Menjadi Pertanda Situasi Kondusif Pasca-Aksi Protes Kelompok Istri Sinuhun
SURAKARTA, iMNews.id – Ritual religi haul atau “khol” ke-41 wafat “Kanjeng Ratu Ageng” (KRA) Pradapaningrum digelar di Bangsal Smarakata, Kamis malam (12/10) atau semalam. Doa, dzikir, tahlil dan bacaan surat Yassin yang dipimpin abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro itu menjadi pertanda, suasana di dalam kraton sudah kembali kondusif atau normal setelah adanya ketegangan karena aksi protes istri Sinuhun PB XIII bersama kelompok “Sasana Putra” di Kori Kamandungan, Senin (9/10).
Seperti diberitakan media ini (iMNews.id, 11/10), aksi tersebut dilakukan bersama Sinuhun PB XIII yang berada di atas kursi roda, diajak untuk menyaksikan upaya menutup kembali Kori Kamandungan, dengan alasan Sinuhun akan melakukan ritual dengan “caos dhahar”. Tetapi aksi itu diurungkan, karena KPH Edy Wirabhumi (Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta) menengahi dan meredakan ketegangan yang terjadi karena istri Sinuhun adu-mulut dan bersitegang dengan GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang dikawal GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat.
Pasca-aksi protes terhadap rencana eksekusi keputusan MA oleh petugas dari PN Surakarta itu, suasana di kraton kembali normal dan kondusif, sehingga berbagai kegiatan adat termasuk tugas “tugur” rombongan utusan Pakasa cabang yang rata-rata datang dari tempat yang jauh, bisa terlaksana tanpa hambatan. Sementara, GKR Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng, juga bisa menggelar kegiatan ritual “khol” atau haul wafat ibundanya yaitu “Kangjeng Ratu Ageng” (KRA) Pradapaningrum, bersama sekitar 100-an orang yang terdiri para sentana, abdi-dalem dan kerabat.
“Tapi, tinggal berdua, saya dengan Gusti Moeng. Yang empat entah ke mana? Ketelisut ya?,” ketus GKR Ayu Koes Indriyah yang akrab disapa Gusti Ayu, seusai doa, bacaan surat Yassin, dzikir, tahlil dan shalawat Sultanagungan diantar RT Irawan Wijaya Pujodipuro selaku pemimpinnya. Gusti Ayu adalah anak bungsu dari 10 bersaudara keturunan Sinuhun PB XII yang lahir dari istri “KRA” Pradapaningrum. Acara yang dimulai sekitar pukul 19.30 WIB, hanya berupa doa dan sebagainya tanpa ada acara lain misalnya sambutan tunggal dari Gusti Moeng, seperti acara-acara serupa sebelumnya.
Kata “ketelisut” yang disebut Gusti Ayu di sela-sela ritual khol yang berakhir sekitar pukul 21.00 WIB itu, sebelumnya sering disinggung Gusti Moeng dalam berbagai kesempatan “pisowanan” di dalam kraton. Karena, dari 10 putra-putri-dalem yang lahir dari “Kangjeng Ratu Ageng” atau “Ibu Ageng” itu, tiga saudara perempuan masing-masing GKR Galuh Kencana, GKR Sekar Kencana dan GKR Retno Dumilah sudah meninggal. Sedangkan lima putra-dalem, Gusti Seno (KGPH Kusumoyudo) sudah meninggal, dan empat lainnya adalah Sinuhun PB XIII, KGPH Puger, KGPH Benowo dan KGPH Madu Kusumonagoro yang hampir semuanya pasif, bahkan “menghilang”, walau ada ritual “haul” wafat ibunda yang pernah melahirkannya.
Ritual “khol” “Kangjeng Ratu Ageng” Pradapaningrum itu, adalah yang pertama atau perdana setelah Gusti Moeng sudah kembali bekerja penuh sebagai Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat di dalam kraton. Tahun-tahun sebelumnya sejak kraton ditutup tanpa alasan mulai 2017 hingga 2022, ritual serupa banyak digelar di kediaman Gusti Ayu, ndalem Kayonan, Baluwarti. Tak hanya untuk “Ibu Ageng”, ritual “kho” yang terpaksa digelar di tempat itu juga pernah diadakan untuk Sinuhun PB XII dan sejumlah saudara dekat keluarga besar “Ibu Ageng” Pradapaningrum. (won-i1).