Sanggar Pambiwara Kerjasama dengan SMKN 8, Rekrut Siswa untuk Perkuat Abdi-dalem Karawitan

  • Post author:
  • Post published:November 19, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:11 mins read
You are currently viewing Sanggar Pambiwara Kerjasama dengan SMKN 8, Rekrut Siswa untuk Perkuat Abdi-dalem Karawitan
SEMANGAT TINGGI : Seorang siswa asing program pertukaran pelajar, ikut "gladen" tari "Bedaya Pangkur" di Bangsal Smarakata, siang tadi, yang baru kali pertama diiringi gamelan karawitan secara "live", setelah lama selalu tampil "garingan". (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Gladen Tari Rutin Tiap Minggu, Mulai Siang Tadi Sudah Tidak “Garingan”

SURAKARTA, iMNews.id – Mulai Minggu (19/11) siang tadi, “gladen” (latihan) tari rutin tiap hari Minggu yang digelar Kraton Mataram Surakarta di Bangsal Smarakata, sudah tidak “garingan” alias tanpa karawitan iringan “live” seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk saat “Bebadan Kabinet 2004” bekerja di luar kraton (2017-2022).

Siang tadi, tampak beberapa abdi-dalem karawitan hadir, termasuk KPH Raditya Lintang Sasangka, “tindhih abdi-dalem” yang juga tokoh penting di kantor Pengageng Mandra Budaya. Namun, ada lebih dari 10 seniman usia muda yang ternyata siswa jurusan karawitan SMKN 8 Surakarta.

Sejumlah seniman muda dari sekolah khusus tentang seni yang dulu bernama SMKI itu, mulai hari ini bergabung memperkuat abdi-dalem karawitan kraton, yang diharapkan seterusnya bisa menjadi abdi-dalem tetap di bidang karawitan. Mereka direkrut secara khusus oleh Sanggar Pasinaon Pambiwara Kraton Mataram Surakarta yang diketuai KPH Raditya Lintang Sasangka.

Menurut KPH Raditya yang juga dosen pascasarjana UNS itu, hasil kesepakatan antara Sanggar Pasinaon Pambiwara yang dipimpinnya dengan SMKN 8, ada 20-an siswa yang akan memperkuat abdi-dalem karawitan kraton. Selain belajar mengiringi pergelaran tari yang menjadi agenda kraton, mereka diharapkan bisa mendukung karawitan untuk upacara adat.

MEMBERI ABA-ABA : Sambil memegang “keprak” pemandu gerak, Gusti Moeng memberi aba-aba saat ada para penari yang kurang sempurna melakukan gerakan atau menempatkan kaki dan tangannya pada posisi yang tepat, dalam latihan yang diiringi karawitan secara “live” kali pertama di Bangsal Smarakata, siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kebutuhan penari sudah berjalan beberapa waktu, sejak ada penandatanganan MoU antara Yayasan Pawiyatan Kabudayan Kraton Surakarta dengan SKMN 8. Kalau jumlah penarinya, mungkin bisa ditanayakan langsung pada Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah). Untuk karawitannya, baru dimulai sekarang rekrutannya,” ujar KPH Raditya menjawab pertanyaan iMNews.id.

Siang tadi, tampak abdi-dalem dari Kantor Mandra Budaya hadir menjalankan tugasnya, mengiringi latihan gladen tari rutin tiap Minggu siang. Mereka itu di antaranya, RT Karno Pandoyodipuro, KRAT Hastonagoro SKar, MNg Hendri P Lumakso SSn dan MNg Okke Lumaksa serta tiga orang abdi-dalem pesinden di antaranya Nyi Behi Cendani Laras.

Sambil bersiap-siap menata abdi-dalem yang bertugas sebagai pemagang instrumen gamelan karawitan iringan gladen tari, saat ngobrol dengan iMNews.id di Bangsal Smarakata menjelang pukul 12.00 WIB siang tadi disebutkan, saat dilakukan penandatanganan MoU kerjasama antara Yayasan Pawiyatan Kabudayan dengan SMKN 8, jurusan tari langsung menyiapkan para siswanya.

Penandatanganan yang dilakukan sekitar setahun lalu itu, direkrut belasan seniman dari jurusan tari dan hingga kini sudah banyak yang menjadi abdi-dalem tetap penari Bedaya Ketawang. Namun, proses untuk menjadi penari Bedaya Ketawang harus melalui tatacara adat dan bentuk seleksai lain, dan mereka juga diharapkan bisa menguasai berbagai jenis tari lain khas kraton.

DUDUK LESEHAN : Gusti Moeng tampak duduk lesehan di dekat para pesinden saat memegang “keprak” untuk memandu latihan tari Bedaya Pangkur di bangsal Smarakata, Minggu siang tadi, yang untuk kali pertama diiringi karawitan secara “live”. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kalau para penari dari jurusan tari, MoU kerjasamanya langsung dengan Gusti Wandan. Untuk siswa jurusan karawitannya, Sanggar Pasinaon Pambiwara yang membuat MoU dengan SMKN 8. Selain belajar iringan karawitan untuk semua jenis tari, pedalangan dan upacara adat, kami harapkan bisa belajar pengetahuan pambiwara,” jelas KPH Raditya.

Siang tadi, begitu semua seniman karawitan sudah siap di belakang instrumen gamelan yang selalu menghias Bangsal Smarakata itu, KPH Raditya memberi aba-aba kepada belasan penari yang juga sudah siap di ruang pendapa bangsal. Istri KPH Raditya, yaitu Nurmalina, bertindak sebagai instruktur saat gladen siang itu berlatih tari “Bedaya Pangkur”.

Nurmalina yang tercatat sebagai eks penari Bedaya Ketawang terbaik, dipercaya Gusti Moeng selaku Ketua Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta, sebagai instruktur tari di sanggar. Bahkan juga dipercaya untuk menjadi instruktur tari bagi para wisatawan yang mengikuti paket tour heritage di kraton, yang sudah berjalan beberapa bulan ini.

Siang tadi, menjadi Minggu pertama gladen tari Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta yang diiringi karawitan secara “live”, dan kali pertama bagi sejumlah siswa SMKN 8 yang direkrut “magang” sebagai abdi-dalem, ikut latihan sekaligus mengiringi para penari di Bangsal Smarakata.

SEBAGAI INSTRUKTUR : Nurmalina, istri KPH Raditya, salah seorang eks penari Bedaya Ketawang terbaik yang dipercaya Gusti Moeng menjadi instruktur tari di Sanggar Pawiyatan Beksa, seperti yang tampak pada gladen tari “Bedaya Pangkur” di Bangsal Smarakata, Mingu siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti sebelumnya pernah diungkapkan Gusti Moeng, kraton kini sedang mengalami krisis SDM hampir di segala bidang, khususnya SDM abdi-dalem penari dan iringan karawitan yang harus diperoleh dari lembaga pendidikan yang secara khusus mengajarkan tentang kesenian tradisional khas Jawa itu. Selain itu, krisis kepemimpinan juga terjadi, tetapi sudah mulai terisi.

Krisis SDM abdi-dalem di bidang seni itu, akibat proses regenerasi tidak bisa berjalan karena selama 5 tahun lebih, “Bebadan Kabinet 2004” yang bertanggung-jawab melakukan proses kerja di luar kraron. Gusti Moeng dan para pengikutnya menjadi korban peristiwa “insiden mirip operasi militer” 2017, dan harus “berjuang” di luar kraton hingga 17 Desember 2022.

Menurut Gusti Moeng, akibat krisis abdi-dalem seniman, kini tinggal 8 orang pengrawit yang terasa repot saat “Bebadan Kabinet 2004” mulai menjalankan tugas-tugas adat dan kerja seni seara penuh di dalam kraton. Para abdi-dalem kesenian kantor Mandra Budaya, punya tanggung jawab tugas mengiringi pentas tari, wayang maupun upacara adat misalnya Sekaten Garebeg Mulud.

Kerja cepat KPH Raditya atas permintaan Gusti Moeng, kini berhasil direkrut 20 siswa SMKN 8 yang akan segera magang “suwita di kraton, dan Minggu siang tadi mulai berlatih bersama mengiringi gladen tari Sanggar Pawiyatan Beksa, meskipun yang datang baru 10-an orang.

PIMPINAN KARAWITAN : KPH Raditya Lintang Sasangka sebagai sentana-dalem yang menjadi tokoh penting di kantor Pengageng Mandra Budaya, dipercaya menjadi pimpinan karawitan atau “tidhih abdi-dalem”, seperti saat mengiringi gladen tari Bedaya Pangkur di Bangsal Smarakata, Mingu siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Para seniman muda dari SMKN 8 ini, kami butuhkan untuk pengiring gending-gending beksan Bedaya, Srimpi dan Wireng. Bahkan  juga ditunjuk guru pembimbing, yaitu pak Purwanto SSm MSn, yang juga abdi-dalem karawitan di kraton. Maka kami menyampaikan berterimakasih kepada ibu Wening Sukmanawati SPd MPd (Kasek) dan pak Dr Ekojoyo Trihadmono MPd (Wakasek)”.

“Selain bantuan SDM di bidang karawitan ini, juga ditunjuk guru pembimbingnya, yaitu pak Purwanto SSn MSn. Mudah-mudahan, ini menjadi awal yang lebih baik. Setelah 20-an siswa itu, seterusnya akan semakin banyak. Karena, cadangan perlu ada, untuk mengantisipasi kalau ada yang berhalangan. Mudah-mudahan bisa awet menjadi abdi-dalem di kraton,” harap KPH Radityo.

KPH Raditya yakin, ke depan kraton sudah tidak khawatir soal ketersediaan SDM abdi-dalem karawitan yang setiap saat dibutuhkan, mengingat hampir semua aktivitas seni budaya dan adat di kraton, menggunakan gamelan. Jaminan itu didapat, karena proses regenerasi sudah mulai berjalan dan bisa diharapkan keberlanjutannya, antara lain melalui kerjasama dengan SMKN 8.

Seperti diketahui, beberapa waktu menjelang tahun 2017 hingga kraton ditutup sampai Desember 2022, banyak kegiatan kesenian dan juga upacara adat yang tidak berjalan sama sekali atau tidak sepenuhnya berjalan. Dalam posisi keberadaan abdidalem karawitan yang jumlahnya makin terbatas dan usainya semakin lanjut, proses regenerasi tidak bisa berjalan selama 5 tahun itu.

ADA SENIWATINYA : Dari sejumlah siswa SMKN 8 yang direkrut untuk magang sebagai abdi-dalem karawitan di Kraton Mataram Surakarta, salah satunya adalah seorang cewek atau seniwati yang mahir menabuh “bonang” saat mengiringi gladen tari Bedaya Pangkur di Bangsal Smarakata, Mingu siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena kraton ditutup 5 tahun lebih dan proses regenerasi tidak bisa dijalankan, banyak SDM abdi-dalem yang sudah terlanjur pasif karena terbelah menjadi dua, separo mengikuti “perjuangan” Gusti Moeng di luar kraton, dan separo memilih mengikuti pihak “seberang” yang bertahan di dalam kraton.

Dari yang pasif, diketahui banyak yang terlanjur “mutung” tidak mau kembali ke kraton walau Gusti Moeng sudah kembali bekerja penuh sebagai Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat di dalam kraton. Di antara mereka bahkan juga banyak yang meninggal atau kondisi fisiknya sudah tidak mungkin beraktivitas, termasuk yang memilih bertahan di dalam.

Karena sudah mendapatkan “bantuan” SDM seniman karawitan dari SMKN 8, gladen tari riang tadi sudah tidak lagi “garingan”, istilah latihan tari, wayang atau ketoprak  yang tidak diiringi gamelan atau karawitan secara “live”. Pentas dan latihan “garingan” sering dilakukan, karena SDM abdi-dalem karawitan sudah berkurang atau tidak lengkap karena banyak yang meninggal.

Gladen tari yang berlangsung Minggu siang tadi, juga termasuk unik selain tampak lebih hidup karena karawitan iringannya gamelan ditabuh secara “live”. Di antara yang unik itu, adalah tampilnya seorang siswa asal luar negeri atau bule dalam program pertukaran pelajar, yang sama sekali baru belajar menari dari awal. Walau tampak berbeda, tetapi tidak canggung. (won-i1).