Di Tengah Sorotan Publik, KGPH Mangkubumi Berubah Nama Menjadi KGPH Hangabehi

  • Post author:
  • Post published:December 25, 2022
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Di Tengah Sorotan Publik, KGPH Mangkubumi Berubah Nama Menjadi KGPH Hangabehi
PISOWANAN TERBATAS : Kerabat Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa menggelar pisowanan terbatas di Pendapa Sitinggil Lor, Sabtu siang (24/12/2022). Pisowanan itu diisi doa wilujengan untuk mengganti nama KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi. (foto : iMNews.id/dok)

Peristiwa Menarik dan Langka, Bagian dari Strategi Politis Internal?

SURAKARTA, iMNews.id – Di tengah sorotan publik secara luas yang memperhatikan berita-berita tentang Kraton Mataram Surakarta, baik secara langsung maupun melalui media sosial yang membanjir sejak “insiden Gusti Moeng kondur ngedhaton”, kira-kira seminggu lalu (iMNews.id, 18/12/2022), muncul sebuah peristiwa sangat penting dari sela-sela kesibukan peringatan “Hari Jadi 91 Tahun Pakasa” (16/12-1/1/2023). Kemarin siang seusai pelaksanaan kirab budaya yang menjadi puncak kegiatan peringatan hari jadi itu, berlangsung sebuah upacara adat wilujengan “liru asma” (ganti nama) dari Kangjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi di Pendapa Sitinggil Lor, yang nyaris lengkap disaksikan semua elemen kerabat Kraton Mataram Surakarta yang hadir.

“Kalau Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red) berani melakukan itu (merestui perubahan nama-Red), berarti jelas ada pedomannya. Apalagi sudah menyebut waktu Sinuhun PB IX (1939-1945) juga melakukan ‘liru asma’ (pergantian nama-Red). Itu berarti sudah sangat kuat pedomannya. Bahkan, di kalangan masyarakat Jawa, berganti nama itu menjadi hal yang biasa. Dan biasanya dilakukan dengan sebuah upacara wilujengan”.

“Wong Jawa menyebut, slametan. Alasan pergantiannya, mungkin dianggap punya beban berat mendapatkan nama sejak lahir. Namanya diganti dengan harapan lebih. Intinya, di situ ada harapan menjadi ebih baik. Karena nama adalah doa. Asma kinarya japa. Kalau ada alasan lain, yang tahu ya beliau-beliau itu,” jelas KP Budayaningrat, seorang dwija di Sanggar Pasinaon Pambiwara yang sering ditempatkan sebagai juru penerang budaya Kraton Mataram Surakarta.

DOA WILUJENGAN : Pergantian nama KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi berlangsung dengan doa wilujengan yang dipimpin abdidalem jurusuranata di Pendapa Sitinggil Lor, dan disaksikan semua elemen kerabat dan masyarakat adat sejumlah Pakasa cabang, Sabtu siang (24/12/2022). (foto : iMNews.id/dok)

Kalau perubahan nama di kalangan masyarakat Jawa mungkin masih terjadi di zaman modern dengan menyesuaikan keharusan tertib administrasi kependudukan di dalam sistem pemerintahan NKRI, mungkin sudah langka untuk saat ini karena pertimbangan-pertimbangan aspek di atas. Kelangkaan serupa, tentu bisa dipahami bisa terjadi di lingkungan Kraton Mataram Surakarta yang memiliki tadisi secara adat berganti nama, yaitu dari nama kelahirannya berganti di saat dewasa, lalu berganti lagi ketika sudah menginjak usia “sepuh”, tak terkecuali nama BRM Suryo Suharto, anak lelaki tertua Sinuhun PB XIII itu yang lahir di tahun 1985 silam.

Anak lelaki tertua karena punya kakak perempuan bernama GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani itu, sejak tahun 2004 saat bertahtanya KGPH Hangabehi menjadi Sinuhun PB XIII, secara tidak langsung berubah menjadi GRM Suryo Suharto lalu tidak lama kemudian berubah menjadi GPH Suryo Suharto dan sebelum 2017 lalu berubah menjadi KGPH Mangkubumi. Tetapi, seiring perjalanan waktu kemudian mulai insiden 2017, KGPH Mangkubumi “dikeluarkan” dari lingkungan keluarga kecil Sinuhun PB XIII karena memilih mengikuti jejak Gusti Moeng yang “berjuang” di luar tembok kraton.

Bahkan tak lama kemudian, beberapa waktu lalu ada sebuah peristiwa penobatan seorang anak yang “tiba-tiba” diakui sebagai putra mahkota dari seorang istri yang “tiba-tiba” disebut sebagai “permaisuri”, yang menetapkan anak itu menjadi KGPH Purubaya. KP Budayaningrat menolak mengatakan apakah ada kaitannya atau tidak dengan peristiwa dari lingkungan keluarga kecil Sinuhun PB XIII itu, tetapi Sabtu siang seusai berlangsung kirab budaya peringatan Hari Jadi 91 Pakasa, diadakan doa wilujengan perubahan nama atau “liru asma” dari KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi.

SUASANA HARU : Bertemunya KGPH Hangabehi dengan kakaknya tertua GKR Timoer Rumbai di teras Untarasana mengundang rasa haru beberapa kerabat yang menyaksikan peristiwa yang terjadi seusai wilujengan pelepasan nama KGPH Mangkubumi, dalam sebuah upacara adat doa wilujengan di Pendapa Sitinggil Lor, Sabtu siang (24/12/2022). (foto : iMNews.id/dok)

“Itu hal biasa mas. Gusti Wandan pasti sudah punya pedomannya. Karena saya sangat yakin, beliau adalah tokoh yang sangat konsisten dalam menjalankan paugeran adat. Jadi, sangat tidak mungkin berani main-main menerjang adat, atau melakukan hal yang tidak ada pedomannya. Lagi pula, nama Mangkubumi sudah dipakai Kraton Jogja untuk memberi nama putri tertua Sultan. nama sekarang Hangabehi, adalah meneladani nama ayahandanya. Dalam khasanah budaya Jawa disebut ‘nunggak semi’. Saya yakin dan ikut berdoa, semoga harapan ke depan pasti lebih baik atau semata-mata hanya untuk kebaikan,” tandas Ketua MGMP Bahasa Jawa SMA se-Jateng itu.

Di tempat terpisah, Ketua Pakasa Cabang Jepara KRA Bambang Setiawan Adiningrat yang dihubungi iMNews.id tadi siang menyambut baik perubahan nama itu, dan ikut mendoakan semoga kraton semakin lebih baik ke depan. Disebutkan, dirinya yang diizinkan bersama para pengurus Pakasa Cabang yang ikut sowan saat itu, justru diharapkan menjadi saksi sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta, yaitu adanya peristiwa doa wilujengan pergantian nama KGPH Mangkubumi menjadi KGPH hangabehi, di sela-sela pelaksanaan peringatan Hari jadi 91 Pakasa itu.

“Yang jelas, kami bersama rombongan beruntung bisa melihat kraton sampai ke dalam. Ini sungguh pengalaman langka bagi kami sebagai warga Pakasa. Kami dengan 230 rombongan, bangga dan beruntung bisa dilibatkan dalam kirab peringatan Hari Jadi 91 Pakasa yang sangat langka. Peristiwa ini, menjadi trending topic pembicaraan warga di Jepara dan sekitarnya. Hal positifnya, banyak warga Jepara pengin masuk menjadi anggota Pakasa. Beruntung lagi, saya bisa menjadi salah seorang saksi sejarah dalam upacara adat wilujengan ganti asma itu,” jelas KRA Bambang.

REPRESENTASI KAWULA : Para Ketua Pakasa Cabang yang menjadi satu di ujung kiri “pisowanan” terbatas di Pendapa Sitinggil Lor, Sabtu siang (24/12/2022) itu, adalah representasi atau perwakilan para “kawula” atau rakyat/masyarakat adat sebagai saksi berubahnya nama KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi melalui upacara adat itu.(foto : iMNews.id/dok)

Doa permohonan mengiringi pergantian nama KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi itu, juga datang dari Ketua Pakasa Cabang Ponorogo (Jatim) KRRA MN Gendut Wreksodiningrat yang berharap semoga “hajad” Gusti Mangku yang berubah nama menjadi Gusti Behi (KGPH Hangabehi-Red) diijabahi atau diridhai Allah SWT. Pjs Ketua Pakasa Cabang Trenggalek, KRAT Seviola (Sekretaris Cabang-Red)-pun yang dihubungi terpisah menyatakan bangga dan gembira bisa ikut menjadi saksi sejarah dalam perjalanan Kraton Mataram Surakarta, karena setelah mengikuti kirab, mendapat “dhawuh” untuk “sowan” pada upacara adat wilujengan “liru asma” di Pendapa Sitinggil Lor, siang kemarin.

KPH Edy Wirabhumi selaku Ketua Pengurus Pusat Pakasa sekaligus Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS) yang dimintai tanggapannya soal upacara adat perubahan nama itu tidak bersedia, tetapi menyarankan meminta keterangan Gusti Moeng (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red). Meski peristiwa itu menarik dan langka, apakah menjadi bagian dari strategi politis nternal di pihak Gusti Moeng? Jawabannya memang perlu menunggu sampai ada peristiwa yang bisa membuktikannya.

Di antara mereka yang hadir, dari unsur otoritas kelembagaan di kraton sudah terwakili dengan hadirnya Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) sekaligus Pengageng Sasana Wilapa. KPH Adipati Sangkoyo Mangunkusumo dan sejumlah sentanadalem yang hadir seperti KPP Wijoyo Adiningrat, tentu representasi lembaga Kasentanan atau Kantor Kusuma Wandawa, KRMH Kusumo Adilogo dan tokoh-tokoh di depan lainnya tentu mewakili lembaga bebabadan yang ada. Begitu pula para abdidalem jurusuranata yang mendoakan serta para pengurus Pakasa Cabang yang hadir, adalah perwakilan dari “kawula” atau rakyat/masyarakat adat. (won-i1)