Dipertanyakan Gusti Timoer Saat “Caos Bhekti Tahlil”
PAMEKASAN, iMNews.id – Gusti Timoer atau GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani mempertanyakan “nasib” kompleks makam Adipati Tjakra Adiningrat yang tampak semakin rapuh dan mengkhawatirkan kekuatan konstruksi penyangga atapnya, saat memimpin rombongan Kraton Mataram Surakarta melakukan “Caos Bhekti Tahlil” atau “Nyadran” di kompleks makam yang terletak di Kelurahan Khol Pajung, Kecamatan Kota, Kabupaten Pamekasan, Madura (Jatim), Minggu siang (19/3) kemarin. Karena, makam keluarga kecil mertua Sinuhun PB IV yang berada di dalam kompleks Astana Pajimatan Khol Pajung itu, tampak sangat jauh kondisinya dibanding kompleks cungkup makam “raja” Pamekasan, Adipati Honggo Sukowati yang ada di atasnya.
“Ini makam mertua Sinuhun PB IV. Dari eyang Adipati Tjakra Adiningrat ini, kemudian menurunkan raja-raja di Mataram Surakarta. Kami mohon, pemerintah setempat untuk memperhatikan kondisi makam leluhur kita semua. Mudah-mudahan juga dipikirkan anggaran (dana APBD-Red) untuk memugar. Ini adalah makam para leluhur yang telah mewariskan banyak hal untuk kita semua. Di antaranya, kita ditunjukkan bahwa antara masyarakat madura dengan Surakarta dan lebih luas lagi, ternyata adalah saudara. Mudah-mudahan dengan meluhurkan makam eyang-eyang ini, kita semakin dikuatkan tali persaudarannya,” jelas GKR Timoer, baik saat di depan kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Pamekasan, maupun saat menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin.
Gusti Timoer selaku Pengageng Keputren Kraton Mataram Surakarta, pada agenda “Nyadran” atau “Ruwahan” tahun ini mendapat tugas memimpin rombongan dari kraton untuk melakukan ritual “Caos Bhekti Tahlil” di dua titik lokasi, yaitu di Astana Pajimatan Tegalarum, makam Sinuhun Amangkaurat I atau Amanbgkurat Agung di Desa Pseban, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, Minggu (5/3) dan di Madura, Minggu (19/3). Di Madura, ada sekitar 50-an orang yang dipimin Koordinator Pengelola Kawasan Alun-alun Kidul itu melakukan perjalanan dengan sebuah bus besar dan beberapa mobil kecil.
Tiba di kompleks kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pukul 05.00 WIB, anggota rombongan sempat beristirahat sebentar dan bergiliran bersiap-siap untuk mengikuti prosesi kirab membawa uba-rampe “Caos Bhekti Tahlil”. Pukul 08.00 WIB sudah siap dengan semua peralatan dan perlengkapan kirab, terutama yang diperlukan unit Korp Musik (Korsik) drum band dan Bregada Prajurit Tamtama, tetapi rombongan GKR Timoer malah diundang Bupati Pamekasan di rumah dinas, sehingga kirab baru bisa dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB meninggalkan kompleks kantor Depdikbud.
Begitu rombongan kecil Gusti Timoer sudah tiba dari rumah dinas Bupati Pamekasan, barisan ditata dan prosesi kirab benar-benar berjalan meninggalkan kompleks kantor Depdikbud. Suara drumband yang komposisi nadanya sangat khas dan tidak ada di luar Kraton Mataram Surakarta, sekitar pukul 10.00 WIB itu tentu mengundang perhatian warga di sekitar Alun-alun Kabupaten Pamekasan. Meskipun para peserta “car free day” sudah bubar, dan aktivitas kehidupan rutin tiap Minggu serta lalu-lintas umum yang lalu-lalang di sekitar rute kirab yang tampak memperhatikan peristiwa kirab dengan suara khas drum band yang berasal dari pintu keluar kompleks Depdikbud.
Di bawah terik matahari yang sudah menyengat pagi kemarin, prosesi kirab terus berjalan yang diikuti semua rombongan dari Kraton Mataram Surakarta, ditambah para aktivis Komunitas Rumah Budaya dan keluarga perguruan SHT Pamekasan yang menambah meriah suasana kirab. Sebagai pemimpin rombongan, Gusti Timoer yang sudah mengenakan stelan busana adat dengan sandal “low heal” ikut berjalan kaki, tetapi keluar dari barisan karena tak kuat sengatan panas matahari, walau panjang rute sampai di Astana Pajimatan Khol Pajung hanya sekitar 2 KM.
Gusti Timoer dan pengiring yang membawa uba-rampe “Nyadran” segera masuk cungkup makam Adipati Tjakra Adiningrat I dan keluarga untuk memulai ritual, dan abdidalem dari Masjid Agung Kauman, Pasarkliwon, KRAT Mustofa tampak memimpin doa, dzikir dan tahlil. Dibantu jurukunci makam Msriyadi dan para abdidalem dari Putri Narpa Wandawa selalu disertakan dalam rombongan, tabur bunga dan menghias “maijan” dengan “sangsangan” bunga melati dan kanthil segera dilakukan Gusti Timoer, yang didahului dengan doa, urut dari pusara Adipati Tjakra Adiningrat I dan istri.
Sebelum meninggalkan tempat, Gusti Timoer melihat ruang cungkup makam memang tampak bersih tetapi kerusakan konstruksi di beberapa titik terutama konstruksi atap, memang sangat kelihatan dan terkesan membahayakan karena plafon bisa ambrol sewaktu-waktu. Zaini Achmad selaku Kepala Dinas Depdikbud Kabupaten Pamekasan yang ikut mendampingi dalam “Caos Bhekti Tahlil” di situ, secara spontan membenarkan soal kondisinya, dan menyatakan akan sudah mengusulkan anggaran di APBD untuk memugar kompleks cungkup makam itu, tahun ini.
Selesai dari cungkup makam mertua Sinuhun PB IV, Gusti Timoer menuju cungkup makam Bupati I Pamekasan, yaitu “Raja” Ronggo Sukowati dan keluarganya. Di pusara dan cungkup makam tokoh pendiri Kabupaten Pamekasan itu, sudah tampak bagus dan terkesan belum lama dipugar. Karena, saat Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Ketua LDA) melakukan safari “Muhibah Budaya” sekaligus ritual “Nyadran” setahun lalu, adalah kali pertama kompleks makam itu “disadran” kraton. maka, Gusti Timoer langsung “menodong” Kepala Dinas Depdikbud Pamekasan, agar cungkup makam mertua Sinuhun PB IV segera dipugar.
Kira-kira pukul 12.00 WIB, ritual “Caos Bhekti Tahlil” di Astana Pajimatan Khol Pajung selesai, Gusti Timoer dan rombongan sekitar 10 orang di antaranya KRAT Teguh, mantan Ketua Pakasa Cabang Boyolali berpamintan untuk “Nyadran” ke makam seorang tokoh Wali Sanga, yaitu Sunan Ampel yang ada di Kota Surabaya. Seperti diketahui, semua raja dan tokoh di Kraton Mataram Surakarta keturunan Sinuhun PB IV (1788-1820), punya darah Madura, karena dua putri Adipati Tjakra Adiningrat, yaitu RAj Sakaptinah dan RAj Handayawati dijadikan permaisuri PB IV yang menurunkan Sinuhun PB V dan seterusnya. (won-i1)