KRT Sukadi PH : “Sejak 2008 malah lebih sering gelar kirab budaya untuk memeriahkan haul…”
IMNEWS.ID – WALAUPUN tidak menurunkan secara langsung raja-raja Dinasti Mataram sampai Mataram Surakarta, tokoh leluhur dinasti yang dimakamkan di Desa Jatiroto, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, ternyata punya kepopuleran akibat perannya di bidang lain. Walaupun, banyaknya peziarah di makamnya, bukan karena alasan perannya di satu bidang ini.
“Ki Bagus Kuncung Haryo Mataram, banyak berperan dalam menginspirasi penulisan-penulisan karya sastra para pujangga. Misalnya unsur-unsur yang tertampung dalam ‘Serat Centhini’ karya Sinuhun PB V (1820-1823). Hasil identifikasinya terhadap lingkungan alam di kawasan pegunungan Kendheng, menjadi bagian isi karya sastra itu,” jelas Dr Purwadi menjawab iMNews.id, siang tadi.
Peneliti sejarah yang sudah dituangkan ke dalam buku lebih dari 100 judul itu, saat dimintai penjelasannya soal kisah tokoh Ki Bagus Kuncung, banyak menuturkan soal peran tokoh leluhur Dinasti Mataram ini di bidang penguasaan pengetahuan alam di lingkungan kawasan tempatnya bermukim, yaitu di kawasan pegunungan Kendheng dan kawasan Gunung Muria.
Dari eksplorasi yang dilakukan terhadap isi lingkungan kawasan yang dekat dengan tempatnya tinggal, disimpulkan ada lima jenis potensi kekayaan alam di sekitarnya, yaitu kayu jati (hutan), minyak bumi, material bahan semen, produk “pari gaga” sebagai jenis varian padi yang hidup dengan minim air, kemudian potensi kekayaan burung “Perkutut”.
Kajian yang dilakukan Ketua Pusat Olah Kajian Nusantara (Lokantara) di Jogja terhadap karya-karya eksploratif menyebutkan, “inventarisasi” kekayaan alam di kawasan pegunungan Kendheng dan Gunung Muria yang dilakukan Ki Bagus Kuncung telah memberi kemudahan kepada Sinuhun Paku Buwana (PB) II (1727-1749).
Potensi kekayaan alam itulah yang menjadi salah satu modal Sinuhun PB II, terutama kayu jati hutan sebagai material utama untuk membangun infrastruktur Ibu Kota Mataram di Surakarta, seperti yang masih banyak tersisa di kawasan Kraton Mataram Surakarta seluas 90 hektare, dan kawasan kedhaton seluas 8,5 hektare tersebut.
Dari silsilah yang disimpan KRT Suhadi PH selaku juru-kunci makam Ki Bagus Kuncung Haryo Mataram menyebutkan, tokoh itu adalah cucu dari Kyai Ageng Henis yang dimakamkan di Astana Pajimatan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Dia lahir dari Kanjeng Ratu Pati, istri Ki Ageng Pemanahan dan masih bersaudara dengan raja Mataram pertama yaitu Panembahan Senapati.
“Silsilah ini ditemukan KH Moh Ridwan Azis Al Hafidz dan KH Muhtar Amin Siddiq dari Ponpes Darul Muqodas di Desa Mojomulyo, Kecamatan Tabakromo tahun 2006. Silsilah lengkap bahkan dari Nabi Muhammad SAW. Pangarsa Lembaga Dewan Adat yang melegalisasi . Sejak tahun 2008, lebih sering nggelar kirab dan dihadiri dari kraton, terutama Gusti Moeng,” jelas KRT Sukadi PH.
Karena Gusti Moeng (Pengageng Lembaga Dewan Adat) bersama sejumlah sederek-dalem yang duduk dalam jajaran “Bebadan Kabinet 2004” sempat memastikan hasil laporan yang masuk dengan datang berziarah di tahun 2007, maka setelah terbit pengesahan pengurus makam dan silsilah itu, lalu digelar kirab budaya untuk melengkapi ritual haul Ki Bagus Kuncung.
Dari pernyataan KRT Sukadi PH, sebelum tahun 2007 ritual haul sudah ada tetapi tidak selengkap dan sebesar mulai tahun 2008. Sejak yang pertama di tahun 2008 (bukan 2024-Red) itu, ritual haul di makam tokoh Ki Bagus Kuncung Haryo Mataram, selalu digelar rutin tiap tahun dengan kirab budaya, tetapi banyak melibatkan potensi kesenian musik drumband lokal.
“Saya sempat ikut menyaksikan, karena pernah diajak rombongan Gusti Moeng kalau tidak salah dua kali, dan yang paling saya ingat di tahun 2015. Kirabnya kira-kira kurang lebih seperti yang berlangsung Kamis (11/1) kemarin itu. Dimeriahkan dengan drumband siswa sekolah. Karena, di dekat rumah abdi-dalem juru-kunci itu, ada sebuah sekolahan,” tutur Dr Purwadi.
Dalam ritual haul wafat Ki bagus Kuncung Haryo Mataram yang sejak tahun 2008 itu menjadi event wisata religi, rombongan dari kraton selalu hadir, baik lengkap bersama Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat, maupun hanya beberapa kakaknya yang duduk dalam “Bebadan Kabinet 2004” seperti GKR Galuh Kencana dan GKR Retno Dumilah, ketika Gusti Moeng tidak bisa hadir.
“Karena, waktu itu (2008-2014) Gusti Moeng masih aktif sebagai anggota DPR RI. Jadi, saat tidak bisa hadir, karena mungkin tidak bisa meninggalkan tugas di DPR. Kalau Gusti Moeng tidak hadir, gusti-gusti lain masih lengkap hadir mewakili. Kirabnya ya meriah. Saya ingat, naik sepur kelinci. Karena dari start di rumah juru-kunci ke makam agak jauh,” sebut Dr Purwadi.
Dalam catatan KRT Sukadi PH, haul wafat Ki Bagus Kuncung yang rutin digelar tiap jatuh tanggal 1 Rejeb tahun Jawa maupun 1 Rajab tahun Hijriyah, dulu menjadi rangkaian kunjungan Gusti Moeng saat berkeliling ziarah di wilayah Kabupaten Pati. Karena, pada saat itu Gusti Moeng sudah hadir pada haul Nyai Ageng Ngerang di Kecamatan Tambakromo.
Seperti diketahui, beberapa lokasi makam tokoh leluhur Dinasti Mataram yang tergolong “basah”, menjadi rebutan dua kelompok pengurus makam atau juru-kunci untuk mengelolanya, sebagai sisa masalah yang terjadi pada peristiwa suksesi 2004. Ada kelompok yang berafilisiasi pada “mantan” Sinuhun PB XIII dan kelompok yang setia pada Lembaga Dewan Adat sekarang ini.
“Betul. Sampai sekarang ini masih ada dua kelompok itu. Yang jadi rebutan rata-rata makam yang ‘basah’ (banyak peziarahnya-Red). Karena, pemasukannya lumayan besar. Termasuk makam Nyai Ageng Ngerang, Kyai Ageng Tarub, di sini (Ki Bagus Kuncung-Red) dan di satu makam lagi, kini sedang diperjuangkan eksistensinya,” sebut KRAT Mulyadi Puspo Pustoko menjawab iMNews.id.
Ketua Pakasa Cabang Pati yang juga juru-kunci makam Kyai Ageng Ngerang di Desa Trimulyo, Kecamatan Juwana itu, hafal sekali dengan perjalanan hampir semua pengelolaan makam-makam para leluhur Dinasti Mataram yang tersebar di wilayah Kabupaten Pati. Sedikitnya ada 13 makam leluhur di wilayah Pati yang kira-kira separo tergolong makam yang “basah” pendapatannya.
Memang benar, saat peristiwa menjelang alih kepemimpinan dari Sinuhun PB XII kepada Sinuhun Suryopartono (PB XIII), ada ontran-ontran yang melibatkan masyarakat adat dari wilayah Gunung Muria, di antaranya Kabupaten Pati, sebagai pendukung Sinuhun PB XIII tandingan. Itu menjadi awal terbelahnya pengurus makam yang berbuntut saling berebut “rezeki”. (Won Poerwono-i1).