Khol 388 Tahun Wafatnya Sultan Agung, Digelar di Depan Bangsal Pangrawit

  • Post author:
  • Post published:September 10, 2021
  • Post category:Budaya
  • Reading time:5 mins read

Pernah Dihadiri 5.000-an Warga Masyarakat Adat dari Berbagai Daerah

SOLO, iMNews.id – Tepat pada malam sakral hari Kamis malam Jumat Wage (9/9) atau tanggal 2 Sapar Tahun Alip 1955 mulai pukul 20.30 WIB, GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta menggelar upacara adat khol atau haul peringatan 388 tahun wafatnya Sinuhun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Namun, ritual untuk memperingati wafat Sang Pahlawan Nasional pendiri Dinasti Mataram dan Keraton Mataram Islam itu, hanya mengundang sekitar 40 warga masyarakat adat terdekat, dan digelar di depan Bangsal Pangrawit Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, karena masih dalam suasana pandemi Corona.

”Pancen nembe kaping tiga lembaga (LDA) nggelar khol pengetan surutdalem Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Ingkang sepindah tahun 2019, saget dipun sekseni 5.000-an warga masyarakat adat (termasuk Pakasa). Nanging tahun 2020, pandemi tahun pertama kedah nderek prokes Covid 19. Namung pinten ingkang rawuh kala emben?. Nanging tasih lumayan kathah. Sakmenika, tasih suasana pandemi, prokes ketat, inggih cekap menika. Undangan kula namung 30 tiyang,” jelas GKR Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng, saat memberi sambutan tunggal pada upacara adat, tadi malam.

DEKAT SANG BIBI : Putra Mahkota KGPH Mangkubumi tampak dekat sang bibi yaitu Gusti Moeng (Ketua LDA), saat mengikuti doa yang dipimpin RT Pujodiyanto Dipuro dalam ritual khol 388 tahu (M) wafatnya Sinuhun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di Pendapa Pagelaran Keraton Mataram Surakarta, tadi malam (9/9). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Semalam, ada sekitar 40 orang yang datang sowan mengikuti upacara adat memperingati haul 388 tahun (Masehi) wafatnya Sang Pahlawan Nasional yang wafat pada tanggal 2 Sapar tahun 1633 (M). Tetapi, hanya Gusti Moeng seorang dari sejumlah putra/putridalem Sinuhun PB XII yang hadir di situ, bahkan memimpin ritual yang tepat berada di tengah-tengah Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, tetapi hanya disinari lampu ”remang-remang” khas ”wungon” malam Jumat.  

Yang lain, kebanyakan kalangan sentana darahdalem trah beberapa Sinuhun, sejumlah wayahdalem Sinuhun PB XII termasuk putra mahkota KGPH Mangkubumi, selebihnya kalangan abdidalem garap atau pegawai Keraton Mataram Surakarta yang memilih mengikuti Ketua LDA. Putri tertua Sinuhun PB XIII yaitu GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yag biasanya juga hadir sebagai ”kader” andal Gusti Moeng mendampingi anak lelaki tertua yang juga putra mahkota, saat itu tidak kelihatan.

Upacara adat khol wafatnya Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma baik yang berlangsung di kagungandalem Masjid Agung maupun di Pendapa Pagelaran, format tatacaranya sama persis. Karena, upacara spiritual religi itu hanya berupa doa, tahlil dan dzikir yang dipimpin abdidalem jurusuranata RT Pujodiyanto Dipuro, walau ditambah bacaan surat Yasin, sholawat Sultanagungan dan syahadat Quresh yang durasinya hampir 90 menit.

PIMPIN TAHLIL DAN DZIKIR  : Abdidalem jurusuranata RT Pujodiyanto Dipuro memimpin doa, tahlil dan dzikir serta salawat Sultanagungan dan syahadat Quresh, dalam ritual khol 388 tahun (M) wafatnya Sinuhun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di Pendapa Pagelaran Keraton Mataram Surakarta, tadi malam (9/9). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

”Mugi-mugi ing tahun 2022 haul Sinuhun Sultan Agung saget kaleksanan kados 2019, dipun hadiri 5.000-an warga. Mugi-mugi suasana pandemi sampun longgar. Saget dipun wontenaken ingi Masjid Agung. ‘Ndhak dipek uwong’. Tahun menika mboten saget wonten Masjid Agung, amargi perizinan diperketat. Wonten kesempatan menika, kula namung saget ngaturaken panuwun dumateng sadaya abdidalem, yang begitu ringan dan ikhlas untuk sowan. Ini pertanda kesetiaan untuk menjaga kelestarian keraton, yang sudah terbukti secara turun-temurun  menjadi pasuyudan warga peradaban,” tandas Gusti Moeng dalam bahasa campuran antara Bahasa Jawa krama inggil dan Bahasa Indonesia.

Dalam sambutannya, Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Ketua Yayasan Pawiyatan Kabudayan Keraton Mataram Surakarta itu menyebut bahwa kesetiaan warga masyarakat adat itu masih tetap tinggi, di antaranya datang dari Paguyuban Siswa Pawiyatan Marcukunda Karaton Surakarta (Pasipamarta) yang baru saja berultah ke-22. Paguyuban yang lahir dari Sanggar Pasinaon Pambiwara Keraton Mataram Surakarta ini, tetap eksis sejak lahir di tahun 1993 hingga kini, walau diterjang berbagai prahara, seperti insiden April 2017 hingga pandemi Corona sekarang ini.

Seusai upacara, dalam wawancara dengan beberapa awak media Gusti Moeng menjelaskan berbagai hal selama bekerja sambil ”berjuang” di luar keraton sejak insiden April 2017. Meski banyak hasil ”perjuangan” yang menggembirakan bagi Keraton Mataram Surakarta secara institusional di bawah LDA, maupun masyarakat adat secara luas, tetapi diakui proses kerja dan perjuangannya dalam mengembalikan wibawa, harkat dan martabat demi eksistensi dan kelestarian Keraton Mataram Surakarta tidak bisa maksimal, kalau dilakukan di luar keraton. (won)