Kirab Budaya Prosesi “Ruwahan”, Jalan Kaki dari Kantor Dinas Kemendikbud ke Makam Kolpajung
PAMEKASAN, iMNews.id – Safari agenda “Tour de Makam” yang dilakukan “Bebadan Kabinet 2004” Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng di Kabupaten Pamekasan, Madura (Jatim), ditandai pemberian tali-asih berupa gelar kekerabatan untuk melanjutkan ikatan tali persaudaraan antara Madura dan Surakarta yang sudah terjadi di masa silam.
Tali-asih berupa kekancingan (SK-Red) tentang gelar kekerabatan itu, diberikan kepada H Khairul Umam, seorang tokoh masyarakat di Kabupaten Pamekasan. “Partisara kekancingan” gelar kekerabatan Kangjeng Raden Tumenggung (KRT) dengan “sesebutan” Khairul Umam Hadinagoro itu, diserahkan Gusti Moeng selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA), Kamis pagi (29/2).
Sebagai tanda wisuda menjadi abdi-dalem Kraton Mataram Surakarta, GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani juga mengalungkan samir kepada KRT H Khairul Umam Hadinagoro. Acara kecil di gedung pertemuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Pamekasan itu, dilanjutkan penyerahan cinderamata dan berfoto bersama, termasuk GRAy Devi Lelyana Dewi dan KPH Edy Wirabhumi.

“Tahun ini, kami rombongan dari Kraton Mataram Surakarta, kembali datang ke Pamekasan untuk sowan nyadran. Tokoh yang akan kami sowani, adalah KRT Adipati Tjakra Adiningrat I, beliau adalah mertua Sinuhun PB IV. Jadi, ada dua putri beliau, yang diambil sebagai permaisuri. Yaitu KRAy Sakaptinah dan KRAy Handayawati”.
“Makam beliau ada di Astana Pajimatan Panembahan Ronggosukowati. Kami sudah, kalau tidak salah keempat kali ini sowan nyadran ke sini. Intinya, bahwa antara Surakarta dan Madura itu sudah terjalin silaturahminya sebagai satu saudara, sejak peristiwa perkawinan Sinuhun PB II itu. Antara Surakarta dan Madura, sudah bukan orang lain lagi. Tetapi sebagai satu saudara”.
“Untuk itu, kalau saat ini kami bertemu lagi dan ada salah satu tokoh dari Pamekasan yang akan menerima gelar kekerabatan dari Kraton Surakarta, sesungguhnya hanyalah untuk meneruskan ikatan persaudraaan itu. Semoga ikatan persaudaraan Surakarta dan Madura, menjadi semakin kuat, kini dan selamanya,” harap KPH Edy Wirabhumi yang memberikan kata pengantar.

Kata pengantar KPH Edy Wirabhumi baik selaku Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS) maupun Pangarsa Punjer Pakasa itu, diberikan saat memberi sambutan untuk mengantar penyerahan kekancingan kepada KRT Khairul Umam Hadinagoro. Dalam wawancara dengan para awak media setempat, KPH Edy Wirabhumi dan Gusti Moeng bergantian memberi penjelasan.
“Jadi, KRAy Sakaptinah wafat setelah anak satu-satunya baru berumur 1,5 tahun. Anak lelaki itu, kemudian menggantikan tahta Sinuhun PB IV sebagai raja bergelar Sinuhun PB V. Setelah KRAy Sakaptinah wafat, Sinuhun PB IV mengambil KRAy Handayawati yang kelak melahirkan beberapa putra yang jumeneng sebagai Sinuhun PB VI, lalu VII dan VIII,” jelas Gusti Moeng.
Wawancara singkat itu segera berakhir, karena barisan prosesi kirab segera ditata dan diberangkatkan. Selain lebih 50 anggota rombongan dari Kraton Mataram Surakarta, ada beberapa warga setempat di antaranya dari PC Perguruan silat PSHT Kabupaten Pamekasan dan para pecinta keris yang tergabung dalam komunitas “Rumah Budaya” dari beberapa kabupaten di pulau Madura.

Prosesi kirab jalan kaki yang dipandu Bregada Prajurit Korsik Tamtama dari kraton berangkat dari halaman kantor Dinas Kemendikbud Pamekasan sekitar pukul 11.00 WIB, dan setelah menempuh perjalan sekitar 1 KM, prosesi tiba di Astana Pajimatan Panembahan Ronggosukowati, di Desa Kolpajung, Kecamatan Kota, Kabupaten Pamekasan sekitar 30 menit kemudian.
Tiba di kompleks makam, tempat yang dituju rombongan “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng kali pertama adalah kompleks cungkup makam Bupati Pamekasan, KRT Adipati Tjakra Adiningrat I, yang ada di sisi paling pinggir sayap kiri kompleks makam. Gapura pintu masuk kompleks makam terbilang kecil, tetapi jalan menuju cungkup makam itu, lebih kecil lagi.
Tak lama kemudian, ritual nyadran di bulan “Ruwah” Tahun Jimawal 1957 atau Sya’ban Tahun Hijriyah 1445 itu dimulai di depan pusara KRT Adipari Tjakra Adiningrat dan keluarga besarnya. Abdi-dalem jurusuranata MNg Irawan Wijaya Pujodipuro menerima dhawuh untuk memimpin doa, tahlil, syahadat quresh dan shalawat Sultanagungan yang selesai dalam 20 menit.

Selesai doa dan tahlil, Gusti Moeng berdoa sebelum membuka pintu pusara dan segera memasang “sangsangan” bunga di “maijan” kedua pusara (suami-istri KRT Adipati Tjakra Adiningrat I). KPH Edy Wirabhumi, GKR Timoer Rumbai dan GRAy Devi mendapat giliran berikut melakukan hal yang sama. Tabur bunga juga dilakukan di pusara tokoh keluarga besar di dalam cungkup itu.
Para sentana-dalem dan sentana-garap serta anggota rombongan lain, juga bergiliran mengikuti tabur bunga dan berdoa. Saat itu, Gusti Moeng, KPH Edy, Gusti Timoer dan Gusti Devi, sudah berpindah ke belakang atau tengah, di cungkup makam Panembahan Ronggosukowati, tokoh yang menurunkan KRT Adipati Tjakra Adiningrat I yang ditulis di papan nama sebagai “Raja Madura”.
Selesai nyadran di Astana pajimatan Panembahan Ronggosukohawti itu, selesailah seluruh perjalanan safari nyadran Bebadan Kabinet 2004 yang dipimpin Gusti Moeng. Waktu sudah menunjuk lebih dari pukul 15.00 WIB. Safari nyadran diakhiri di situ, dan agenda perjalan ke kompleks makam “Aer Mata Ebu di” di Kabupaten Bangkalan dan “Asta Tinggi” Kabupaten Sumenep, ditiadakan. (won-i1).