Tak Tampak Tanda-tanda Didapat Solusi, Pasca Aksi Protes Menolak Rencana Eksekusi Putusan MA

  • Post author:
  • Post published:October 12, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Tak Tampak Tanda-tanda Didapat Solusi, Pasca Aksi Protes Menolak Rencana Eksekusi Putusan MA
KERAS DAN TEGAS : GKR Wandansari Koes Moertiyah adalah potret seorang putri-dalem yang keras dan tegas bila berurusan dengan peraturan hukum, termasuk dalam menagakkan paugeran adat, yang diperlihatkan saat menghadapi aksi protes yang dilakukan istri Sinuhun PB XIII, Senin (9/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Nanti Malam, Ritual Khol “Kanjeng Ratu Ageng” Pradapaningrum Digelar di Bangsal Smarakata

SURAKARTA, iMNews.id – Sampai hari keempat Kamis (12/10) ini, setelah insiden aksi protes dilancarkan istri Sinuhun PB XIII bersama para pengikutnya terjadi Senin pagi (9/10), belum tampak tanda-tanda ada tindak-lanjut solutif untuk menuntaskan hal yang menjadi inti persoalannya. Sementara, komentar dan dukungan muncul dari kalangan internal masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta, untuk meneruskan langkah penegasan otoritas yang berwenang di kraton. Di sisi lain, keluarga besar “Kanjeng Ratu Ageng” Pradapaningrum akan menggelar khol wafat istri Sinuhun PB XII itu, di Bangsal Smarakata, nanti malam mulai pukul 19.00 WIB.

“Situasinya biasa-biasa saja, normal, tidak ada apa-apa. Hari ini libur, tidak ada upacara adat ‘ngisis wayang’. Tetapi nanti malam, ada ritual khol Kanjeng Ratu Ageng Pradapaningrum, ibunda Gusti Wandan bersaudara, di Bangsal Smarakata, mulai pukul 19.00 WIB,” ungkap beberapa abdi-dalem staf di Kantor Pengageng Sasana Wilapa yang dihubungi iMNews.id, siang tadi. Beberapa tokoh penting seperti Gusti Moeng, Gusti Timoer dan KPH Edy Wirabhumi yang berusaha dihubungi secara terpisah sejak semalam hingga siang tadi, tidak memberikan jawaban.

KANCA KAJI : KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo adalah salah seorang abdi-dalem “Kanca Kaji” yang mendukung upaya menegakkan kembali kewibawaaan, harkat dan martabat kraton melalui kegiatan-kegiatan yang sudah menjadi cirikhas dan simbol kraton Mataram Islam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ketiga tokoh penting di atas, berada di lokasi saat insiden protes berlangsung dengan peran masing-masing, terutama Gusti Timoer (GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani-Red) yang terus menjawab/merespon dan berusaha membeberkan situasi dan kondisi yang dialami sebagai salah seorang putri-dalem Sinuhun PB XIII, ketika istri Sinuhun berusaha megungkapkan aksi protesnya. Sementara, Gusti Moeng berusaha menunjukkan posisi kraton dan keputusan hukum yang paling akhir terjadi seperti keputusan MA, yang mengandung konsekuensi adanya tindakan eksekusi atas putusan itu.

Sedangkan KPH Edy Wirabhumi selaku Pimpnan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS), dengan santunnya menengahi untuk meredakan suasana atau mendinginkan situasi serta berusaha menjelaskan celah-celah solutif untuk menghindari tindakan kontraproduktif, misalnya hendak menutup Kori Kamandungan, yang dinilai justru bisa melahirkan masalah baru. Sejak itu Senin itu dan berlanjut konferensi pers dilakukan KPH Edy Wirabhumi, hingga siang tadi tidak tampak ada kegiatan dalam rangka menindaklanjuti dari insiden itu, baik yang bersifat solusi maupun kelanjutan dari rencana eksekusi keputusan MA.

MENUNJUKKAN PAUGERAN : Dwija Sanggar Pasinaon Pambiwara, KP Budayaningrat, adalah salah seorang tokoh yang ikut mendukung upaya menunjukkan paugeran adat dan budaya Jawa yang menjadi cirikhas kraton, termasuk semua yang ikut beraksi dalam insiden protes mau menutup Kori Kamandungan, Senin (9/10). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Beberapa abdi-dalem yang dihubungi iMNews.id secara terpisah siang tadi menyebutkan, suasana di dalam kraton hingga siang tadi berjalan normal seperti biasa, mulai dari layanan kunjungan wisata melalui akses pintu masuk Museum Art Gallery dan khusus untuk Sasana Pustaka, belum bisa melayani kunjungan studi karena jaringan komputer belum siap. Kegiatan “Tugur” (berjaga-Red) di teras Nguntarasana bagi setiap kelompok utusan tiap abdi-dalem Pakasa cabang, juga tetap berjalan seperti utusan dari Pakasa Cabang Klaten yang dipimpin KRT Santosa, Selasa malam (10/10).

Hari Kamis seperti sekarang (12/10) yang biasanya ada agenda ritual “ngisis wayang”, menurut abdi-dalem kantor Mandra Budaya Ki RT Gatot Purnomo tidak ada “dhawuh” untuk menggelar upacara adat itu alias diliburkan, karena 18 kotak wayang sudah semua diangin-anginkan. Namun dikabarkan, Gusti Moeng dengan keluarga besar putra/putri-dalem yang lahir dari ibu Kanjeng Ratu Ageng Pradapaningrum atau sering disebut “Ibu Ageng”, nanti malam akan menggelar upacara adat khol garwa-dalem Sinuhun PB XII itu di Bangsal Smarakata.

TETAP BERJALAN : Sehari pasca insiden protes istri Sinuhun PB XIII yang hendak menutup kembali Kori Kamandungan, Senin (9/10), rombongan utusan Pakasa Cabang Klaten tetap menjalankan tugas kewajibannya “tugur” di teras Nguntarasana, Selasa malam (10/10). (foto : iMNews.id/dok)

Sementara itu, insiden yang terjadi Senin (9/10) dalam proses “perdamaian” sejak peristiwa 3 Januari 2023 itu, mendapat pernyataan sikap beragam dari kalangan internal masyarakat adat, termasuk elemen-elemen Pakasa cabang yang berada di luar kraton setelah melihat video rekaman insiden dan pemberitaan di berbagai media, setelah itu. Menurut KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo, abdi-dalem “Kanca Kaji” asal Ponorogo (Jatim) misalnya, menyebutkan bahwa sudah ada teladan di kraton yang dicontohkan para Sinuhun pendahulu sejak zaman Paku Buwana II, atau bahkan sejak Sultan Agung sebagai pendiri Mataram Islam.

“Kalau (Sinuhun PB XIII-Red) mau melakukan ritual, ya meneladani para pendahulu saja. ‘Kan sudah banyak dicontohkan hal-hal yang baik secara turun-temurun. Masjid Pudyasana yang berada di dalam kraton, apalagi dekat kediaman pribadi Sinuhun, gunanya untuk melakukan ritual. Karena masjid itu juga menjadi tempat ‘palereman’, selain untuk sholat wajib dan sunnah, khusus untuk Sinuhun. Masjid itu dekat dengan Bandengan. Maka, saya setuju dengan penjelasan Kanjeng Yus (KP Budayaningrat-Red) kemarin (iMNews.id,11/10). Benar sekali itu,” tunjuk KRT Ahmad Faruq yang dihubungi iMNews.id, kemarin.

BANGSAL PRADANGGA : Dalam suasana yang lebih riuh dari yang tampak di Bangsal Pradangga Kidul halaman Masjid Agung ini, pada Sinuhun PB XIII di atas kursi-roda diseret-seret sampai di situ agar menyaksikan utusannya memberi “dhawuh” menabuh gamelan kali pertama pembukaan Sekaten 2023, beberapa waktu lalu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Menurut KP Budayaningrat yang mengaku kebetulan berada di dekat Kori Kamandungan lokasi insiden, Senin siang (9/10) itu, kalau (istri Sinuhun-Red) berdalih bahwa Sinuhun PB XIII hendak “caos dhahar” melakukan ritual, kemudian pintu masuk Kori Kamandungan hendak ditutup sementara atau semi permanen seperti yang terjadi April 2017, menurutnya sangat mengada-ada atau tidak masuk akal. Karena, tidak ada pedoman bagi seorang Sinuhun melakukan “caos dhahar” yang merupakan pekerjaan abdi-dalem “pecaosan”, atau pedoman teladan melakukan ritual tetapi di sembarang tempat, meskipun di dalam kraton.

“Itu justru memperlihatkan betapa orang itu tidak paham dan tidak mengerti adat-istiadat dan paugeran adat yang berlaku di kraton. Tetapi memang perlu dimaklumi, karena memang tidak ‘gaduk’ (kualitas penalaran rendah-Red). Kalau mau ritual, ya di Bandengan (Pemandengan/Masjid Pudyasana-Red). Bukan ‘caos dhahar’. Seorang Sinuhun disediakan Masjid Pudyasana yang ada ruang paleremannya. Untuk sholat, meditasi dan ritual. Kalau pas Garebeg Mulud, bisa bersama garwa-dalem sholat ke Masjid Agung. Bukan (Sinuhun-Red) pakai kursi roda dieret-eret ke halaman masjid untuk paring dhawuh nabuh gamelan. Kasihan Sinuhun,” ketus dwija Sanggar Pasinaon Pambiwara itu. (won-i1).