Kraton Gelar Wilujengan “Mapag Ruwah”, Sekaligus “Sungsuman” Sehabis Tingalan Jumenengan

  • Post author:
  • Post published:January 31, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:5 mins read
You are currently viewing Kraton Gelar Wilujengan “Mapag Ruwah”, Sekaligus “Sungsuman” Sehabis Tingalan Jumenengan
MEMBERI SAMBUTAN : Gusti Moeng saat memberi sambutan di sela-sela ritual donga wilujengan "Mapag Wulan Ruwah" yang digelar di Bangsal Smarakata, Jumat (31/1) siang tadi. Selanjutnya, ritual Nyadran akan mulai dilaksanakan dengan ziarah di Astana Pajimatan Laweyan dan Pengging (Boyolali), Minggu (2/2). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Minggu 2 Februari Mulai Nyadran di Astana Pajimatan Laweyan dan Pengging (Boyolali)

SURAKARTA, iMNews.id – Jumat (31/1) siang tadi mulai pukul 13.00 WIB, Kraton Mataram Surakarta menggelar donga wilujengan “Mapag Ruwah” atau menyambut datanganya bulan Ruwah Tahun Je 1958, di Bangsal Smarakata. Pisowanan terbatas yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA itu, dihadiri sekitar 50 orang dari jajaran “Bebadan Kabinet 2004”.

Selain GKR Wandansari Koes Moertiyah itu, hadir putra mahkota KGPH Hangabehi, GKR Ayu Koes Indriyah, KPH Edy Wirabhumi, KRMH Suryo Manikmoyo dan KRMH Suryo Kusumo Wibowo. Para sentana pejabat jajaran Bebadan juga lengkap hadir, bahkan secara istimewa ritual sederhana itu dihadiri KGPH Madu Kusumonagoro, kakak kandung Gusti Moeng yang jauh sebelum 2017 sudah tidak kelihatan.

SUASANA WILUJENGAN : Suasana saat donga wilujengan dipimpin abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro digelar di Bangsal Smarakata, Jumat (31/1) siang tadi. Ada sekitar 50 orang dari jajarab Bebadan Kabinet 2004 hadir dalam ritual menyambut bulan Ruwah Tahun Je 1958 ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kehadiran KGPH Madu Kusumonagoro itu tentu saja membuat semua yang hadir bertambah kekuatan, apalagi sejak kakak kandung lebih tua lagi yaitu KGPH Puger sering hadir pada berbagai kegiatan yang digelar Bebadan Kabinet 2004. Meskipun, dalam ritual sederhana sebagai tradisi kraton menyambut datangnya bulan Ruwah atau ziarah Nyadran itu, KGPH Puger ganti berhalangan hadir.

Donga wilujengan yang dilengkapi dengan tahlil, shalawatan Sultanagungan dan syahadat Quresh dipimpin abdi-dalem ulama RT Irawan Wijaya Pujodipuro. Dimulai pukul 13.15, ritual itu berakhir sekitar pukul 14.00 WIB. Namun secara khusus, Gusti Moeng meminta kepada abdi-dalem jurusuranata untuk memimpin doa “sungsuman” setelah sibuk dan lelah menggelar tingalan jumenengan.

“LAMA MENGHILANG” : Kakak kandung Gusti Moeng, yaitu KGPH Madu Kusumonagoro, tampak hadir di acara ritual “Mapag Wulan Ruwah” yang digelar Bebadan Kabinet 2004″ di Bangsal Smarakata, Jumat (31/1) siang tadi. Dia sedang mengikuti doa dan tahlil bersama Gusti Moeng si bungsu, GKR Ayu Koes Indriyah. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Nyuwun tulung, wadah jenang sungsumnya dibuka, lan saksampunipun dipun dongani, mangga dipun dhahar sesarengan. Mugi-mugi, kanthi sungsuman menika, kekiatan kula lan penjenengan pulih malih saksampunipun sami ngayahi tugas nglampahaken upacara adat tingalan jumenengan. Mugi-mugi, kraton dipun tebihaken saking para perusuh ingkang damel risak kraton,” pinta Gusti Moeng.

Karena sudah ada aba-aba dari Gusti Moeng, RT Irawan Wijaya Pujodipuro kembali memimpin doa untuk sungsuman. Dalam doanya, antara lain dimohonkan keselematan dan kesehatan bagi Sinuhun PB XIII, kembali utuhnya keluarga besar kerabat kraton, dijauhkan dari semua perusuh yang selama ini merusak, agar kraton bisa berumur panjang dan lestari sampai akhir zaman.

“RING SATU” : Beberapa tokoh wayang-dalem seperti putra mahkota KGPH Hangabehi, KRMH Suryo Manikmoyo, KRMH Suyo Kusumo Wibowo di antara sejumlah banyak tokoh di “ring satu” yang disinggung Gusti Moeng, yang diharapkan tergugah semangatnya untuk bekerja keras “mengentas” kraton dari nasib buruknya kini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam kesempatan menyampaikan ujub doa “sungsuman”, Gusti Moeng sempat memberi sambutan yang termasuk tandas serta peringatan bagi semuanya. Yaitu, mengenai perjalanan kraton yang nasibnya dilukiskan sangat memprihatinkan. Gusti Moeng sempat bertanya-tanya, siapa yang bersalah dan berdosa, sehingga kraton menjadi seperti sekarang ini? Lalu, bagaimana kraton nanti?.

“Yen tengah wengi saben aku arep merem, utawa tangi turu, aku kaya dielingke terus, kaya entuk beban sing kudu tak lakoni merga nasibe kraton. Gek sukmben kuwi kraton piye? Sing salah ki jane sapa, kok kraton nasibe kaya ngene? Kraton orang mung disepelekne, dielek-elek, dilumpuhne. Sing tak rasakne, ketoke kraton pengin dipateni, diajab patine,” sebut Gusti Moeng.

MENCICIPI SUNGSUM : GKR Ayu Koes Indriyah dan Gusti Moeng mencicipi bubur sungsum setelah didoakan secara khusus di sela-sela wilujengan Mapag Wulan Ruwah di Bangsal Smarakata, Jumat (31/1) siang tadi, agar kekuatan dan semangatnya pulih setelah menggelar ritual tingalan jumenengan, Sabtu (25/1). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Berkait dengan itu, Gusti Moeng merasa bahwa segala upaya yang selama ini dilakukan dalam rangka mencari solusi atas gejala-gejala yang tidak baik terhadap kraton, ada sisi terang yang diberi ucapan terima kasih. Yaitu munculnya dengan adanya Sanggar Pasinaon Pambiwara dengan Pasipamarta-nya, serta warga Pakasa cabang yang berkembang pesat di berbagai daerah.

Dua jalur kekuatan “kawula” yang dengan ikhlas dan sukarela suwita itu, ke depan akan menjadi penjaga sekaligus pengganti para abdi-dalem yang sudah banyak berkurang dan tidak lama lagi akan habis karena faktor usia. Menghadapi tantangan ini, Gusti Moeng minta agar keluarga “ring satu” atau wayah-dalem, tidak “leda-lede” dalam menjalankan kerja-kerja adat. (won-i1)