Kehidupan Malam Kota Solo, Bisa Jadi Objek Wisata Menarik
IMNEWS.ID – KELIHATANNYA Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Hendri Rosyad Wrekso Puspito masih harus bersabar, karena pemerintah kembali memperpanjang PPKM level IV untuk beberapa wilayah, termasuk Solo Raya atau eks Karesidenan Surakarta, mulai tanggal 3 hingga 9 Agustus. Karena, pemerintah mempunyai pertimbangan lain ketika melihat perkembangan penanganan pandemi Corona, setelah PPKM level yang sama diperpanjang mulai tanggal 25 Juli hingga 2 Agustus.
Itu berarti, pemerhati budaya Jawa dan keraton secara spiritual kebatinan itu harus menunda kerinduannya untuk kembali menikmati suasana kehidupan malam, yang sebelumnya selalu dilakukan di pusat keramaian kawasan Alun-alun Kidul atau Alkid. Karena, dengan perpanjangan PPKM seminggu kedua ini, kalangan pedagang kecil dan aneka usaha jasa kelas UKM yang mencari nafkah di kawasan Alkid juga harus bersabar untuk tidak membuka usaha atau melakukan aktivitas dagangnya secara normal.
Seperti disebutkan Presiden Jokowi yang kemudian dijabarkan Kemenko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan beberapa kementerian lain, Senin malam, perpanjangan PPKM untuk beberapa wilayah di antaranya disebutkan soal jam buka atau aktivitas. Warung-warung makanan diizinkan buka dari siang hingga pukul 20.00 WIB, dan pengunjung yang makan di tempat dibatasi hanya 50 persen.
Khusus untuk batasan jam buka dan durasi beraktivitas, jelas tidak mungkin bagi sekitar 300 pedagang aneka jenis makanan di Alkid untuk bebas menjual dagangannya melebihi batasan jumlah pengunjung dan batasan jam buka. Itu juga berarti KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito tidak mungkin bisa duduk lesehan santai di atas tikar sambil ngobrol dengan teman-temannya, menikmati alam terbuka sambil ”nyeruput” wedang jahe atau menyantap ”jadah bakar” dengan leluasa sampai larut malam.
”Yang jelas, apapun pertimbangannya, pasti sudah dikalkulasi dengan benar. Soal itu, saya tidak tahu. Tetapi saya percaya, ada alasan mendasar kenapa pemerintah mengambil kebijakan (perpanjangan) itu. Saya kira semua warga Kota Solo termasuk para pedagang di Alkid, bisa memaklumi dan menjalankan aturan yang dikeluarkan pemerintah. Saya yakin ini pasti untuk kebaikan bersama. Mudah-mudahan suasana serem di Kota Solo segera bisa diatasi, dan pandemi segera berlalu. Kita juga bisa bebas nglaras menikmati kehidupan malam lagi di Alkid,” harap KRT Hendri menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin.
Sejarah, Batik dan Kulier
Kesabaran KRT Hendri Rosyad dan para pedagang yang menjual aneka menu makanan di kawasan Alkid,tentu juga menjadi ujian bagi kalangan warga yang sudah rindu menikmati suasana kehidupan malam di Kota Solo. Apalagi, kalangan pengusaha dan pengelola tempat hiburan yang belakangan ikut meramaikan suasana kehidupan malam di ruang tertutup atau in door. Mereka semua, adalah bagian dari industri pariwisata yang hampir selama dua tahun pandemi ini, sama-sama terpuruk tetapi masih diminta untuk bersabar menunggu saat yang tepat untuk beraktivitas lagi.
Buruknya kondisi sektor pariwisata di Kota Solo adalah bagian dari situasi dan kondisi terpuruk perekonomian secara umum di Tanah Air, bahkan di dunia. Artinya, terpuruknya sektor kepariwisataan di Kota Solo tidak sendiri, karena sangatlah banyak ”temannya” yang mengalami situasi dan kondisi yang sama. Namun sebenarnya, sektor ini sempat berancang-ancang untuk kembali beraktivitas, ketika trend penurunan kasus pandemi menurun sesaat di bulan Juni 2020, tetapi sesaat kemudian terhenti kembali saat virus Corona menyerang di gelombang kedua.
”Intinya, para pelaku industri pariwisata di Solo saat itu (Juni 2020) sebenarnya sudah siap untuk beroperasi kembali, dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Kegiatan persiapan juga sudah mulai bergerak. Termasuk forum-forum diskusi dan koordinasi di kalangan para pelaku industri pariwisata di Solo, juga sudah mulai diadakan. Badan Promosi Pariwisata Daerah Kota Solo, tahun 2020 bahkan sudah melakukan riset dan menghasilkan data informasi menarik,” jelas anggota Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata UNS, kandidat doktor di FEB Bambang Irawan MSi, menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin.
Data dan informasi menarik tentang perilaku wisatawan Nusantara itu, menunjuk pada 6 produk unggulan yang paling dicari dan disukai ketika mereka berkunjung di Kota Solo. Dan dari enam produk industri pariwisata yang disebut sebagai ”main product” yang dinilai sangat prospektif untuk dikembangkan di pasar pariwisata selepas pandemi Corona, adalah produk kuliner, batik dan sejarah.
Data yang dihasilkan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Surakarta atau Kota Solo itu, tentu sejajar atau menjawab kesukaan sebagian warga kota yang suka menikmati kehidupan malam seperti KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito. Ini sekaligus juga memberi panduan arah kepada Pemkot, agar bisa menyusun kebijakan yang terarah pada pemberdayaan wisata kuliner yang terkoneksi dengan cirikhas warganya yang suka menikmati suasana kehidupan malam di Kota Bengawan.
Objek Wisata Kehidupan Malam
Hasil penelitian yang dilakukan BPPD Surakarta yang tentu melibatkan lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata (P3W) UNS ini, tentu sangat meyakinkan karena tidak mungkin mengabaikan potret kehidupan sosial warga kota yang mungkin mendominasi pasar wisata kuliner. Selain kebiasaan itu sudah berjalan cukup lama sesuai ciri dan karakter masyarakatnya, aktivitas kehidupan malam yang membuat kota menjadi selalu hidup dalam 24 jam, tentu ada tuntutan dengan ketersediaan produk kuliner yang memadai.
Namun dalam perkembangan terutama sejak awal tahun 2000-an karena banyak tempat berjualan yang menjadi tempat nongkrong warga kota semakin berkurang dari tahun ke tahun, tentu menjadi perhatian tersendiri bagi para pemangku kebijakan. Setidaknya, untuk membuka atau memfungsikan tempat umum yang ada agar bisa menampung para pedagang kuliner khususnya angkring wedangan secara ”gratis”, agar suasana kehidupan malam di Kota Budaya ini bangkit kembali.
Menurut anggota P3W UNS yang juga dikenal dengan nama KPH Raditya Lintang Sasangka itu, format produk industri pariwisata di zaman milenial yang akan semakin laku selepas pandemi Corona, adalah hasil promo dan pemasaran yang menggabungkan antara medsos Youtube dan siaran virtual. Maka, para pelaku industri pariwisata juga harus mampu mewujudkan kebijakan yang bisa memanfaatkan ramuan dua hal itu, termasuk ketika hendak mengembangkan suasana kehidupan malam sebagai objek wisata.
Karena tidak bisa dipungkiri, objek wisata suasana kehidupan malam terutama yang memanfaatkan ruang terbuka seperti di Alkid, bisa bersinergi dengan potensi sektor industri pariwisata lainnya. Event ritual kirab pusaka menyambut Tahun Baru Jawa di malam 1 Sura yang selalu digelar Keraton Mataram Surakarta dan Pura Mangkunegaran misalnya, sangat mungkin bersinergi dengan objek wisata kehidupan malam seperti pusat-pusat wisata kuliner, angkring wedangan dan tempat-tempat tertentu yang menyajikan kuliner secara bergilir dalam 24 jam.
”Warung gudeg cakar di Margoyudan itu, harus tetap ada meskipun harus berganti figur generasi penjualnya. Warung itu, jadi destinasi wisata warga kota dan wisatawan dari luar kota yang berkunjung untuk menyaksikan upacara-upacara adat di Keraton dan Mangkunegaran, atau keperluan lain. Kalau suasana malam seperti Alkid bisa disajikan di sudut-sudut kota lainnya dengan konsep yang sama, pasti juga menarik para pendatang dari luar kota,” tutur KRT Hendri yang memiliki pengalaman mengamati kehidupan pariwisata di Bali belasan tahun hingga awal tahun 2000-an. (Won Poerwono-bersambung)