Lahirnya Tiga Provinsi Baru Karena Pertimbangan Politik Mendesak
SURAKARTA, iMNews.id – Lahirnya tiga provinsi baru di pulau Irian Jaya yang masuk wilayah NKRI hanya dalam waktu 9 hari pembahasan di DPR RI, belum lama ini, adalah keputusan pemerintah untuk memekarkan wilayah di ujung timur Nusantara itu karena pertimbangan politik yang sangat mendesak. Dengan latar belakang berbeda, pertimbangan politik juga diberikan penguasa NKRI untuk membuat status Provinsi Daerah Istimewa Surakarta terkatung-katung hampir seumur negara republik sejak kelahirannya 17 Agustus 1945.
“Sama-sama karena pertimbangan politik, tetapi alasannya berbeda. Kami bisa memahami lahirnya tiga provinsi baru di Papua itu, karena ada alasan yang sangat mendesak berkait dengan situasi dan kondisi masyarakat di sana. Kalau Provinsi Surakarta sebagai Daerah Istimewa, ‘kan sudah diamanatkan konstitusi (pasal 18 UUD 45). Sudah menjadi kewajiban negara untuk mengembalikan statusnya. Kraton Mataram Surakarta tetap setia dan membela NKRI sampai kapanpun. Karena Kraton Surakarta ikut mendirikan NKRI,” tunjuk GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Kraton Mataram Surakarta tadi pagi, ketika iMNews.id meminta pandangannya mengenai lahirnya tiga provinsi baru yang menjadi berita menarik dalam beberapa hari ini.
Diakui Pengageng Sasana Wilapa Kraton Mataram Surakarta yang akrab disapa Gusti Moeng itu, sejak media sosial (medsos) memunculkan kabar tentang adanya pemekaran wilayah provinsi yang jumlahnya mencapai 30-an provinsi baru yang diusulkan, beberapa waktu lalu, harapan kraton terhadap pengembalian status keistimewaan Surakarta juga muncul kembali. Tetapi setelah beberapa bulan berjalan, yang muncul adalah lahirnya tiga provinsi baru sebagai hasil pembahasan terhadap usul pemekaran di wilayah Papua, yang kini menjadi lima provinsi.
Gusti Moeng menyebutkan, keputusan pemerintah yang memekarkan Papua dengan melahirkan tiga provinsi, jelas ada pertimbangan politik yang mendesak. Sementara itu, untuk Provinsi Daerah Istimewa Surakarta, disebutkan bukan usulan pemekaran, melainkan merupakan hak wilayah Surakarta bersama masyarakatnya untuk mendapatkan kembali status itu. Karena, status provinsi bagi Surakarta, sudah ada sejak NKRI lahir (17 Agustus 1945) dan disebut secara tegas dan jelas dalam pasal 18 UUD 1945.
Untuk itu, lanjut Ketua Yayasan Sanggar Pawiyatan Kabudayan Kraton Mataram Surakarta ini, alasan yang melatarbelakanginya jelas sangat berbeda, karena Provinsi Daerah Istimewa Surakarta sudah tegas dan jelas secara yuridis, historis maupun kultural. Keberadaan pasal 18 UUD 45, lalu menurunkan Perpres No 19 tahun 1964 yang beberapa tahun kemudian melahirkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yaitu, Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan dan Menteri Dalam Negeri.
“Bentuk kewajiban negara memelihara kebudayaan dan penghormatan kepada satuan pemerintahan adat yang sebelumnya ada ini, disalurkan lewat Pemprov Jateng dalam bentuk bantuan rutin yang kemudian dianggarkan lewat APBD tiap tahun. Jadi, bantuan itu adalah bentuk kewajiban negara. Yang terkait dengan SKB, Perpres No 19/64 dan Pasal 18 UUD 45. Itu berarti, tanpa diminta, negara wajib memberikan. Termasuk mengembalikan status Surakarta sebagai Daerah Istimewa. Kami sudah dinasihati dan diberi amanat Sinuhun PB XII. Jangan sekali-kali meminta kepada negara soal beberapa hal itu. Karena itu semua adalah kewajiban negara untuk memberikan,” tandas mantan anggota DPR RI dua periode terpisah itu. (won-i1)