Pamong Desa yang Minta Bukti Surat Tanda Kepemilikan, Itu Pertanda Tidak Paham
SURAKARTA, iMNews.id – Rombongan Pakasa Cabang Kudus yang terdiri 22 anggota Pakasa dan 11 pamong makam Pangeran Puger, Minggu (13/4) kemarin pulang dengan rasa lega, sukacita dan penuh harapan. Karena, KRRA Panembahan Didik Singonagoro bersama sebelas pamong makam, bisa melapor, berdialog dan mendapat penegasan yang melegakan atas nasib lahan makam Pangeran Puger itu.
Perbincangan dalam rangka dialog dan ketika penjelasan didapat Minggu (13/4) siang itu, berlangsung dalam suasana “heboh” penutupan acara ultah sewindu “skoci komunitas” Istana Mataram, yang digelar para pendirinya di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa. Acara itu ditutup dengan sajian lagu-lagu campursari “hit trendy” dari grup band yang disajikan untuk hiburan.
Karena riuhnya sajian musik dan para penikmat yang ikut bernyanyi saat lagu “Tukang Tambal Ban” dilantunkan, perbincangan antara Gusti Moeng dengan juru-kunci ML Zaenal Arifin Hadi Puspoko, KRRA Panembahan Didik Singonagoro, Yuli Setiawan dan anggota rombongan Pakasa cabang Kudus lainnya, sampai sulit terdengar. Tetapi, dialog di depan panggung itu disebut memuaskan.
“Ya, meskipun harus agak menaikkan volume bicara, tetapi perbincangan kami dengan Gusti Moeng di depan panggung kemarin (Minggu, 13/4), cukup melegakan. Walau masih ada ‘PR’ serius, tetapi sebagian kekhawatiran dan pertanyaan kami sudah banyak yang terjawab dan kami puas. Intinya, kami sudah merasa berkurang beban pikiran atas tanggungjawab menyelamatkan makam”.

“Kami semua pulang dengan sukacita, lebih lega. Apalagi, Gusti Moeng menjanjikan agar segera diadakan dialog lanjutan. Kami diharapkan datang ke kraton, dalam waktu dekat. Karena, silsilah Pangeran Puger akan dibuatkan secara khusus dari kraton untuk pamong makam. SK pernyataan makam sebagai aset kraton, juga akan disiapkan,” ujar KRRA Panembahan Didik Singonagoro.
Ketua Pakasa Cabang Kudus itu menjelaskan panjang-lebar mengenai isi perbincangannya saat bersama pamong makam melapor kepada Gusti Moeng. Perbincangan di depan panggung saat musik campursari “live” itu disajikan, sebagai konfirmasi iMNews.id atas penjelasan Gusti Moeng tertangkap kurang lengkap, karena terganggu kerasnya volume sound-system sajian musik.
Baik yang didengar KRRA Panembahan Didik Singonagoro maupun para pamong makam Pangeran Puger itu, pada intinya Gusti Moeng menegaskan, bahwa makam Pangeran Puger sudah ada sebelum Republik Indonesia atau NKRI lahir pada 17 Agustus 1945. Lahan makam yang diperkirakan beberapa ribu meter persegi itu, adalah tanah aset, termasuk yang menjadi jalan dan Balai Desa.
“Saya yakin, benar hal yang ditegaskan Gusti Moeng. NKRI ‘kan baru ada pada 17 Agustus 1945. Sedangkan makam Pangeran Puegr, sudah ada sebelum itu. Padahal, Kabupaten Kudus dan wilayah luas lain di Pulau Jawa ini, adalah wilayah kekuasaan ‘negara’ (monarki-Red) Mataram Islam di Kartasura, yang diteruskan Surakarta mulai 20/2/1745 hingga 1945,” ujarnya.

Sementara, Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat, di berbagai kesempatan di dalam dan di luar kraton selalu menegaskan, semua wilayah yang menggunakan nama “Kabupaten/Kadipaten” di dua-pertiga Pulau Jawa, dari timur hingga barat, merupakan wilayah “negara” (monarki) Mataram Surakarta selama 200 tahun, sebelum 17 Agustus 1945.
Dengan adanya eksekusi putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) RI No.1006/PK/Pdt/2022 yang dilakukan PN Surakarta pada 8/8/2024, Gusti Moeng menegaskan posisi Lembaga Dewan Adat (LDA) telah dikembalikan dan ditegaskan sebagai lembaga berbadan hukum yang resmi, sah dan berhak mengelola semua aset kraton, baik “dikuasai orang” lain maupun tidak.
“Kalau ada pamong desa atau pejabat level apapun yang menanyakan bukti surat tanda kepemilikan atas tanah atau lahan, seperti makam Pangeran Puger itu, misalnya, berarti yang bertanya itu tidak paham (bodoh-Red). Maka di berbagai kesempatan saya selalu berpesan kepada para pejabat, agar membaca pasal-pasal UUD 45 dan menjalankannya dengan baik”.
“Kalau yang ditanya mungkin juru-kunci atau wong cilik, pasti tidak bisa menunjukkan buktinya. Tetapi dinalar saja, makam yang sudah ada sebelum ada NKRI, itu berarti sudah ada lembaga yang memilikinya secara sah. Mungkin saja, dulu belum sempat dibuatkan. Atau ketelisut saat juru-kuncinya sudah meninggal. Jadi, jangan berlagak sok kuasa,” ujar Gusti Moeng.

Sementara itu, hasil dialog Pakasa Cabang Kudus dan pamong makam Pangeran Puger dengan Gusti Moeng, selain butuh penjelasan langsung juga ada yang membutuhkan tindak-lanjut. Yang butuh tindak-lanjut, sedapat mungkin akan diurus bersama-sama secara gotong-royong, termasuk gagasan membuat kantor sekretariat pamong makam dan pembenahan makam bertahap.
Untuk tindak-lanjut meneruskan dialog dengan Gusti Moeng, akan dijadwalkan bersama, sambil menunggu kabar tentang siapnya silsilah Pangeran Puger dan SK penegasan aset lahan makam dari kraton. Baik Pakasa maupun pamong makam, sama-sama bersepakat dengan penjelasan Gusti Moeng, bahwa lahan makam yang sudah jadi jalan dan Bali Desa Demaan, dilepas ikhlas saja.
“Kami sepaham dan sepakat soal itu. Yang sudah jadi jalan dan Bali Desa Demaan, baik diikhlaskan saja. Karena untuk kepentingan umum. Sedang yang sudah dikuasai sebuah pondok, juga dilepaskan saja tetapi perlu dilakukan dialog penegasan, bahwa lahan yang dipakai adalah aset kraton. Tetapi yang belum didirikan bangunan, harus segera diselamatkan”.
“Kemarin sudah ada rasan-rasan, program jangka pendek dan menengah, mungkin mewujudkan kantor sekretariat pamong makam. Lokasinya di depan makam. Tetapi soal pusara atau kijing yang sudah dirubah permukaannya penuh keramik, sebenarnya ya sangat disayangkan. Karena, merubah identitas dan kekhasan makam era tahun 1700-an,” keluh Ketua Pakasa Cabang Kudus itu.

KRRA Panembahan Didik Singonagoro yang masih menjabat Ketua Pamong Makam Kyai Glongsor di Desa Rendeng, Kecamatan Kota itu, juga langsung ditetapkan sebagai juru-kunci kedua makam Pangeran Puger. Tugasnya banyak, antara lain di bidang layanan informasi soal latar-belakang makam dan para tokohnya yang bersemayam di situ, selain gelar haul dan kirabnya.
Dia juga menjelaskan, waktu kecil sering diajak sang kakek berziarah ke situ. Ternyata, dirinya termasuk trah generasi ke tujuh dari Pangeran Puger, selain trah generasi ke-14 dari Sunan Kudus melalui Panembahan Makaos. Soal Pangeran Puger, silsilah yang mendekati kebenaran diperkirakan berkait nama Desa Demaan, karena tokoh itu pernah menjadi Bupati di Demak. (won-i1)