Ada 13 Pusaka-dalem yang Dikeluarkan, Sebagai Simbol Doa Permohonan Keselamatan
SURAKARTA, iMNews.id – Ada enam ekor kagungan-dalem mahesa bule keturunan Kiai Slamet yang disiapkan untuk menjadi “cucuk lampah” upacara adat kirab pusaka menyambut Tahun Baru Jawa Jimawal 1957 pada 1 Sura, yang digelar Kraton Mataram Surakarta mulai Rabu malam (19/7) hingga Kamis (20/7) dinihari pukul 00.00 WIB nanti malam. Kirab yang diperkirakan akan diikuti sekitar seribuan orang itu, untuk membawa 13 pusaka-dalem berjalan mengelilingi rute tetap kirab kurang-lebih sejauh 4 KM yang melewati Jalan Jenderal Soedirman, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso.
“Kangge kirab tahun niki (2023-Red) saget kula siapaken kados tradisi sakderengipun pandemi (Corona-Red). Sakderengipun dipun derekaken dateng (halaman Kamandungan) kraton, bibar salat Ashar mangke kiai kalih nyai-ne ajeng kula beta wangsul dateng kandang Gurawan (kandang lama-Red). Mangke dalu nembe kula derekaken dateng kraton. Niki wonten enem (6-Red) ingkang sampun siap, tiga jaler lan tiga estri, salah setunggalipun sampun babon. Sadaya dalam kondisi sehat,” jelas abdi-dalem srati mahesa, Heri Sulistyo menjawab pertanyaan iMNews.id, pagi tadi.
Ditemui di kandang sebagian besar kagungan-dalem mahesa keturunan Kiai Slamet di sisi selatan Alun-alun Kidul (Alkid), Heri Sulistyo sedang sibuk memotong-motong jagung dan ketela yang menjadi menu kanan favorit satwa jinak pusaka Kraton Mataram Surakarta itu. Heri menyiapkan satu dua keranjang besar untuk sembilan ekor mahesa yang ada di kandang sisi selatan, serta menyiapkan masing-masing dua keranjang untuk jam makan sore sekitar pukul 15.00 WIB, makan malam pukul 19.00 WIB dan pukul 21.00 WIB di kandang Kampung Gurawan, menjelang diantar menuju halaman Kamandungan.
Menurut Heri, dari enam ekor mahesa itu, 4 ekor di antaranya pernah bertugas dalam kirab pusaka di tahun 2022 lalu. Ada lima ekor yang setengah “dipaksa” ikut kirab di masa akhir pandemi itu, yang kebetulan sedang berjangkit wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Karena “memaksa” lima ekor mahesa yang sebenarnya harus istirahat setelah mendapat vaksin untuk menghindari PMK, seekor di antaranya meninggal seusai kirab pusaka dan dikubur di kompleks Pendapa Magangan. Sedangkan empat ekor sisanya tidak dikembalikan ke kandang Alkid, melainkan juga dikurung di kompleks Pendapa Magangan.
Empat ekor mahesa yang tersisa, kemudian dikembalikan ke kandang Alkid atas perintah GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa. Kuburan seekor mahesa itu juga baru diketahui banyak orang saat berlangsung kerjabhakti resik-resik di lingkungan dalam kraton, yang digerakkan beberapa saat setelah Gusti Moeng bisa masuk kraton pada 17 Desember 2022. Sejak peristiwa “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022 itu, semua “Bebadan kabinet 2004” bisa kembali bekerja penuh sesuai masing-masing “bebadan”, sambil membenahi dan membersihkan bagian dalam kraton yang tidak terurus sejak 2017.
“Menawi ingkang 4 ekor sampun kulina nderek kirab. Tambahan 2 ekor menika, setunggal nate nederek kirab sepindah. ingkang setunggal dereng nate. Mugi-mugi mangke dalu saget gampil menyesuaikan, nderek ingkang sampaun biasa kirab. Mangke sonten, ajeng kula cobi malih mubeng alun-alun mriki mawon, terus mlebet kandang Gurawan. Kala wingi sampun latihan kaping kalih, Minggu (16/7) wiwit jam 3 sonten, kalian Senin (17/7) wiwit jam 4 sonten. Ketingalipun sampaun lancar,” ujar Heri yang mengaku akan dibantu banyak teman saat bertugas menggiring, melindungi dan mengarahkan satwa pusaka-dalem itu pada kirab nanati malam.
Di tempat terpisah, KRMH Suryo Kusumo Wibowo selaku salah seorang Koordinator Lapangan (Korlap) kirab menyebutkan, pada kirab pusaka kali ini akan dikeluarkan 13 pusaka sesuai jumlah lampu petromax, jenis alat penerangan berbahan bakar minyak tanah yang masih digunakan Kraton Mataram Surakarta untuk upacara adat khususnya kirab pusaka. Jumlah yang bertugas membawa dan mengiring serta mengarak setiap pusakanya, biasanya diperlukan 40 orang termasuk petugas yang membawa lampu petromax, petugas pengawal keamanan serta figur tokoh putra-dalem atau sentana-dalem yang “ngampil” (memikul) dan “mbuntar” (menyangga) apabila pusakanya berupa tombak.
Seperti berulang-ulang disebutkan Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat, bahwa kirab pusaka menyambut malam 1 Sura yang menandai pergantian Tahun Jawa, adalah salah satu upacara adat yang masih dijalankan Kraton Mataram Surakarta sebagai wujud eksistensi kraton dan bentuk ekspresi doa masyarakat Jawa kepada Tuhan YME. Ekspresi doa dalam balutan budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Surakarta itu sudah sejak lama dilakukan para leluhur pendahulu di Mataram Surakarta, untuk memohon keselamatan bagi kraton seisinya, masyarakatnya dan tentu saja seluruh bangsa Indonesia.
Untuk kirab pusaka menyambut 1 Sura tahun ini, berbeda sehari dengan kirab yang digelar “Kadipaten” Mangkunegaran yang menggunakan pedoman kalender nasional. Menurut KRT Arwanto Darpodipuro, kirab pusaka di kraton adalah upacara adat yang harus mengikuti paugeran adat yang sudah ditetapkan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma sebagai pendiri Mataram Islam. Oleh sebab itu, yang dijadikan pedoman adalah paugeran adat yang antara lain kalender Jawa (perpaduan dengan tahun Hijriyah) karya Sultan Agung yang dijadikan pedoman, bahwa tanggal 1 Sura Tahun Jimawal 1957 jatuh pukul 00.00 WIB Kamis dinihari (20/7).
Kirab dalam ekspresi doa permohonan serupa, juga dilakukan masyarakat Kabupaten Ponorogo yang diinisiasi Pemkab setempat dan didukung berbagai elemen termasuk pengurus dan ribuan warga Pakasa Cabang Ponorogo pimpinan KRAA MN Gendut Wreksodiningrat selaku ketuanya. Kirab pusaka yang melibatkan ribuan orang dari Pakasa cabang berbagai daerah termasuk Kabupaten Jepara, Kediri, Trenggalek, Sukoharjo serta dukungan beberapa Bregada Prajurit Kraton Mataram Surakarta itu, berlangsung Senin malam (17/7) dalam event “Grebeg Suro” Hari Jadi ke-527 Kabupaten Ponorogo (iMNews.id, 18/72023). (won-i1)