Budaya Jawa dan Sejarah Kraton Mataram Sudah tak Dikenal Masyarakat Kudus
KUDUS, iMNews.id – Masyarakat adat di Kabupaten Kudus yang kini sudah melembaga dalam embrio Pakasa cabang dan KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro dipercaya sebagai “Plt” ketuanya, tak lama lagi akan dikukuhkan menjadi Pakasa cabang penuh dengan kedudukan ketuanya secara definitif dan ditetapkan secara penuh pula.
Namun, KRA Panembahan Didik tidak ingin sekadar membentuk kepengurusan cabang dan ditetapkan secara resmi. Dia berharap, setelah kepengurusan dikukuhkan dan dilantik secara resmi, akan segera mengembangkan struktur keorganisasiannya sampai terbentuk kepengurusan di tingkat anak cabang (Ancab) di tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Kudus.
Bahkan tidak hanya itu, tokoh yang sudah disebut “Kyai” karena memiliki santri sampai seribuan jumlahnya dari tiga majlis yang dia pimpin itu, berencana akan menempuh proses pembelajaran tentang budaya Jawa dan sejarah Mataram terutama Surakarta, agar semua pengurus dan warga Pakasa cabang paham benar tentang asal-usulnya serta tujuannya menjadi insan Pakasa.
“Terutama saya, ingin sekali terus belajar budaya Jawa dan sejarah para leluhur Mataram, khususnya Mataram Surakarta. Itu sangat penting bagi saya. Karena posisi di sini (Kudus) sudah dianggap Kyai. Murid atau santri saya banyak, bisa seribuan kalau dihitung dari tiga majlis taklim yang saya pimpin”.
“Jadi, kalau tentang agama memang sudah menjadi bidang saya. Karena saya mengajar agama kepada para santri. Tetapi, saya harus menguasai budaya Jawa dan sejarah Mataram, terutama tentang Mataram Islam. Jadi, saya harus bisa menjelaskan dan menjawab kalau para santri saya bertanya di mana letak ke-Islaman Mataram?,” tandas KRA Panembahan Didik Gilingwesi.
“Plt” Ketua Pakasa Cabang Kudus yang dimintai konfirmasi iMNews.id di kediamannya Lembah Pedangkungan, Desa Singocandi, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, siang tadi menjelaskan rencananya sehubungan akan diresmikannya kepengurusan Pakasa cabang secara penuh dalam waktu dekat.
Yang menyangkut rencana peristiwa upacara pengukuhan dan pelantikan kepengurusan Pakasa, tokoh yang memiliki garis trah keturunan dari Sunan Kudus itu mengaku sudah mendapatkan legalisasi draft susunan pengurus secara lengkap yang disertai kopi AD/ART. Tetapi, pihaknya masih menunggu penentuan waktu pelaksanaan upacaranya dari pengurus Pakasa Punjer di Surakarta.
KRA Panembahan mengaku, selama lebih setahun berjalan embrio Pakasa Cabang Kudus menjalankan “gawa-gawe” dan “labuh-labet” sebagai penjabaran semboyan “Saraya, Setya, Rumeksa Budaya Bangsa” itu, dirasakan ada sesuatu yang kurang setelah benar-benar dipahami apa yang dijalankan sebagai abdi-dalem maupun dalam kapasitas sebagai pimpinan Pakasa.
“Saya merasa, bahwa saya masih sangat banyak kekurangannya, terutama ketika saya ditempatkan dan dipercaya menjadi pimpinan Pakasa. Saya merasa bertanggung-jawab terhadap posisi saya dan apa yang saya lakukan terhadap semua warga Pakasa yang saya pimpin. Intinya, saya harus banyak belajar dan belajar, karena saya pasti akan menjadi tempat untuk bertanya”.
“Sebagai Ketua Pakasa yang dianggap sangat paham unggah-ungguh basa, budaya Jawa, sejarah kraton dan Mataram Surakarta dan sebagainya. Kalau suatu saat saya ditanya tapi tidak bisa menjawab, ‘kan ngisin-isini (memalukan-Red). Saya juga sering ditanya orang-orang yang tidak paham soal pangkat yang baru saja diterimanya. Ini ‘kan menggelikan”.
“Seorang ketua Pakasa harus bisa menjawab dan memberi contoh yang benar. Karena, berbusana adat Jawa bagi masyrakat adat yang menjadi warga Pakasa, akan selalu berkait dengan Kraton Mataram Surakarta. Ketika sowan ke kraton, pasti ada aturan paugeran adat secara baku yang berlaku bagi semua, termasuk dalam hal berbusana”.
“Kalau ketika mengikuti pisowanan, yang berpangkat ‘KRA’ ke bawah, untuk mengenakan sabuk saja ada aturannya soal warna, motif jarik batik, jenis dan cara mengenakan keris. Antara pisowanan upacara adat, layat dan pisowanan lain juga ada aturannya. Ini yang harus saya pahami sebagai Ketua Pakasa, dan harus jadi teladan bagi warga saya,” tandasnya.
Untuk itu, lanjutnya, setelah kepengurusan Pakasa disahkan nanti, dirinya dan kalau ada pengurus yang punya kesempatan, akan menjalani kursus pengetahuan dasar tentang budaya Jawa dan sejarah. Pengetahuan ini yang akan disebarluaskan ketika dirinya mengajar ngaji para santrinya, bahkan sudah dimulai dalam setahun ini.
Tak hanya pengetahuan tentang budaya Jawa terutama tata-krama, tata bahasa dan tata busana adat Jawa, sejarah tentang Mataram Islampun akan dijadikan bahan ajar. Menurut hematnya, hal-hal itu sangat penting yang akan disertakan dalam pengembangan organisasi, dan upaya pelestarian budaya Jawa yang bersumber dari kraton di wilayah Kabupaten Kudus.
KRA Panembahan Didik memahami, budaya Jawa dan sejarah tentang Kraton Mataram sebagai penerus Mataram Islam, nyaris tidak dikenal masyarakat kabupaten Kudus, terutama kalangan generasi mudanya. Untuk itu, Pakasa cabang akan dijadikan sarana untuk kembali memperkenalkan itu, agar masyarakat Kudus ikut memiliki dan menjadi pelestari budaya Jawa dan kraton. (won-i1).