Mengapa Terlalu Sulit Memuliakan Sinuhun PB XII Sebagai “Pahlawan Nasional”?
IMNEWS.ID – SELASA Pon, 6 Mei atau 8 Dulkangidah Tahun Je 1958, Kraton Mataram Surakarta mencatat peristiwa besar dalam sejarah perjalanannya 80 tahun di era republik (NKRI). Hari itu menjadi momentum penting bagi kraton dan publik secara luas, karena Sinuhun PB XII (1945-2004) diusulkan kepada pemerintah RI untuk mendapatkan gelar “Pahlawan Nasional”.
Dalam peristiwa yang menjadi momentum sejarah perjalanan Mataram Surakarta selepas 1945 (1745-1945) itu, tercatat Senat Fakultas Teknik Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Jogja punya andil dan peran penting di situ. Karena lembaga FT perguruan tinggi yang akrab dikenal dengan sebutan “Unsarwi” itu, sebagai lembaga pengusul gelar pahlawan nasional itu.
Masyarakat bangsa di Nusantara ini pasti akan mencatat dan kalangan generasi anak-cucu kelak juga akan tahu, bahwa ada andil dan jasa sebuah perguruan tinggi di Jogja terhadap Kraton Mataram Surakarta. Mereka itu dicatat punya kepedulian “tinggi” untuk “memuliakan” seorang tokoh besar yang nyata-nyata punya jasa dan andil besar terhadap lahirnya NKRI ini.

Bila dilihat rangkaian peristiwanya, hanya dalam dua hari Senin dan Selasa (5-6/5) Kraton Mataram Surakarta tampak kedatangan tamu. Walaupun, kedatangan rombongan Senat Fakultas Teknik (FT) UST itu hanya 15-an orang di siang hari, yang sama sekali tak mencolok bagi kraton, karena sudah terbiasa menggelar acara yang dihadiri ribuan orang sekaligus.
Tetapi, ketika materi acaranya dicermati dengan baik, barulah pemandangan di hari Selasa (6/5) itu punya nilai luar biasa, sebagai peristiwa maupun momentumnya. Baik bagi kraton, bagi publik secara luas, apalagi bagi Senat FT maupun lembaga perguruan tinggi UST atau Unsarwi. Selasa (6/5) adalah “eksekusinya”, sedangkan Senin (5/5) adalah doa-restunya.
Ada sisi spiritual kebatinan Jawa yang terasa kuat menyertai peristiwa ini, karena semua proses tahapan ke arah “eksekusi” pengusulan gelar Pahlawan Nasional mengikuti tatacara dalam Budaya Jawa yang penuh etika dan estetika. Itu terlihat dari “sembur” yang didapat tim pengusul saat datang ke kraton, Senin (5/5) siang untuk minta doa restu Gusti Moeng.

Tim pengusul yang dipimpin langsung Dekan Fakultas Teknik (FT) UST, Dr Ir Iskandar Yasin ST MIT CIPM IPM ASEAN Eng, Selasa (6/5) pagi langsung datang ke Pemkot Surakarta. Melalui kantor Dinas Sosial Surakarta, rombongan tim dari sivitas akademik FT Unsarwi itu mendaftarkan dan menyerahkan berkas-berkas permohonan gelar Pahlawan Nasional untuk Sinuhun PB XII.
Dari sisi legal standing pengusul, posisi tim Senat FT UST jelas lebih dari meyakinkan untuk salah satu persyaratan penting pengusulan itu. Karena, Senat FT yang berada di alam UST/Unsarwi Jogja itu, sama sekali orang lain atau tak memiliki hubungan kekerabatan sedikitpun, yang justru bisa dimaknai sebagai bagian rakyat NKRI yang peduli pada kraton.
Karena konteks usulan gelar pahlawan merujuk pada pribadi tokoh yang diusulkan, maka kepedulian senat FT dan lembaga UST/Unsarwi, terarah fokus pada ketokohan Sinuhun PB XII. Yaitu ketokohan dan kebesaran namanya dalam proses “melahirkan” NKRI, hingga mengawal pertumbuhan “bayi” NKRI ini dengan berbagai “nutrisi” yang dimiliki kraton dan dibutuhkan “sang bayi”.

Membaca dan memahami berbagai dokumen sejarah yang menjadi persyaratan pengajuan usulan itu, Dr Ir Iskandar Yasin mengaku sangat kagum, bahkan mengaku sampai merinding. Intelektual kampus itu terkesan tidak percaya, antara maraknya berita yang beredar luas di ruang publik, dengan data-data dan fakta sejarah tentang ketokoh Sinuhun PB XII di berbagai dokumen yang didapat.
“(Saya sudah membaca tulisan/ulasan iMNews.id, 5/5 dan 6/5). Terserah dan borong anggen penjenengan membaca ekspresi dan kesan-kesan saya. Penjenengan lebih tahu bagaimana melukiskan itu dalam tulisan,” ungkap singkat Dr Iskandar Yasin ketika ditanya iMNews.id mengenai berbagai hal yang dirasakan secara pribadi ketika memahami riwayat perjalanan PB XII.
Sebelum dihubungi Jumat (10/5) siang tadi, hal yang muncul di luar teknis tahapan-tahapan peristiwa pengusulan gelar itu sudah diungkapkan langsung Dr Iskandar Yasin. Misalnya soal kekaguman mengenai dokumen yang menyebut kepedulian Sinuhun PB XII terhadap “bayi NKRI”, waktu itu, saat diterima Gusti Moeng dan melaporkan kegiatannya ke Pemkot, Selasa (6/5) siang.

Ungkapan singkat Dr Iskandar Yasin saat melapor di ruang eks Kantor Sinuhun PB XI , Selasa siang itu, sangat meyakinkan bahwa data dan fakta sejarah yang menjadi persyaratan pengajuan usul gelar dinilai lebih dari cukup. Dari forum itu sampai tersirat kesan dan pertanyaan, mengapa tokoh sebesar Sinuhun PB XII begitu sulit menjadi Pahlawan Nasional?.
Kesan luar biasa disertai pertanyaan bernada tidak percaya atau heran, memang sudah sering diekspresikan banyak pihak. Tetapi memang tidak bisa dipungkiri, analisis perjalanan sejarah republik melukiskan adanya kekeliruan besar anak bangsa dan insan republik dalam memandang kraton dan pribadi-pribadi para tokoh pemimpinnya, tak terkecuali Sinuhun PB XII.
“Kalau kraton dan para Sinuhun dituding pro-Belanda dan anteknya Belanda, itu sejak dulu. Itu sudah hal biasa. Tetapi, ketika saya tantang untuk menunjukkan bukti, satu contoh saja, tidak ada yang bisa. Berarti, itu fitnah ‘kan?. Sinuhun PB XII kok ikut dituding pro-Belanda. Padahal tahun 1942-1945 dijajah Jepang. Logikanya gimana coba?,” tanya Gusti Moeng. (Won Poerwono – bersambung/i1)