Skoci “Istana Mataram” Lahir, Karena “Kerusuhan” Insiden Mirip Operasi Militer

  • Post author:
  • Post published:April 13, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Skoci “Istana Mataram” Lahir, Karena “Kerusuhan” Insiden Mirip Operasi Militer
TARI KEPRAJURITAN : Sajian tari Keprajuritan suguhan Pakasa Cabang Jepara, menjadi hiburan ringan bagi semua elemen Bebadan Kabinet 2004 dan semua elemen LDA Kraton Mataram Surakarta, yang berkumpul untuk merayakan ultah swindu "Istana Mataram" di Pendapa pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (13/4), siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dikisahkan Secara Kronologis, Dilukiskan dengan Lagu “Live music” Band

SURAKARTA, IMNews.id – Perayaan ulang tahun (ultah) ke-8 (sewindu) “skoci penyelamat” berupa komunitas “Istana Mataram” yang digelar Bebadan Kabinet 2004 dan Lembaga Dewan Adat Kraton Mataram Surakarta di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (13/4) siang tadi, benar-benar menyentuh nurani. Sebuah “perayaan kemenangan”, yang menjadi hiburan bersama.

Dihadiri lebih seribu orang, 1.100 berdasar daftar kesanggpan hadir, perayaan ultah sewindu Istana Mataram yang lahir akibat “kerusuhan” insiden mirip operasi militer pada 15 April 2017 itu, padat acara, sajian, pesan dan padat hiburan. Suasana sukacita itu bahkan disaksikan langsung kehadiran Wali Kota Salatiga bersama istri dan Wakil Bupati Ponorogo.

Padat sajian, karena sekitar se-jam sebelum acara dimulai sesuai undangan pukul 11.00 WIB, suasana di halaman Pendapa Pagelaran  Sasana Sumewa sudah “dipanaskan” dengan hadirnya 10 “dhadhak-merak” (bukan 13-Red). Persembahan Paguyuban Reog Katon Sumirat dari Pakasa Ngawi, Ponorogo dan Magetan di antara berbagai daerah anggotanya itu, dilengkapi Bujang-Ganong.

Sejak awal itu, 10 unit Reog Ponorogo yang terdiri 10 dhadhak-merak, dua Bujang-ganong dan 10 penari “Jathilan” cantik itu sudah membuat heboh halaman Pendapa Pagelaran. Selain aksi atraktif berguling-guling sambil mengibas-kibaskan dhadhak-merak, musik iringannya sering terdengar berupa lagu-lagu campursari dan gendhing Tayuban yang enak untuk berjoget.

DENGAN LAGU : Suasana saat KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer) saat melukiskan kronologi peristiwa “kerusuhan” insiden mirip operasi militer 2017 dengan lagu-lagu secara urut. Kronologi lagu itu disajikan dalam ultah sewindu “Istana Mataram” di Pendapa pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (13/4) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sebab itu, tak hanya semua yang membawa berbagai jenis kendaraan untuk kepentingan ke Pasar Klewer yang parkir di halaman Pendapa Pagaleran, yang ikut menikmati kehebohan 10 unit reog itu. Aksi mereka, jelas menjadi sambutan kehadiran semua elemen Bebadan Kabinet 2004 dan elemen LDA Kraton Mataram Surakarta yang datang “mbanyu-mili” menghadiri ultah sewindu.

Begitu semua undangan sudah hampir memenuhi lebih sekitar 1.200 kursi yang ditata di separo ruang Pendapa Pagelaran, atraksi seni reog yang mendapat pengakuan dari Unesco sebagai heritage dunia itu berhenti. Kemeriahan berganti di dalam ruang Pagelaran, yang dimulai dengan sajian tari “Ongkek Manis” (Pakasa Ngawi) dan dari beberapa Pakasa cabang lain.

Selesai sajian dari Pakasa cabang Ngawi, disusul penampilan sejumlah seniman warga Pakasa Cabang Ponorogo (Jatim), berupa sajian gendhing “panembrama” berjudul “Pakasa Ngumandang”. Selesai sajian ini, ustadz dari Kabupaten Pacitan bernama Kyai Suparman tampil memberi tausyiyah yang menyejukkan ketika melukiskan kegigihan perjuangan masyarakat adat mempertahankan kraton.

Ustad yang sangat santun dan pandai menyajikan siraman rohaninya dengan Bahasa Jawa “krama inggil” itu mengutip beberapa baris syair seni Laras Madya. Karena, sebelum penampilannya ada sajian seni “Santiswaran” para abdi-dalem kraton, yang menyajikan kalimat yang diadaptasi dari kitab suci, seperti “Sapa sing nandur, ngundhuh”: “Becik ketitik, ala ketara”.

POTONGAN TUMPENG : KGPH Hangabehi menyerahkan potongan tumpeng ultah sewindu “Istana Mataram” kepada Wakil Bupati Ponorogo Hj Lisdyarita SH mewakili Bupati. Resepsi di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (13/4) siang tadi juga disebut memberi penghargaan karena seni reog diakui Unesco sebagai heritage dunia. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Begitu siraman rohani selesai, kembali disajikan beberapa kesenian tari yang hampir semuanya kreasi baru dan disajikan dengan iringan karawitan rekaman soft were. Seperti diselang-seling penyajian hiburan seni dengan pengisi acara utama perayaan ultah itu. Karena, setelah itu Gusti Moeng tampil di panggung untuk memotong tumpeng ultah sewindu.

Penampilannya didampingi beberapa tokoh, yaitu KGPH Hangabehi dan KPH Edy Wirabhumi yang kemudian mengundang naik ke panggung, masing-masing Wali Kota Salatiga Robby Hernawan SpOG bersama istri dan Wakil Bupati Ponorogo. Di panggung, juga tampil KP MN gendut Wreksodiningrat dan beberapa warga mengenakan kostum “Panaragan”, untuk mendampingi Wakil Bupati.

Begitu semua siap di panggung, Husti Moeng lalu memotong tumpeng dan piring berisi potongan tumpeng diserahkan kepada Wali Kota Salatiga. Diiringi lagu “Selamat Ulang Tahun” (Grup Band Jamrud) secara live oleh grup band yang “ditanggap”, tumpeng kembali dipotong oleh KGPH Hangabehi untuk diserahkan kepada Wakil Bupati Ponorogo Hj Lisdyarita SH.

Sehabis potongan tumpeng, Gusti Moeng menyerahkan piagam penghargaan kepada Wabup Ponorogo karena kesenian khas Kabupaten Ponorogo yang bernama Reog telah diakui Unesco sebagai haritage dunia. Sebilah tombak juga diberikan untuk Kabupaten Ponorogo sebagai penghargaan, karena masyarakat Desa Pulung Merdika telah merawat peninggalan/petilasan Sinuhun PB II.

PIAGAM DAN TOMBAK : Kabupaten Ponorogo juga mendapat piagam penghargaan dan tombak yang diserahkan Gusti Moeng kepada Wakil Bupati Ponorogo Hj Lisdyarita SH, karena Pemkab Ponorogo sangat proaktif menjaga lestarinya peninggalan Sinuhun PB II di wilayahnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kabupaten Ponorogo sangat istimewa bagi Kraton Mataram Surakarta. Karena, Ponorogo tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta. Ini yang menjadi alasan kami menyerahkan penghargaan kepada pemerintah dan masyarakat Ponorogo, karena telah merawat dengan baik jejak-jejak peninggalan Sinuhun PB II,” ujar Gusti Moeng.

Ungkapan singkat Gusti Moeng disampaikan menyertai penyerahan piagam penghargaan dan tombak. Tetapi saat memberi sambutan
untul ultah Istana mataram ditegaskan, bahwa perayaan ultah ini merupakan ungkapan rasa-syukur seluruh masyarakat adat Mataram Surakarta. Karena, setelah 6,5 tahun baru bisa mewujudkan kembalinya posisi Lembaga Dewan Adat secara hukum.

Sehabis penyerahan piagam penghargaan, Wali Kota Salatiga Robby Hernawan SpOG diminta memberi sambutan. Dalam sambutannya Wali Kota berjanji, akan mendorong warga Pakasa agar di tahun 2026 bisa ikut hadir dalam acara ultah “Istana Mataram”. Janji itu terucap sebagai respon atas sentilan KP Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer) yang menitipkan Pakasa kepada Pemkot.

Sajian kesenian kembali mengisi jeda sebelum berlanjut ke acara lain, yaitu sajian tari “Keprajuritan” dari Pakasa Cabang Jepara dan mars “Istana Mataram” yang disajikan ibu-ibu anggota Putro Narpa Wandawa. Acara berlanjut sambutan KPH Edy, yang melukiskan perjalanan dan latar-belakang kelahiran “skoci penyelamat” yang bernama “Istana Mataram”.

PAKASA KUDUS : Seusai perayaan ultah “Istana Mataram” yang diakhiri foto bersama, Gusti Moeng langsung dihadang KRRA Panembahan Didik Singonagoro bersama rombongan Pakasa Cabang Kudus dan pamong makam Pangeran Puger. Mereka berdiskusi dan minta dukungan untuk penyelamatan lahan makam aset kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Setiap KPH Edy melukiskan bagian kisah dari “kerusuhan” 2017 atau “insiden mirip operasi militer”, misalnya menanam padi tetapi yang dipanen rumput, grup band di sebelah panggung langsung menyanyikan lagu “Suket Teki”. Tetapi ketika situasi makin parah dan seterusnya, maka lagu “Nemen”, “Selamat Tinggal Kasih”, “Buat Apa Susah” dan diakhiri lagu “Kemesraan”.

Suasana berubah saat bersalam-salaman, halalbihalal, karena yang muncul lagu “Tukang Tambal Ban” dan “Madu dan Racun”. Seluruh rangkaian acara berakhir, ditutup dengan foto bersama. Gusti Moeng-pun langsung dikerubuti KRRA Panembahan Didik Singonagoro (Ketua Pakasa Kudus) dan rombongan pamong makam Pangeran Puger, berdiskusi untuk menyelamatkan lahan makam. (won-i1)