Gelar Budaya Sekaten Ditutup, Diharapkan Bisa Berlanjut Tiap Tahun

  • Post author:
  • Post published:October 8, 2022
  • Post category:Budaya
  • Reading time:4 mins read

Puncak Tertinggi Jumlah Penonton di Pentas Terakhir

SURAKARTA, iMNews.id – Gelar Budaya Sekaten 2022 yang disuguhkan Kraton Mataram Surakarta mulai Minggu (2/10) dan dilaksanakan Lembaga Dewan Adat (LDA) selaku penanggungjawab penyelenggaranya, semalam (Jumat, 7/10) ditutup dengan sajian terakhir tujuh repertoar tari dan ditutup dengan flash mob menari bersama Gambyong Pare Anom. Sajian seni tari dari 12 sanggar tari yang ada di Solo, Karanganyar dan Sukoharjo yang digelar di Pendapa Sitinggil Lor selama berlangsungnya ritual Sekaten Garebeg Mulud itu, diharapkan bisa berlanjut rutin tiap tahun bersamaan adanya upacara adat di Kraton Mataram Surakarta seperti yang abru saja berlalu.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada semua penyaji yang tampil bergiliran tiap malam di sini. Semangat dan antusias penjenangan semua sangat kami hargai. Karena ada yang datang jauh-jauh dari Banyumas, yaitu tim penari penyaji tari Lengger (Sekar Gadung). Kami berharap pentas seni bersama ini bisa berlanjut rutin tiap tahun. Kami juga berterima kasih kepada para penonton yang juga pengunjung Sekaten, yang benar-benar sutresna budaya, yang malam ini terasa pada puncaknya. Kami juga memohon maaf, apabila dalam menyajikan gelar budaya ini ada kekurangannya,” ucap GKR Wandansari Koes Moertiyah, saat menyampaikan pidato sambutan pembukaan pentas malam terakhir, sekaligus menutup Gelar Budaya Sekaten 2022, semalam.

KOSTUM MENCOLOK : Kostum dengan warna yang mencolok dikenakan para penari “Kukila” dari Sanggar BSAJ, Manahan, Surakarta, menjadi daya tarik tersendiri bagi 300-an penonton Gelar Budaya Sekaten yang disaijkan di Pendapa Sitinggil Lor, malam terakhir, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sebelum malam penutupan, Jumat malam (7/10), malam sebelumnya Rabu (5/10) Gelar Budaya Sekaten menampilkan 6 repertoar tari dari beberapa sanggar yang total melibatkan 90-an penari, yang menjadi rekor terbanyak pelibatan para peraga penarinya. Mereka berturut-turut menyajikan tari Cindai, tari Kuda-kuda, tari Rebana, tari Denok-Deblong, tari Eko Prawiro dan tari Kitiran. Sedangkan, pada malam terakhir, (Jumat, 7/10) semalam, disajikan enam repertoar tari ditambah flash mob menari bersama tari Gambyong Pare Anom.

Dalam flash mob tari Gambyong Pare Anom, banyak para penyaji lain dari sanggar berbeda, ikut terjun menyesuaikan gerakan tari Gambyong, termasuk GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku ketua LDA yang akrab disapa Gusti Moeng, demikian pula KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat yang ikut bergabung mengikuti gerakan Wardoyo, seorang abdidalem guru tari dari Sanggar Beksa Kraton Mataram Surakarta. Spontanitas berflash mob ini sangat menarik perhatian pengunjung, karena melukiskan keakraban, kerukunan dan kebersamaan sekaligus kesetaraan antaara semua yang hadir di situ, termasuk Gusti Moeng sebagai representasi masyarakat adat kraton yang justru menginisiasi acara spontanitas itu.

UCAPAN SELAMAT : KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat menyampaikan ucapan selamat kepada Gusti Moeng dengan gaya “toast”, karena telah menyelenggarakan Gelar Budaya Sekaten sampai penutupan di Pendapa Sitinggil Lor, sukses dan lancar, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Saya mewakili masyarakat sangat berharap pentas seni ini terus digelar, rutin tiap tahun. Seharusnya siapa saja dan pihak mana saja bisa mendukung kegiatan ini. Karena, kegiatan seperti ini bisa menjembatani kalangan generasi muda milenial untuk mengenal seni budaya tradisi yang bersumber dari kraton. Padahal, seni budaya banyak mengenalkan nilai-nilai budi pekerti, untuk melengkapi nilai-nilai religi yang didapat dari ngalab berkah Sekaten di kagungandalem Masjid Agung, agar menjadi seimbang,” harap KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat selaku pemerhati budaya Jawa dan kraton dari sudut spiritual kebatinan, yang dihubungi iMNews.id di tempat terpisah, tadi siang.

Seperti diketahui, sebelum insiden 2017 kraton menggelar pentas seni atau Gelar Budaya yang diselenggarakan bersamaan dengan beberapa jenis upacara adat seperti tingalan jumenengan, Sekaten Garebeg Mulud dan Garebeg Pasa. Pentas Wayang Kulit Muludan di saat Sekaten dan Gelar Budaya berupa pentas tari di saat tingalan jumenengan dan Sekaten, sudah berjalan rutin sampai 2017. Walau berhenti dua tahun karena pandemi Corona, KRAT Hendri Reksodiningrat berharap semua jenis pentas seni itu bisa berlanjut rutin tiap tahun dan untuk jenis-jenis upacara adat yang sesuai. (won-i1)