Puncak HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN, Dibuka dan Ditutup dengan Acungan Keris Singkir Hujan

  • Post author:
  • Post published:December 15, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:15 mins read
You are currently viewing Puncak HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN, Dibuka dan Ditutup dengan Acungan Keris Singkir Hujan
SEBELUM KIRAB : Dari pukul 09.00 WIB jauh sebelum kirab dimulai Sabtu (14/12), secara bergantian KRA Panembahan Didik menggilir 4 warganya bertugas mengacungkan keris di Taman Sriwedari, seperti yang dilakukan Reyqyulangie Didik Pikatan, salah seorang putra Ketua Pakasa Cabang Kudus itu. (foto : iMNews.id/Dok)

Dengan Segala Kekurangan dan Kelebihannya, Event Non-Dana Pemerintah Sukses

SURAKARTA, iMNews.id – Disertai rasa was-was khawatir karena suasana mendung masih terlihat sejak pukul 10.00 WIB hingga seluruh rangkaian kirab budaya berakhir sekitar pukul 18.00 WIB, event kirab puncak peringatan HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN 2024, Sabtu (14/12) kemarin berlangsung sukses, aman dan menjadi hiburan murah meriah bagi publik secara luas.

Namun, untuk mewujudkan suasana aman dan sukses tetapi ada rasa kurang nyaman alias was-was itu, warga Pakasa Cabang Kudus yang terasa mendapat beban berlebihan. Karena keris Pakasa Kudus harus sering-sering diacungkan ke atas dari awal hingga rangkaian kirab gabungan dua event berbiaya mandiri itu berakhir, agar mendung tertahan atau hujan menyingkir.  

MELEPAS KIRAB : Gusti Moeng mengibaskan bendera, sebagai tanda barisan kirab dilepas di Plaza Taman Sriwedari, Sabtu (14/12)siang sekitar pukul 15.00 WIB. Kirab diikuti belasan warga Pakasa cabang dan beberapa kontingen kerajaan anggota MAKN. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sekitar pukul 10.00 WIB tinggal gerimis lembut jatuh setelah hujan dalam intensitas sedang turun di Kota Surakarta dan sekitarnya sejak sekitar pukul 04.00 WIB dan sempat menjadi deras di sekitar pukul 08.00 WIB. Tetapi rombongan Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin langsung ketuanya, KRA Panembahan Didik Gilingwesi baru bisa tiba di kraton pukul 09.00 WIB.

Kedatangan rombongan dari Kudus itu jauh lebih awal dari agenda kirab yang dijagwalkan mulai pukul 13.00 WIB, karena di antara rombongan ada yang diwisuda di Bangsal Smarakara yang dimulai pukul 09.00 WIB. Kali ini, tugas yang dibebankan kepada Pakasa Kudus terasa berlebihan, karena pengurus harus membagi tugas antara mengawal wisudawan dan pawang hujan.

MANGGALA BERKUDA : BRM Cici Suryo Triyono selaku salah seorang Manggala kirab naik kuda diiring prajurit putri (buyut-dalem Sinuhun PB XII), sudah bersiap di Taman Sriwedari sejak pukul 14.00 WIB, Sabtu (14/12). Kirab HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN 2004, digelar bersama dalam satu event. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Bagaimanapun saya harus berkoordinasi dengan panitia untuk menjalankan tugas seabagai pawang hujan. Padahal, saya harus mengawal warga Kudus asal Boyolali dan Grobogan yang ikut diwisuda. Mereka itu menjadi santri saya karena bekerja di Kudus. Di sisi lain, saya juga harus ke Taman Sriwedari untuk mulai tugas mengatasi hujan”.

“Setelah hujan mulai reda dan tinggal gerimis lembut, saya meninggalkan Taman Sriwedari. Karena, harus kembali ke kraton mengurus partisara kekancingan anak saya yang masih ‘ditahan’. Juga harus didandani karena mengenakan busana sikepan ageng dan dodot. Semula, saya senang karena Pakasa Kudus mendapat urutan barisan ke-4,” ujar KRA Panembahan Didik.

Ketua Pakasa Cabang Kudus itu terlihat agak kesal ketika ditemui iMNews.id, sekitar pukul 18.30 WIB ketika sedang berkemas-kemas menata semua atribut dan kostum yang habis digunakan untuk kirab. Di Masjid Suranatan kompleks Kraton Mataram Surakarta di dalam tembok Baluwarti itu, menjadi tempat transit warga Pakasa dari luar kota selain untuk shalat.

Di saat itu pula, dia menyebutkan dari beberapa warganya yang diwisuda, masih ada satu partisara milik anak lelakinya ditahan dan terkesan menjadi “barter” jaminan agar hujan tidak turun. Bahkan ada yang meminta agar KRA Panembahan Didik menginap semalam, padahal sebelumnya Pakasa Cabang Ngawi, Ponorogo dan Kota Madiun juga ditugasi “memohon tidak hujan”.

KONTINGEN LAMPUNG : Kontingen Kepaksian Skalabrak, Lampung (Sumetera), melintas di belakang patung seorang pahlawan di perampatan Gladag. Kontingen itu adalah bagian peserta kirab HUT ke-93 dan FSBKN 2024 anggota MAKN yang digelar di Surakarta, Sabtu (14/12). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Terlepas dari upaya doa permohonan melalui tatacara ritual seperti yang dilakukan KRA Panembahan Didik, tiga pengurus Pakasa cabang lain yang juga ditugasi. Yaitu memohon agar hujan bisa ditahan atau jatuh di luar area hajadan HUT Pakasa dan FSBKN. Dan memang mulai pukul 19.00 WIB Sabtu (14/12) semalam hingga Minggu siang tadi, suasana hanya mendung.

Seluruh rangkaian kirab berakhir menjelang magrib, setelah peserta terakhir rombongan Pakasa Cabang Kudus berjumlah 48 orang tiba di depan panggung kehormatan di teras Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa. Di tempat itu, semua raja/sultan atau utusan kerajaan anggota DPP MAKN duduk menyaksikan aksi kontingen, baik yang hanya format barisan maupun sajian tari.

GILIRAN MENUNGGU : Barisan kontingen Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin Kapt (Inf) Purwanto (Manggala) dan dikawal dua prajurit putri (Nasnia) yang juga putri KP Bambang S Adiningrat (Ketua cabang), giliran menunggu di bawah patung pahlawan di perempatan Gladag, Sabtu (14/12) pukul 16.45 WIB. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam “panggung kehormatan” di bawah “topengan” itu, juga terdapat Ketua Umum DPP Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN), Sekjen MAKN Bunda Yani, unsur pengurus lain, GKR Wandansari Koes Moertiyah (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) selaku Sekjen FKIKN, jajaran Bebadan Kabinet 2004 dan para tamu undangan. Di tempat itu juga menjadi finish para peserta kirab.

Halaman Pendapa Pagelaran menjadi panggung kehormatan sekaligus lokasi finish kirab budaya, sedangkan di Taman Sriwedari menjadi lokasi berkumpul, menata barisan dan pelepasan kontingen peserta kirab. Dari rencana berkumpul pukul 13.00 WIB, baru menjelang pukul 13.00 WIB kirab dilepas Gusti Moeng dengan kibasan bendera dari start di Plaza Sriwedari.

Formasi kirab, setelah Patwal dari Satlantas Polresta Surakarta, pasukan berseragam putih dari SMKN III Surakarta tanpa bendera merah-putih, simbol Sri Radya Laksana yang dikawal Bregada Prajurit Tamtama, Bregada Korsik Drumband Tamtama dan 8 bregada prajurit lainnya berjumlah 90 orang. Berikutnya sebenarnya barisan 100-an Ogoh-ogoh, tetapi tidak terlihat.

Di barisan kontingen anggota MAKN, barisan DPW MAKN Sultra, Kesultanan Buton dan Kepaksian Skalabrak Lampung sangat menonjol dan mendominasi pemandangan formasi kirab bagian depan. Selain jumlah anggota kontingen besar, busana adat dan sajian kesenian “live mobile” juga menarik perhatian dan paling menonjol di antara 8 kontingen anggota MAKN lainnya.

SELALU DEKAT : Barisan kontingen Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin Mayor CBA KRT Agus Dwi Santosa, selalu dekat dengan keris pamor singkir miliknya, yang sewaktu-waktu dibutuhkan menunda hujan selama perjalannya mengikuti kirab dari Taman Sriwedari ke Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12), kemarin. (foto : iMNews.id/Dok)

Barisan kontingen Kepaksian Skalabrak Lampung (Sumatera) menjadi penutup bagian pertama formasi barisan kirab. Di belakangnya, Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Korsik Prajurit Sura Praja Pakasa Cabang Jepara menjadi barisan paling depan. Sajian musik khas kraton versi marching-band, juga disajikan sebagai pemandu langkah barisan di belakangnya.

Ada 20-an kontingen Pakasa cabang yang menggenapi formasi barisan Pakasa yang dibuka cabang Jepara. Tetapi, barisan Pakasa Kudus yang mengenakan “caping unik” dan songsong susun khas Kudus yang berada paling belakang, banyak mendapat perhatian publik yang menonton di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Karena, ada keris yang sering diacungkan ke atas.

PARA PENGARSA : Para Pangarsa (Ketua) Pakasa cabang dari beberapa daerah, berpose di garis dalam tempat atraksi seni para kontingen peserta kirab HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN, di depan panggung kehormatan para raja anggota MAKN di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12), kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Meski barisan Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin Mayor CBA KRT Agus Dwi Santosa, menjadi perhatian publik karena ada salah seorang yang mengacungkan keris panjang sekitar 1 meter, tetapi atensi itu menjadikan KRA Panembahan Didik kesal di balik bangga. Karena, kontingennya harus bertahan lebih dari 2 jam dari durasi menahan mendung yang maksimum 2 jam.

“Memang ada 4 orang yang kami siapkan untuk mengacungkan keris di saat kritis. Walau bergantian 4 orang. Tetapi bertahan 30 menit mengacungkan keris berbobot di atas 5 kg itu sudah melelahkan. Apalagi, 4 orang yang bertugas itu, harus berpuasa. Tetapi, mengapa Kudus digeser dari urutan 4 ke barisan paling belakang? Ini yang sulit diterima akal”.

“La wong kami saat mendaftar ‘kan dapat urutan ke-4. Artinya, kami tidak menyerobot jatah urutan pihak lain. Mengapa digeser ke belakang. Kalau kami lebih dulu masuk finish karena tetap di urutan ke-4 lalu yang belakang kena hujan?. Itu cara berpikir yang keliru. Kami sudah bertanggung jawab soal pawang hujan ini. Jadi, tidak perlu begitu caranya”.

“Kasihan yang terlalu lama mengacungkan keris. Karena mereka berpuasa. Tenaga sampai terkuras habis, karena durasi tugas menahan terlalu lama. Sedangkan keris pamor singkir yang kami bawa 3 bilah ini, levelnya termasuk di bawah yang biasanya saya pinjam. Yang ini, baru hitungan di atas 100 ada hasilnya,” ujar KRA Panembahan Didik tampak ketus dan kesal.

GABUNGAN REOG : Gabungan 34 unit reog, 20 unit di antaranya disuguhkan KRT Suyono S Adiwijoyo (Ketua Pakasa Ngawi), menggemparkan Kota Surakarta dari kawasan Gladag menuju Pagelaran Sasana Sumewa, sebagai rute dan finish kirab HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN anggota MAKN di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12), kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Durasi mengacungkan keris bertambah lama, karena petugas yang disiapkan KRA Panembahan Didik sudah bekerja sebelum kirab dimulai. Waktu bertambah molor lagi, karena barisan kirab terlalu lama berhenti beristirahat, akibat ada banyak kontingen peserta kirab tidak taat aturan beratraksi di depan panggung kehormatan, dari 4 menit molor menjadi 10 menit.

batas waktu sajian 4 menit yang molor menjadi 10-an menit, membuat banyak kontingen yang hanya lewat sambil berjalan tanpa atraksi menjadi merasa terlalu sering berhenti dan lama berdiri menunggu. Jarak rute kirab yang hanya sekitar 3 KM memang tidak jauh, tetapi bila terlalu sering berhenti dan berdiri menunggu terlalu lama, menjadi terasa cepat lelah.

SAJIAN MENARIK : Sajian tari Jathilan “Cantik” kolosal sekitar 50 penari dari Pakasa Cabang Ngawi dan cabang Ponorogo, menarik perhatian para raja dan utusan kerajaan anggota MAKN yang hadir di event HUT ke-93 Pakasa yang digabung FSBKN MAKN di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12), kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Puncak peringatan HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN memang baru kali pertama ini terjadi di Surakarta, karena organisasi pakasa memang hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta dan untuk kali pertama pula event FSBKN digelar di Surakarta dan digabung bareng pelaksanaannya dengan HUT Pakasa. Maka, kekurangan dan kelebihan pasti sangat teras khususnya bagi pesertanya.

Begitu semua kontingen peserta sudah habis, keramaian event gabungan dua elemen itu juga sudah habis. Di luar kraton hanya tinggal baliho di pojok perempatan Gladag mengenai pemberitahuan event itu, tanpa publikasi agenda dan urutan sajian acaranya sama sekali. Publik diharapkan bisa tahu dari medsos, atau media yang memberitakannya.

TOPENG KELANA : Tari Topeng Kelana sajian Kraton Kacirebonan, Cirebon (Jabar) di acara dinner welcome party para raja dan urusan anggota MAKN yang digelar DPP MAKN dan Kraton Mataram Surakarta selaku tuan rumah, di “gedhong” Sasana Handrawina, Sabtu (14/12) semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Oleh sebab itu, kirab itu sendiri yang persiapannya tampak di mata publik karena titik kumpulnya di Taman Sriwedari, terkesan tak banyak yang menonton, khususnya warga Kota Surakarta. Ini sangat dimungkinkan karena sangat minimnya publikasi jenis-jenis pengisi acaranya, jadwal waktu dan tempat pementasannya yang nyaris tidak ada kecuali 1 baliho itu.

Apalagi acara pertemuan raja-raja atau utusan kerajaan anggota MAKN yang melakukan dinner welcome party di “gedhong” Sasana Handrawina. Acara ini jelas tertutup bagi publik umum, karena pesertanya hanya anggota MAKN, tuan rumah dan beberapa pengurus Pakasa cabang, terutama yang sebelumnya dikabarkan dilantik, yaitu cabang Pacitan dan cabang Bali. (won-i1)