Meniru Kostum Tari Bedaya Ketawang, Karena Kraton Surakarta Penerus Mataram
SURAKARTA, iMNews.id – Seminar tentang tata-busana dan paes pengantin “gagrag” (gaya) Surakarta yang diselenggarakan Sanggar Pawiyatan Tata-Busana & Paes Penganti Adat Jawa Kraton Mataram Surakarta di Hotel Kusuma Sahid Surakarta, Selasa (16/1) siang tadi diikuti lebih dari 200 peserta yang datang dari berbagai daerah di luar Kota Surakarta.
Seminar tersebut digelar setelah upacara wisuda bagi 15 lulusan atau “purnawiyata” sanggar pawiyatan “babaran” (angkatan) III, yang ditandai dengan penyerahan “partisara” (ijazah/sertifikat) dan pengalungan samir oleh pamong sanggar dan GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua Yayasan Sanggar Pawiyatan Kabudayan Kraton Mataram Surakarta.
Ikut mewarnai jalannya wisuda, diserahkan penghargaan kepada para sponsor oleh pamong sanggar dan begitu pula sebaliknya. Bahkan, ada beberapa perusahaan yang menjadi sponsor menyerahkan cinderamata berupa produknya kepada setiap lulusan sanggar. Demo rias wajah juga dilakukan seorang make up artis profesional asal Salatiga, yang juga lulusan pertama sanggar pawiyatan.
Dalam balutan busana adat Jawa sesuai dengan posisi sanggar pawiyatan yang berada di bawah Kraton Mataram Surakarta serta keperluan kegiatan saat itu, lagu Indonesia Raya dikumandangkan dari ruang utama Pendapa ndalem Kusumayudan yang lebih 30 tahun terawat dan terjaga seusuai aslinya walau difungsikan sebagai Hotel Kusuma Sahid milik perusahaan Sahid Group.
Kesan nasionalisme dari jalannya upacara wisuda dan seminar yang diinisiasi sanggar dari lingkungan masyarakat adat itu, tentu tak bisa ditutup-tutupi. Namun, suasana adat Jawa dan sentuhan budaya Jawa juga tidak lepas sedikitpun dari acara dari pagi hingga siang tadi, terutama dengan hadirnya karawitan “live” yang mengiring jalannya acara dari awal hingga akhir.
Karena event yang digelar adalah seminar tentang tata-busana dan paes dengan menghadirkan contoh-contoh tatacara adat pengantin Jawa gaya Surakarta, maka yang tampak sejak awal hingga akhir sulit dibedakan dengan resepsi pernikahan yang selama ini digelar di hotel-hotel berbintang, gedung-gedung pertemuan dan di kalangan masyarakat terutama di wilayah Surakarta.
RMRP Resti Setiawan selaku Ketua Sanggar Pawiyatan dan Ketua Yayasan Sanggar Pawiyatan Kabudayan yang akrab disapa Gusti Moeng sempat memberikan sambutan secara terpisah di awal event itu. Ketua sanggar menekankan, perihal pengetahuan tata-busana dan paes pengantin adat Jawa “gagrag” Surakarta adalah bagian dari budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta.
Menurutnya, Kraton Mataram Surakarta adalah kraton tertua di antara keluarga Dinasti Mataram. Karena, Surakarta meneruskan tradisi dan adat serta budaya dari para leluhur sebelumnya. Salah satunya, adalah pusaka tari Bedaya Ketawang yang pernah diciptakan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, hingga kini dirawat dan hanya ada di Kraton Mataram Surakarta.
Gusti Moeng pernah menyatakan, citra visual pengantin adat Jawa gaya Surakarta yang ternyata menjadi gaya favorit yang disukai di berbagai daerah bahkan sampai luar negeri, busana pengantin wanitanya meniru penari Bedaya Ketawang yang hanya ada di Kraton Mataram Surakarta. Untuk itu, mewakili kraton dirinya berterima kasih karena masyarakat ikut melestarikannya.
Sedangkan, dalam peragaan busana pengantin yang diperlihatkan sepasang peraga pengantin mengenakan busana adat yang sering dikenakan para raja, dikandung maksud bahwa keluarga yang sedang menggelar hajad menantu berharap agar kelak, pasangan pengantin bisa mendapatkan kehidupan dan kebahagiaan lahir-batin seperti yang dialami para raja. (won-i1).