuhun PB XIII dan para penggembira termasuk Wali Kota Surakarta, yang terdiri dari 14 kereta berkuda koleksi kraton itu. Dan iring-iringan kirab itu, sejak berangkat sekitar pukul 16.00 WIB hingga kembali ke kraton menjelang magrib, terus diguyur hujan deras selama perjalanan.

SUASANA UPACARA : KRT Bagiyono Rumeksonagoro (Ketua Pakasa Cabang) bersama rombongannya dari Kabupaten Magelang merasakan suasana di halaman Pendapa sasana Sewaka saat berlangsung upacara adat tingalan jumenengan SISKS PB XIII, Kamis (16/2) kemarin. (foto : iMNews.id/dok)

Memang benar, pemandangan saat berlangsungnya kirab yang menandai peringatan ulang tahun tahta ke-19 SISKS PB XIII, Kamis sore (16/2), sepanjang perjalanan hampir 2 jam sejak berangkat dari kraton, diawali dengan hujan rintik-rintik lalu hujan deras tiba saat perjalanan baru menempuh sekitar 1 KM. Rute yang dilalui sama dengan rute kirab pusaka menyambut Tahun Baru Jawa 1 Sura, oleh sebab itu perjalanan kirab yang masih jauh itu harus berkurang lajunya karena hempasan hujan yang sangat deras, hingga membuat sejumlah titik rute tergenang air dari 20 hingga 40 cm ketinggiannya.

Pemandangan kirab agung itu menjadi terkesan “sia-sia” yang konon dibiayai dengan dana hibah dari APBD Pemkot Surakarta, karena terkesan gagal apabila dimaksudkan sebagai hiburan atau pertunjukan yang diharapkan bisa menarik perhatian dan menghibur warga Kota Surakarta, khususnya. Karena, di sepanjang rute yang dilalui tampak sedikit sekali yang menyaksikan, malah sebaliknya perjalanan kirab lebih banyak terganggung oleh berbagai jenis kendaraan yang melintas seiring atau berlawanan, yang rata-rata bergegas ingin melintas atau menghindar dari hujan.

BERSAMA KGPH HANGABEHI : KRAT Seviola Ananda Reksobudoyo (Ketua Pakasa Cabang) bersama rombongan pengurus dari Kabupaten Trenggalek (Jatim), sempat berfoto bersama putra mahkota tertua KGPH Hangabehi di gedhong Sasana Handrawina di sesi makan siang bersama seusai upacara tingalan, kamis siang (16/2). (foto : iMNews.id/dok)

Peristiwa upacara adat tingalan jumenengan ke-19 tahun ini, ada “dua pertunjukan” yang dijadikan representasi wujud “perdamaian” yang dicapai antara Sinuhun PB XIII dengan adiknya, Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa. Satu “pertunjukan” berupa upacara adat tingalan jumenengan, telah memberi kesempatan kepada Gusti Moeng untuk menunjukkan kesungguhan dan kapasitasnya sebagai pemelihara/pelestari seni budaya, yang disimbolkan dengan tersajinya tari Bedaya Ketawang dengan tatacara adat yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, serta didukung berbagai elemen Lembaga Dewan Adat yang telah melegitimasi kerja adatnya.

Sementara, “pertunjukan” kedua adalah kirab agung yang dipersepsikan melengkapi peristiwa tingalan jumenengan, tetapi dalam tata-laksananya kurang didukung situasi dan kondisi yang menguntungkan, karena sepanjang perjalanan kirab “dihajar hujan deras”, karena terkesan “memaksakan kehendak”. Selain itu, kirab itu juga tidak sepenuhnya didukung kalangan prajurit, karena satu kelompok yang bertugas pada upacara adat sebelumnya, tidak diikutkan kirab sebagai jawaban logis atas ketidakhadiran kelompok prajurit lain ketika hendak diajak berunding, yang akhirnya diputuskan/diasumsikan bertugas mengiring kirab “sambil berhujan-hujan”.

PENGALAMAN PERTAMA : Bagi KRAT Sukoco (Ketua) dan romobongan pengurus Pakasa Cabang Nganjuk (Jatim), bisa mengikuti upacara adat tingalan jumenengan, Kamis siang (16/2) merupakan pengalaman pertama yang dinanti-nanti, terlebih bisa bertemu KPRP Joko Wasis Sontonagoro dalam suasana upacara adat. (foto : iMNews.id/dok)

Meski terasa “tersendat” dalam proses “perdamaian” di tingkat bawah, namun bagi para pengurus Pakasa cabang dari berbagai daerah di Jateng dan Jatim yang hadir baik untuk kali pertama atau setelah sekian lama baru di tahun ini kembali merasakan, membuat mereka ikut merasakan sukacita karena berhembusnya angin “perdamaian”. Misalnya yang dirasakan Ketua Pakasa Cabang (Kabupaten) Nganjuk (Jatim), KRAT Sukoco, bersama rombongannya, yang bisa bertemu dengan warga dan pengurus pakasa cabang lain, bersama-sama sowan dan bersilaturahmi dalam suasana upacara adat tingalan jumenengan yang baru kali pertama dialami.

Pakasa Cabang Nganjuk menyampaikan penghargaan tinggi kepada Gusti Moeng yang telah membawa angin segar perdamaian, sehingga warga dan pengurus Pakasa dari berbagai cabang bisa bertemu dan mendapat pengalaman ikut menikmati suasana upacara adat tingalan jumenengan. Hal serupa juga diungkapkan KRAT Seviola Ananda Reksobudoyo selaku Ketua Pakasa Trenggalek (Jatim) yang datang bersama rombongannya. Dia mengaku berbahagia bersama pengurus bisa bertemu sesama pengurus cabang dari Pakasa Jepara, Nganjuk, pengurus Pakasa Punjer KRMH Kusumo Wibowo bahkan bisa mengiringi putra mahkota tertua KGPH Hangabehi, untuk menuju tempat jamuan makan bersama di gedhong Sasana Handrawina. (won-i1)