Pendaftaran Resmi Belum Dibuka, Peminat yang Mendaftar Sudah 67 Orang
IMNEWS.ID – DALAM kesempatan memberi sambutan pada wisuda siswa lulusan atau purnawiyata angkatan atau “Babaran” 41 Sanggar Pasinaon Pambiwara yang digelar di Bangsal Smarakata, Sabtu malam (19/10) lalu, Gusti Moeng selaku Pangarsa Yayasan Sanggar Pawiyatan Kabudayan menyatakan, bahwa program kursus siswa Babaran 42 tahun 2025 resmi dibuka.
Itu berarti, mulai saat itu pendaftaran calon siswa baru kursus pengetahuan tentang master of ceremony (MC) berbahasa Jawa, tentang pengetahuan tentang Budaya Jawa dan sejarah Kraton Mataram Surakarta, secara resmi dibuka. Pengumuman itu menjadi formalitas normatif sebagai tatacara dan prosedur rutin yang harus dilakukan sanggar sebagai pertanggungjawaban.
Tetapi, karena animo masyarakat yang ingin belajar di sanggar semakin meningkat, maka pendaftaran tidak harus menunggu saat resmi pembukaannya diumumkan. Karena saat angkatan 41 sedang menjalani pendadaran atau ujian akhir, banyak peminat yang sudah mendaftar dan titip melalui para pamong sanggar, hingga saat wisuda berlangsung, sudah ada 67 pendaftar.
“La wong masih pendadaran (ujian) saja sudah pada titip, bahkan sudah 67 pendaftar, ya kalau diumumkan malam ini Babaran 42 dibuka ‘kan menjadi formalitas saja. Tetapi terus gimana? Kita memaklumi kalau animonya semakin meningkat. Tetapi kalau quotanya tidak bisa lebih dari 70 siswa terus gimana? La wong jumlah ‘dwija’ tenaga pengajar kita terbatas”.
“Kalau mau dilepas atau dinaikkan jumlah quotanya, pasti akan terpenuhi. Tetapi, sanggar hanya punya 18 orang dan 11 di antaranya dwija, sisanya pamong. Jumlah itu sudah sangat terbatas. Jam mengajarnya sudah maksimal, tak bisa ditambah lagi. Jumlah ‘dwija’ juga terbatas, sulit bisa bertambah. Karena sulit mendapatkan dwija,” ujar KP Budayaningrat.
Diwawancarai iMNews.id di sela-sela berlangsungnya upacara wisuda lulusan sanggar, Sabtu malam (19/10) itu, “dwija” Sanggar Pasinaon Pambiwara itu menyatakan bisa memaklumi situasi dan kondisinya. Baik yang dihadapi sanggar di satu sisi, lembaga yayasan pengelola dan lembaga Kraton Mataram Surakarta di sisi lain yang tidak sedang baik-baik saja.
Dari penjelasannya soal situasi dan kondisi yang berada dalam keterbatasan itu, karena untuk menambah quota ataupun membuka lepas tanpa quota, jelas tidak mungkin dilakukan sanggar pada waktu-waktu sekarang ini. Karena, ada konsekuensi logis yang harus dipenuhi seandainya quota ditambah atau dilepas sama sekali, yaitu menyangkut ketersediaan “materinya”.
Bila didalami lebih lanjut, ketersediaan materi itu bisa menyangkut dua hal, yaitu pemberian imbal jasa yang bisa disebut dalam kadar layak dan ketersediaan tenaga calon “dwija” yang akan direkrut menjadi pengajar sanggar. Karena, persyaratan seorang “dwija” bagi sanggar di kraton cukup berat, baik yang menyangkut kualitas penguasaan dan pengabdian.
Persyaratan pengabdian itu, bisa menyangakut imbalan jasa dan memang punya jiwa mengabdikan diri untuk pelestarian Budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton. Berikut, kualitas penguasaan pengetahuan materi yang akan diajarkan, apakah sudah sesuai atau mencapai level sebagai “dwija” sanggar atau tidak serta metode pengajaran sesuai iklim sanggar.
“Itulah beberapa persyaratan yang sangat sulit bisa dipenuhi. Karena, standar pengajaran di sanggar cukup tinggi, agar standar kualitas lulusannya juga tetap terjaga tinggi. Para lulusan Sanggar Marcukunda (sebutan lain sanggar pasinaon-Red), harus lebih baik dari lulusan sanggar-sanggar di luar kraton. Nama kraton jangan sampai dipertaruhkan,” tandasnya.
Dalam sambutan Gusti Moeng juga disebut, Sanggar Pasinaon Pambiwara diinisiasi berdirinya di tahun 1993 yang menempatkan KRMH Rio Yosodipuro selaku tokoh “dwija” hebat yang mumpuni dalam beberapa pengetahuan saat itu. Kalau jumlah siswa yang mendaftar tiap Babaran bisa lulus utuh semuanya, sampai babaran 42 kini lulusannya bisa mencapai 4 ribuan orang.
“Tetapi karena tiap Babaran selalu ada yang berhenti di tengah jalan dan tidak bisa aktif rutin mengikuti proses belajar-mengajar sampai selesai, yang sampai sekarang jumlah lulusannya baru sekitar 3.500-an. Tetapi, mudah-mudahan ke depan kami berharap bisa semakin baik. Pang di Tulungagung itu perlu diaktifkan kembali,” ujar Gusti Moeng.
KPH Raditya Lintang Sasangka selaku Pangarsa Sanggar Pasinaon Pambiwara, juga GKR Wandansari (Pengageng Sasana Wilapa-Pangarsa LDA) selaku Pangarsa Yayasan Pawiyatan Kabudayan Kraton Mataram Surakarta memang tidak pernah menyinggung secara khusus situasi dan kondisi kraton, yayasan dan sanggar yang sedang prihatin atau sedang tidak baik-baik saja.
Tetapi dari analisis suasana yang tersirat dan penjelasan KP Budayaningrat sudah melukiskan kondisi realitas di internal kelembagaan sanggar, yayasan dan lembaga kraton yang sedang prihatin. Salah satu yang memprihatinkan, adalah minimnya ketersediaan dwija pengajar karena tidak setiap orang yang mampu dan bisa mengajar, mau menjadi dwija di sanggar.
“Kalau ada yang kira-kira sudah mampu menguasai pengetahuan itu dan bisa mengajar, pasti memilih buka sanggar sendiri atau mengajar di lembaga resmi serupa di luar kraton. Karena, kalau bekerja di luar gajinya besar dan bisa dilakukan tanpa semangat pengabdian. Kalau di kraton, semangat pengabdian dan pengorbanan yang di depan, bahkan penuh,” tandasnya. (Won Poerwono – bersambung/i1)