Kehadiran Kraton Surakarta di “Karnaval Cepu”, Bak Setitik Warna “Mencolok” di Samudera Lepas (seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:August 25, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Kehadiran Kraton Surakarta di “Karnaval Cepu”, Bak Setitik Warna “Mencolok” di Samudera Lepas (seri 1 – bersambung)
SUDAH SIAP : Para prajurit Kraton Mataram Surakarta dan putra mahkota KGPH Hangabehi pukul 09.00 WIB, sudah siap berdandan dan bersiap menuju tempat start Karnaval Budaya 2023 di Taman Tuk Buntu, Kecamatan Cepu, Rabu (23/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mirip Pengalaman di Borobudur Awal Juni, Saat Ikut Memeriahkan Kirab Budaya Hari Raya Waisak

IMNEWS.ID – PRAJURIT Kraton Mataram Surakarta kembali mendapat pengalaman kedua, setelah pengalaman pertama ikut memeriahkan Kirab Budaya dalam rangka peringatan Hari Raya Waisak ke-2567 BE yang dipusatkan di Candi Borobudur, awal Juni lalu (iMNews.d, 6/6/2023). Pengalaman kedua diperoleh Rabu (23/8) lalu di Kecamatan Cepu, ketika menjadi bagian dari kontingen pengurus Dewan Cabang PSHT Kabupaten Blora, untuk memngikuti kirab budaya yang digelar Pemkab Blora. Efek yang terjadi kira-kira sama, mirip setitik warna yang mencolok di samudera lepas, tetapi menjadi pemandangan yang mengejutkan.

Di ajang Kirab Budaya peringatan Hari Raya Waisak ke-2567 BE, tampilnya beberapa Bragada Prajurit kraton beserta korsik drumbandnya bukan atas nama kraton dan menjadi kontingen mandiri, melainkan berada di dalam barisan kontingen Majlis Umat Nyingma Indonesia (MUNI), salah satu perkumpulan umat Budha di Indonesia. Tetapi, ketika sudah tampil di depan publik, mulai dari start di kompleks Candi Mendut hingga finish di Candi Borobudur, warna-warna prajurit kraton seakan-akan menjadi kontingen mandiri yang justru banyak diperhatikan dan mencuri pandang, walau yang dibawa banner bertuliskan perkumpulan MUNI.

FOTO BERSAMA : Selama menunggu pemberangkatan kontingen kirab, putra mahkota KGPH Hangabehi berteduh di halaman kompleks perkantor Perhutani Cepu, dan situasi itu banyak dimanfaatkan untuk melayani permintaan warga setempat untuk foto bersama, termasuk Ketua Dewan Cabang PSHT Blora, Maryadi SE. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sudah menjadi risiko, ketika prajurit Kraton Mataram Surakarta berada dalam “wadah” dengan lebel dan simbol berbeda, apalagi secara administratitif didaftarkan dengan nama yang jauh berbeda pula, pasti tidak akan disebut MC atau pihak yang mengatur lalun-lintas kirab. Namun, karena Bregada Prajurit Tamtama, Jayengastra, Prawiraanom dan Prajurit Sarageni punya cirikhas warna-warni kostum yang unik, apalagi membawa vandel berlogo Sri Radya Laksana simbol Kraton Surakarta dan memperdengarkan warna musik yang berbeda dari seruling dan terompet, saat itulah, ribuan pasang mata mengelu-elukan kehadirannya dan selalu berusaha berfoto di dekatnya.

Walau posisi keberadaannya sama saat di peringatan Hari Raya Waisak ke-2567 BE Candi Borobudur, termasuk banner papan nama yang dibawanya, tetapi ada sedikit perbedaan yang mencolok keberadaan Bregada Prajurit Tamtama beserta korsik drumbandnya saat hadir ikut memeriahkan peringatan HUT ke-78 RI di Desa Tuk Buntu, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Rabu (23/8). Antusias sambutannya agak berbeda, karena hadirnya prajurit Kraton Surakarta di Hari Raya Waisak ke-2567 BE “dianggap” sangat jauh dari lintasan perjalanan Budha di Tanah Air, sementara Blora berada dalam lintasan sejarah perjalanan Mataram Surakarta (1745-1945).

SALAM HORMAT : Ketua Dewan Cabang PSHT Blora, Maryadi SE tampak melakukan jurus silat ketika menyampaikan salam hormat gaya pesilat PSHT di depan barisan prajurit Kraton Surakarta yang berhenti di depan panggung kehormatan, Rabu (23/8) siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Antusias sambutan masyarakat yang menyaksikan proses Karnaval Budaya 2023 termasuk para tokoh pejabat yang ada di pangung kehormatan di titik pemberangakatan kontingen peserta, tidak sepenuhnya mencerminkan sikap paham sejarah masa lalau Kabupaten Blora, Cepu dan Kraton Mataram Surakarta. Tetapi, prajurit Kraton Mataram Surakarta yang melintas dengan dikawal langsung putra mahkota KGPH Hangabehi, tentu menjadi alasan mengapa mereka bergegas dan berhamburan menyambut dan menyalami serta minta foto bersama, di saat para prajurit hendak melakukan penghormatan ke arah tamu kehormatan?.

Itu adalah fakta riil yang terjadi di lapangan, yang dilakukan secara spontan oleh mereka yang berada dalam peristiwa itu, termasuk Bupati Blora, H Arief Rohman SIP MSi bersama istri dan sejumlah pejabat anggota Forkopimda lainnya. Hal yang berbeda lagi, antusiasme menyambut, bersalaman dan ucapan terima kasih atas kehadiran prajurit Kraton Surakarta disampaikan kepada KGPH Hangabehi, karena petugas MC terlebih dulu menyebut. Penyebutan itu terjadi, ketika prajurit kraton yang berada di urutan 8 hampir tiba di depan panggung, yang terkesan secara spontan menjadi “kejutan”.

BERBUSANA ADAT : Walau berbusana adat Jawa, KRT Sinto juga melakukan salam penghormatam gaya pesilta PSHT di depan barisan prajurit Kraton Surakarta yang berhenti di depan panggung kehormatan, Rabu (23/8) siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sikap spontan bergegas menyabut karena adanya “kejutan” prajurit Kraton Surakarta hadir di antara para kontingen peserta karnaval itu, bisa melahirkan dua tafsir. Yang pertama, tafsir bahwa keterkejutan itu karena “lupa mengundang” atau memang (kraton) tidak diundang secara khusus, dan tafsir kedua sengaja menyembunyikan informasi kehadiran kraton sejak awal untuk “surprise”. Namun, selalu berfikir positif lebih baik dikedepankan, dan peristiwa yang terjadi di Cepu, (23/8) itu bisa menjadi pengingat, agar panitia event apapun yang menyangkut keberadaan Kabupaten Blora dan Cepu, akan lebih indah kalau menghadirkan warna-warni Kraton Mataram Surakarta ke dalamnya.

Penghargaan yang tinggi justru perlu diberikan kepada keluarga besar pengurus Dewan Cabang PSHT Kabupaten Blora yang dipimpin Maryadi SE selaku ketuanya dan KRT Sinto selaku pengurus PSHT Pusat di Madiun, karena telah menginisiasi kehadiran prajurit Kraton Mataram Surakarta ke dalam karnaval itu. Dan ternyata punya manfaat daya tarik dan melahirkan suasana “surprise” dari kalangan masyarakat penonton dan pejabat, walau tadinya terbungkus dan menjadi bagian dari kontingen pesilat PSHT Cabang Blora yang mengerahkan anggota sampai lebih 200 orang, Rabu (23/8) siang itu.

PENGALAMAN PERTAMA : Para prajurit Kraton Mataram Surakarta ketika tampil pada kirab peringatan Hari Raya Waisak ke-2567 BE di Candi Borobudur, beberapa waktu lalu. Walau tampil “atas nama” pihak lain, tetapi mendapat antusiasme sambutan luar biasa karena cirikhas dan simbol-simbol yang dikenakannya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seandainya tidak ada “insiden” menyelipkan prajurit kraton ke urutan nomer 8, mungkin efek yang akan terjadi juga bisa berdeba. Yang perlu dipahami, adalah alasan memindah urutan start dari sebelumnya nomer urut 236 bersama kontingen PSHT Cabang Blora, karena jasa perjuangan Maryadi SE dan KRT Sinto yang melakukan negosiasi dengan panitia, bisa menerima kehadiran prajurit kraton ke nomer urut start 8. Hasil negosiasi itu membuahkan kraton dianggap hadir sebagai kontingen mandiri dan mendapat antusias sambutan, tetapi terpisah dari kontingen PSHT yang tetap start dari nomer urut 236.

“Kami semua berangkat dari Solo jam 05.00 WIB. Jam 09.00 sudah siap, karena katanya jam 10.00 WIB karnaval diberangkatkan. Kami semula memperkirakan, berarti jam 12.00 atau 13.00 WIB bisa selesai dan segera kembali ke Solo. Tetapi, ada sedikit miskomunikasi dan jawabannya terlambat. Padahal, lebih dari 2 jam kami menunggu. Sementara, semakin siang terasa semakin panas. Padahal, malamnya masih ada acara di kraton. Maka, kemarin itu kami usul untuk bisa tampil lebih awal dan diterima,” papar KGPH Hangabehi menjelaskan kronologi perubahan nomer start, menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin. (Won Poerwono-bersambung/i1)