Pakasa Kudus “Belum Punya” Objek Nyadran, “Kirab Mapag Siyam” Malah Patut Dicontoh
IMNEWS.ID – KELESUAN ekonomi yang secara nasional terkesan “tergantung” pencairan APBN dan ditambah “pemangkasan” anggaran di beberapa bidangnya, memang ada pengaruh langsung atau tidak langsung bagi Kraton Mataram Surakarta. Tetapi, menjadi kembali lancar, penuh energi dan semangat ketika melihat pelaksanaan “Tour de Ruwah” di berbagai cabang Pakasa.
Dukungan energi dan semangat warga Pakasa cabang itu terlihat saat 7 “trip” agenda Nyadran dilaksanakan selepas “Wilujengan Mapag Ruwah”, Jumat (31/1). Mulai Minggu (2/2) Nyadran di makam Ki Ageng Henis di Astana Pajimatan Laweyan dan beberapa lokasi makam di Pengging, Banyudono, Bolali, hingga agenda terakhir di Astana Pajimatan Butuh, Sragen (19/2).
Di tiap lokasi tujuan “trip” agenda “Tour de Ruwah” itu, hampir semua elemen Lembaga Dewan Adat (LDA) Kraton Mataram Surakarta terlibat secara parsial bergiliran dalam komposisi tim pelaksananya. Dan elemen Pakasa cabang, selalu menjadi “leading sector” di masing-masing daerah tujuan rombongan kraton, dan selalu memperlihatkan semangat dan energinya.
Bahkan, di luar 7 “trip” agenda Nyadran yang sudah disusun Bebadan Kabinet 2004, masih ada satu “trip” tambahan tujuan Nyadran yang dilakukan kraton hingga menjadi 8 trip di tahun 2025 ini. Karena, secara khusus Pakasa Cabang Magelang belakangan mengajukan permohonan agar ada utusan dari kraton, untuk memandu tatacara Nyadran di makam Pucanganom.

“Iya, Pakasa Cabang Magelang mengajukan permohonan agar ada utusan dari kraton untuk memandu tatacara Nyadran di makam Pucanganom (Minggu, 23/2). Dan, sebelumnya Nyadran di makam RAy Kleting Kuning itu pernah dilakukan rombongan dari kraton. Maka, kami sangat berterima kasih atas kehadiran rombongan utusan dari kraton,” ujar KRT Bagiyono Rumeksonagoro.
Ketua Pakasa Cabang Magelang itu saat dihubungi iMNews.id, kemarin menyebutkan, tahun ini mungkin kraton belum bisa memimpin tatacara Nyadran di beberapa lokasi makam di Kabupaten Magelang. Mengimngat, beberapa tahun lalu Gusti Moeng dan rombongan pernah berziarah di makam Ki Ageng Karotangan di Pasarean Agung Paremono, Desa Paremono, Kecamatan Mungkid.
Dengan adanya tambahan “trip” tujuan Nyadran di Kabupaten Magelang, berarti Kraton Mataram Surakarta tahun ini sudah menjalankan ritual di bulan Ruwah Tahun Je 1958 dengan 8 “trip” di 8 tujuan di tahun 2025 ini. Sekali “trip” bisa lebih dari satu lokasi makam, bahkan bisa menjangkau 2 wilayah kota/kabupaten, seperti Nyadran ke-1 di Surakarta dan Boyolali.
Satu “trip” tujuan Nyadran di Kabupaten Grobogan, termasuk ritual Ruwahan yang harus menjangkau lokasi makam sampai 4 titik di desa dan kecamatan berbeda yang jaraknya bisa belasan kilometer. Karena di sana ada “petilasan” Ki Ageng Tarub, Raden Bondan Kejawan, makam Ki Ageng Sela, Ki Ageng Getas Pendawa, Ki Ageng Katong bahkan makam Ki Ageng Gatrasinga.

Di wilayah kabupaten Pati, sebenarnya punya lokasi makam dan petilasan lebih dari 13 titik di desa dan kecamatan berbeda yang jaraknya bisa sampai puluhan kilometer jauhnya. Tetapi, tahun ini kraton sengaja membatasi untuk Nyadran di makam para tokoh leluhur Dinasti Mataram yang langsung menurunkan para Raja Mataram, seperti Ki Ageng Sela, misalnya.
Walau jumlah titik lokasi makam banyak tetapi tidak termasuk kriteria khusus yang disadran tahun ini, bukan berarti semua makam di Kabupaten Pati itu tak berkegiatan. Justru sebaliknya, sejak awal tahun 2025 tak ada yang pernah sepi, tetapi silih-berganti sibuk menggelar ritual khol yang makin banyak mengundang simpati para peziarah dari luar kota yang jauh.
Dukungan energi dan semangat dari elemen Pakasa cabang jelas sangat terasa, walau Nyadran dilakukan di daerah yang sama sekali belum “mengenal” organisasi itu, misalnya di Kabupaten Pamekasan dan wilayah Madura (Jatim) pada umumnya. Bahkan, Nyadran di wilayah yang pengurusnya vakum sekalipun, dukungan warga Pakasa tetap terasa, seperti Nyadran di Grobogan.
Selain di Kabupaten Grobogan, dukungan elemen warga Pakasa di luar kepengurusan yang sudah vakum, juga terwujud saat rombongan kraton dipimpin KGPH Hangabehi Nyadran di makam Sinuhun Amangkurat Agung, di Astana Pajimatan Tegalarum, Kabupaten Slawi. Tetapi, kisah sukses Nyadran di wilayah Pakasa yang sedang vakum itu, karena dukungan Pakasa “tetangga”.

Elemen Pakasa Jepara adalah salah satu cabang “tetangga” yang “enthengan”, karena mengirim rombongan “Kanca-Kaji” di saat kraton menggelar Nyadran di cabang yang sedang vakum, tetapi butuh pendukung ritual religi seperti Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Tegal/Slawi. Cerita soal Pakasa cabang yang “sangat berdaya” seperti di Kabupaten Ponorogo, memang lain cerita.
Selain Ponorogo, Pakasa Cabang Trenggalek, Ngawi, Magelang dan Cabang Banjarnegara, adalah cabang-cabang yang sukses menggelar ritual Nyadran dengan kekhasannya. Walau “belum punya” objek makam, ritual kirab budaya “Mapag Wulan Siyam” yang digelar Pakasa Cabang Kudus, menurut Dr Purwadi patut dicontoh kemandirian dan pengaruhnya terhadap lingkungan. (Won Poerwono – habis/i1).