Gaya Pakasa Cabang Kudus Selalu Fenomenal dan Memberi Nuansa Sensasi
KUDUS, iMMNews.id – Pakasa Cabang Kudus sudah “melunasi” komitmennya untuk menggelar donga wilujengan peringatan HUT 93 tahun Pakasa, yang menggunakan patokan hitungan kalender Jawa. Acara dimulai menjelang magrib, Kamis (28/11) kemarin dengan pelepasan 372 burung perkutut di empat lokasi dan dilanjutkan ritual donga wilujengan selepas Imsak.
“Kalau dalam hitungan Jawa, saat Magrib hitungan weton hari pasaran sudah masuk hari berikutnya. Maka, Pakasa Cabang Kudus mengambil hari Kamis Wage (28/11). Karena, acara yang dimulai menjelang Magrib dan dilanjutkan selepas Imsak, sudah masuk hitungan Jumat Kliwon (29/11). Alhamdulillah, semua bisa berjalan lancar,” ujar KRA Panembahan Didik.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang bernama lengkap KRA Panembahan Didik “Alap-alap Gilingwesi” Hadinagoro itu, masih sempat berkomunikasi dengan iMNews.id melalui WA, sejak sore melepas burung perkutut, menjelang dan sesudah menggelar donga wilujengan, semalam. Acara inti peringatan HUT ke-93 Pakasa ini, adalah donga wilujengan dan sedekah 372 ekor perkutut.
Meski semua tahapan acara peringatan dan kegiatan pengisinya berjalan lancar, tetapi sempat dihadang hujan yang datang tiba-tiba dan agak deras selepas Magrib. Khususnya di sekitar tempat acara peringatan, di kediaman Majlis Taklim Alap-alap Gilingwesi, Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, tetapi cepat bisa diatasi karena “tim pawang” langsung beraksi.
Karena disadari sudah memasuki musim hujan di penghujung November ini, maka KRA Panembahan Didik sejak awal sudah memikirkan cara mengansitipasinya. Dia menyatakan, beberapa hari lalu “sowan” kepada seorang sesepuh dari trah Sunan Kudus, masih kerabat dekat Nyi MT Hj Tarmini Budoyoningtyas (85) yang tak lain adalah ibunda KRA Penembahan Didik.
Ada kisah menarik dalam proses meminjam keris pusaka dari seorang sesepuh trah Sunan Kudus yang disowani KRA Panembahan Didik. Tetapi intinya, keris boleh dipinjam dengan “bebana” (pengganti) uang Rp 26 ribu, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Cara penggunaan keris itu, KRA Panembahan Didik justru disarankan meminta petunjuk dari sang ibundanya.
“Tadinya, saya menyatakan untuk pinjam ditolak. Karena saya dianggap tidak pernah dikenal sesepuh itu. Tetapi setelah saya katakan bahwa saya disuruh ibu (Nyi MT Hj Tarmini Budoyoningtyas), saya masih dites dengan pertanyaan asal-usul saya. Lalu saya tunjukkan KTP, karena ada tulisan Panembahan dari trah (Panembahan) Makaos, barulah beliau percaya”.
“Keris boleh saya pinjam dengan “bebana” (pengganti) Rp 26 ribu, pas. Jadi, uang Rp 300 ribu dalam amplop yang saya tinggal ditolak. Saya ganti Rp 100 ribu, bahkan Rp 50 ribu-pun ditolak. Mintanya hanya Rp 26 ribu, pas, karena jumlah itu dianggap tepat sebagai sedekah. Bukan menyewa, juga bukan mahar,” ujar KRA Panembahan dengan heran.
Keris yang belum sempat ditanyakan namanya itu, cukup panjang bilahnya, hampir 1 meter. Begitu saat yang diperkirakan tepat untuk bersiap-siap memulai ritual peringatan HUT akan dimulai, hujan belum juga reda. Beberapa orang warga Pakasa Cabang Kudus yang tak lain para santri tiga Majlis Taklim, diminta ke luar rumah sambil membawa keris “pinjaman” itu.
KRA Panembahan Didik menuturkan, dalam hitungan ke-64 yang dilakukan dari dalam rumah sambil melihat “tim pawang tiban” beraksi di halaman itu, hujan benar-benar reda. Dan tepat pukul 20.15 WIB, ritual kenduri dan donga wilujengan peringatan HUT ke-93 Pakasa di kediaman Majlis Taklim Alap-alap Gilingwesi, Desa Gondangmanis juga langsung dimulai.
Disebutkan, ada sekitar 76 warga Pakasa Cabang Kudus yang hadir dalam resepsi peringatan HUT Pakasa itu. Acaranya, selesai donga (doa) dan kenduri wilujengan, diisi sedikit sambutan penjelasan dari KRA Panembahan Didik mengenai keperluan berkumpul, semalam. Tetapi, acara pengisi inti yaitu sedekah burung perkutut, masih berlanjut.
Yang terakhir, 93 ekor burung perkutut disedekahkan atau dilepas ke alam liar di kompleks perkantoran unit usahanya CV Kafari, Desa Pelang, Kecamatan Dawe. Pelepasan yang dilakukannya sendiri, sudah dalam suasana malam di ruang terbuka, ada yang cepat terbang menghilang dalam kegelapan dan ada yang berhenti di mana saja yang ada tempat hinggap terdekat.
Sedekah burung perkutut di lokasi terakhir dengan jumlah 93 ekor itu, sesuai usia Pakasa yang diperingati HUTnya, sama yang dilepas di tiga lokasi sebelumnya, yaitu di kediaman Majlis Taklim Lembah Pedangkungan, Majlis Taklim Alap-alap Gilingwesi dan kediaman Majlis Taklim Paseban Agung yang semuanya berada di tiga desa dan kecamatan berbeda.
“Makanya, kemarin itu, setelah melepas 93 ekor di Majlis Taklim Paseban Agung (Desa Pelang, Kecamatan Dawe), saya langsung mbonceng motor ke rumah Majlis Taklim Alap-alap Gilingwesi (Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae), untuk mengejar waktu. Tetapi, yang terakhir di Kafari Grup, yang melepas tiga santri pengurus Pakasa cabang,” tambahnya.
Tiga orang yang bertugas melepas itu adalah KRT Kardiyanto Ciptonagoro, KRT Fajar Junianto Adinagoro DT dan KRT Heru Kristiyono Adinagoro. Sedangkan 93 ekor yang dilepas di Majlis Lembah Pedangkungan, dilakukan KRT Joko Sulistyono Rekso Pradotoningrat. Dia juag mendapat tugas membawa keris pamor “singkir” saat menjalankan ritual menahan laju hujan.
Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin seorang trah darah-dalem Sunan Kudus dari jalur “Panembahan Makhaos” itu, selalu punya cara unik dan spesifik bernuansa sensasi dalam memaknai apapun yang sifatnya menjadi bagian perjalanan sejarah kehidupan diri, keluarga dan komunitas di sekitarnya. Contohnya, semua yang terjadi dalam peringatan HUT ke-93 Pakasa, 2024 ini.
Untuk menandai usia Pakasa, dia melepas burung perkutut yang hampir punah itu, masing-masing 93 ekor serentak di empat lokasi terpisah, hanya berselisih waktu sedikit, Kamis Wage (28/11) malam Jumat Kliwon (29/11). Dalam mengantisipasi hujan turun, juga disiapkan keris “pinjaman” dengan “bebana” Rp 26 ribu. Burung perkutut yang dilepaspun, ada variannya.
Disebutkan variannya antara lain, perkutut albino/putih bermata merah, perkutut hitam cemani tepung kemben, perkutut Bali dengan ring mata kuning tepung kemben, perkutut lokal, jenis dari NTT dan perkutut Bangkok. Jenis burung yang pernah menjadi salah satu simbol kemapanan kehidupan “wong Jawa” ini, dilepas agar hidup bebas dan tidak punah.
“Saya sudah mengumpulkan sampai jumlah 651 ekor perkutut terdiri berbagai jenis (varian) itu. Tadinya hanya akan saya di tiga lokasi, tetapi kemarin berkembang menjadi 5 lokasi. Tetapi karena warga yang seharusnya bertugas melepas di makam Mbah Glongsor belum pulang dari bekerja, tepaksa saya tunda lain waktu,” ujar Ketua Pamong Makam Mbah Glongsor itu.
Dia juga menceritakan, keris yang dipinjam untuk ritual menahan/menyingkirkan hujan itu, berbobot total 16,7 kg, karena panjangnya hampir semeter. Keris sejenis itu disebut juga pernah menjadi salah satu alat permainannya, ketika masih bergabung grup Magic Show, pentas akrobatik magis di tempat hiburan jalan Jogja-Magelang, antara tahun 1984-2001.
“La, waktu rapat Pakasa kemarin itu, saya ditugasi ikut menjadi tim pawang hujan. Sebenarnya bisa pinjam keris untuk keperluan HUT ke-93 Pakasa di Surakarta nanti. Bahkan bisa orang lain yang menjalani ritual memohon (kepada Tuhan YME), agar hujan bisa ditunda. Mungkin soal waktunya, tidak bisa pinjam mendadak,” ujar KRA Panembahan Didik Gilingwesi. (won-i1)