Terjadi Saat Ritual “Ngisis Wayang Padintenan” Kamis Siang Tadi
SURAKARTA, iMNews.id – Suasana segar penuh canda-tawa bahkan “ger-geran” terjadi di teras gedhong Sasana Handrawina, ketika Kraton Mataram Surakarta menggelar ritual “ngisis wayang padintenan”, Kamis (8/6) siang tadi. Suasana bersenda-gurau dan tawa ringan pecah, saat Gusti Moeng “nyandra” (melukiskan-Red) anak wayang tokoh Limbuk yang sedang ditunjukkan abdi-dalem Ki Suluh Juniarsah, yang disebutnya punya “wanda” (karakter wajah-Red) “Sragentina”, yang merupakan perpaduan antara “Sragen” (kabupaten-Red) dan “Argentina” (negara di Amerika Selatan-Red).
Ketika Pengageng Sasana Wilapa yang akrab disapa GKR Wandansari Koes Moertiyah itu mendengar pertanyaan iMNews.id yang ditujukan kepada Ki Suluh Juniarsah, dengan spontan dijawab “wanda Sragentina”. Mendengar sahutan Gusti Moeng, seketika semua yang sedang jagongan di teras gedhong Sasana Handrawina, siang tadi, dengan spontan pula tertawa lebar. Seakan-akan, semua yang berkerumun sambil lesehan di atas lantai di teras itu paham betul, apa dan siapa yang dimaksud tokoh Limbuk yang mempunyai “wanda Sragentina”.

Seperti yang biasa terjadi ketika proses mengangin-anginkan atau “ngisis wayang” dengan cara mengeluarkan semua anak wayang dair kotak penyimpanannya sudah selesai, lalu dilanjutkan dengan meneliti kembali anak wayang yang ketahuan “cedera” saat dibersihkan dengan kuas dan disampirkan ke seutas tali yang sudah dibentang. Pada saat meneliti organ fisik anak wayang sambil mereparasi yang dilakukan di teras gedhong Sasana Handrawina itulah, menjadi kesempatan “jagongan” sambil mengulas/membahas seisi kotak, yang sering diselingi suasana riang karena rata-rata hanya bisa bertemu tiap Kamis itu.
Dalam kesempatan seperti itulah, Gusti Moeng sering menyusul kemudian bergabung, atau bahkan sering pula mendahului duduk santai sambil beristirahat setelah ikut sibuk membersihkan anak wayang dengan kuas di tangannya. Dan sudah beberapa kali pula, kesempatan santai seperti itu dimanfaatkan Gusti Moeng untuk menunjukkan sisi-sisi menonjol dari tiap kotak anak wayang pusaka koleksi Kraton Mataram Surakarta, termasuk kotak wayang Kiai Mangu “Anom” yang menurut Ki Suluh Juniarsah dibuat pada masa Sinuhun Paku Buwana VI (1823-1830).

Kalau dalam kesempatan “ngisis wayang” pusaka sebelumnya yaitu pada weton Anggara kasih atau Selasa Kliwon maupun pada beberapa hari Kamis sebelumnya, Gusti Moeng memperlihatkan hal-hal yang menonjol dari sekotak wayang Kiai Sri Wibawa dan Kiai Sukarena, Kamis (8/6) siang tadi dia juga memperlihatkan tokoh Janaka atau Arjuna dari kotak wayang Kiai Mangu. Baik ketika memperlihatkan tokoh Prabu Sri Makurung Handayaningrat dari kotak Kiai Sukarena, tokoh Resi Durna dan Patih Sengkuni dari kotak Kiai Sri Wibawa dan tokoh Kumbakarna dari kotak Kanjeng Kiai Kadung, maupun memperlihatkan tokoh Janaka, siang tadi.
Selain tokoh-tokoh itu ditunjukkan karena memiliki kelebihan dalam hal proses pembuatan dan zaman saat diproduksi, Gusti Moeng juga ingin menunjukkan identitas dan peran tokoh dimaksud. Misalnya, tokoh Resi Durna dan Patih Sengkuni, yang disebutnya sebagai provokator yang telah membuat rusak ikatan persaudaraan, bahkan merusak tata nilai paugeran adat dalam konteks yang dialami Kraton Mataram Surakarta. Tetapi ketika ditunukkan tokoh Limbuk dan mendengar pertanyaan soal “wandanya”, dengan cepat Gusti Moeng menjawab spontan yang mengundang tawa segar dan suasana riang.

“Mas, niki Janaka (Arjuna-Red) gaya Kedu,” tutur Gusti Moeng yang disahut dengan pernyataan Dr Purwadi bahwa semua wayang koleksi Mataram Surakarta gaya Kedu, tidak lepas dari peran Pujangga Jasadipura (Yosodipuro) yang sedang belajar agama di wilayah Kedu (Magelang). Peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja itu, saat ritual “ngisis wayang” siang tadi juga ikut “sowan” dan menjadi bagian uang memeriahkan “jagongan” segar sambil mengulas karakter beberapa tokoh wayang, termasuk tokoh Limbuk, anak tokoh Nyai Cangik yang selalu digambarkan sebagai abdi-dalem “emban” dalam tiap adegan “parekan” pentas wayang.
“La, yen niku Limbuk wanda Sragentina,” ujar Gusti Moeng singkat saat melihat tokoh Limbuk diacungkan Ki Suluh Juniarsah, di saat iMNews.id bertanya termasuk wanda apa?. Jagongan yang diwarnai “ger-geran” siang tadi, hanya karena membahas tokoh Limbuk yang dipresentasikan sebagai figur abdi-dalem bertubuh sintal dipersepsikan berasal dari wilayah “Sragentina”, sebuah lokasi yang hanya dikenal di dunia seni pentas pakeliran. Apa yang sebenarnya dimaksud dari “Sragentina” itu, tidak ada penjelasan, tetapi semua yang tertawa geli mendengarnya seakan sudah paham apa yang dimaksud.

Dalam ritual “ngisis wayang padintenan” dari isi kotak Kiai Mangu siang tadi, bersamaan dengan datangnya dua perajin “gapit” wayang dari Desa Kuwel, Polanharjo, Klaten. Keduanya langsung bertemu Gusti Moeng, lalu mendiskusikan langkah reparasi sejumlah anak wayang yang putus “gapitnya” itu, baik dengan Ki Suluh Juniarsah, RM Restu Budi Setiawan maupun dua orang perajin itu. Dari hasil evaluasi, ada sekitar 10 anak wayang dari kotak Kiai Mangu, termasuk dua anak wayang Kiai Roban yang ditemukan di Sasana Pustaka, akan direparasi dengan diganti atau dibungkus lapisan penguat gapit yang putus.
Dari diskusi Gusti Moeng dengan Ki Suluh Juniarsah terdengar, ada rencana pementasan wayang pada tanggal 10 Sura Tahun Baru Jawa 1957 nanti, tetapi belum dibahas soal siapa figur dalang yang akan ditugasi, kotak wayang apa yang akan dikeluarkan dan apa lakon yang akan dipilih?. Dari diskusi itu Gusti Moeng hanya berkeluh-kesah tentang kapan ada kesempatan untuk mengeluarkan kotak wayang Kanjeng Kiai Jimat dan Kanjeng Kiai Kadung?, mengingat untuk dikeluarkan dalam kebutuhan pentas pakeliran, harus ada persyaratan khusus yang sulit diwujudkan. (won-i1)