SOLO, iMNews.id – Melihat kondisi Alun-alun Lor yang lumayan luas karena berukuran dua kali lapangan sepakbola, upaya untuk membersihkan dalam waktu sekitar seminggu, diperkirakan tidak cukup. Karena, permukaan tanah sudah hampir tertutup semak-semak belukar, pepohonan yang tumbuh liar dan masih ada sisa tonggak besar atau bonggol pohon beringin yang tumbang beberapa tahun lalu.
”Ya maklum, lokasi itu dibiarkan njembrung terbengkalai sejak beberapa tahun disewa Pemkot untuk relokasi para pedagang Pasar Klewer. Setelah itu, terus ditinggalkan saja. Padahal, janjinya mau mengembalikan hingga memenuhi syarat untuk olah raga sepakbola. Yang terima duit sewa bermilyar-milyar rupiah Sinuhun (PB XIII). Kita yang kebagian resik-resik dan membenahi. Sing janji ya mung tinggal janji. Sing entuk duit ya mung enak-enak menikmati,” seloroh KPH Edy Wirabhumi, koordinator kerjabhakti resik-resik gerakan #Lestariakn Keraton, menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi siang.
Melihat kondisi riil di Alun-alun Lor yang sudah rusak permukaan tanahnya akibat digali dan ditanami konstruksi bangunan ratusan kios pasar, ketika diadakan kerjabhakti resik-resik dan menata ulang lokasi itu, menurut KPH Edy tidak cukup bisa dirampungkan tuntas dalam seminggu. Tetapi, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan tidak bisa dicapainya target seminggu pembersihan alun-alun.
Selain kondisi permukaan tanah yang rusak dan aneka tumbuhan liar yang subur, cukup tinggi dan menutup hampir seluruh permukaan alun-alun, pepohonan yang ada di seputar alun-alun juga sudah lama tidak dipangkas hingga terlalu tinggi dan melebar. Salah satu contohnya, sebuah pohon beringin di sisi utara yang cukup besar, pernah tumbang karena tergulung angin ribut pada awal 2020 lalu.
Selain kondisi lapangan, jumlah tenaga yang diterjunkan tidak bisa maksimal dari sisi jumlah, karena ada batasan/aturan yang harus dipatuhi, yaitu tidak menimbulkan kerumunan sesuai protokol Covid 19. Akibatnya, koordinator lapangan hanya bisa menerjunkan maksimum 250 orang yang disebar di berbagai titik lokasi, mulai dari kawasan gapura pintu masuk Galadag di utara, alun-alun, sampai kompleks Pagelaran Sasana Sumewa dan Sitinggil Lor.
Dukungan peralatan juga menjadi kendala, karena rata-rata yang datang dari tempat yang jauh, seperti warga Pakasa Cabang Ponorogo, Trenggalek, Madiun di Propinsi Jatim, juga se putar Solo Raya, tak mungkin membawa peralatan modern seperti senso (mesin potong pohon), mobil bak pengangkut limbah hasil bersih-bersih, dan juga mesin potong rumput.
Durasi waktu pembersihan yang bisa lebih panjang dari yang diperkirakan, juga disebabkan oleh tingkat kerusakan dan kekotoran yang terjadi hampir di semua tempat/bangunan, sudut, titik lokasi. Mengingat, tempat-tempat seperti kompleks Pendapa Sitinggil Lor dan bagian tengah Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa misalnya, nyaris tidak pernah dibersihkan selama 4 tahun sejak insiden April 2017. (won)