Mataram Surakarta, Kraton Pertama yang Memiliki Legal Standing Dalam Sistem Hukum Nasional (seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:October 13, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Mataram Surakarta, Kraton Pertama yang Memiliki Legal Standing Dalam Sistem Hukum Nasional (seri 1 – bersambung)
DWIJA PENDADAR : Gusti Moeng yang sudah selayaknya ditempatkan sebagai budayawan dan maestro seni tari khas kraton, sedang menanyakan soal hal-hal yang diucapkan para siswa yang diuji ketrampilannya berpidato dalam Bahasa Jawa. Karena, Sanggar Pasinaon Pambiwara menjadi ujung tombak pelestarian Budaya Jawa non-akademik. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Punya Beberapa Lembaga Ujung-Tombak Pelestari Budaya dan Penjaga Eksistensi Kraton

IMNEWS.ID – MENGGUNAKAN momentum ritual haul peringatan wafat Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma yang digelar “Bebadan Kabinet 2004” di “gedhong” Sasana Handrawina, 8 Agustus 2024, keluarga besar masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta “mendeklarasikan” legal standing atau posisi dan kedudukannya dalam sistem hukum nasional yang berlaku di NKRI.

Legal standing yang “dideklarasikan” melalui eksekusi amar putusan Mahkamah Agung (MA) No 87/Pdt.G/2019/PN Ska tertanggal 29 Agustus 2022, tak hanya menegaskan status posisi dan kedudukan Kraton Mataram Surakarta. Tetapi banyak hal, seperti legal standing Lembaga Dewan Adat (LDA), Bebadan Kabinet 2004 dan semua produk budayanya.

Bahkan, di situ juga ditegaskan bahwa Sinuhun PB XIII (Suryo Partono) “dihukum” karena dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum penyalahgunaan SK Kementerian Dalam Negeri No 430-2933 Tahun 2017. Hasil PK dan kasasi atas gugatan perdata sejumlah wayah-dalem Sinuhun PB XII itu, juga “tetap menghukum” KGPH Tedjowulan dan Kemendagri.

BUKAN FORMALITAS : Walau hanya berlangsung 6 bulan, tetapi yang diajarkan Sanggar Pasinaon Pambiwara kepada para siswanya, bukan sekadar formalitas agar mengenal Budaya Jawa. Tetapi levelnya sudah sampai pada penghayatan cabang-cabang budaya secara lengkap dan tuntas. Karena, sanggar ini adalah ujung tombak pelestari. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Melalui proses hukum itu, kraton mendapat posisi dan kedudukan secara legal oleh negara karena memiliki lembaga berbadan hukum yang melindunginya, yaitu Lembaga Dewan Adat. Perlindungan hukum seperti ini, hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta dari sekitar 50 kraton, baik sebagai anggota DPP Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) maupun anggota FKIKN.

“Benar. Jadi, dalam soal legal standing (Mataram) Surakarta baru satu-satunya kraton anggota DPP MAKN yang memiliki perlindungan hukum. Kraton Jogja juga punya legal standing sebagai Daerah Istimewa,” jelas KPH Edy Wirabhumi selaku Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS) maupun selaku Ketua DPP MAKN, menjawab pertanyaan iMNews.id, sebelumnya.

Jadi, melalui beberapa momentum peristiwa termasuk ritual Labuhan (Minggu, 6/10), Kraton Mataram Surakarta melakukan deklarasi capaian tertingginya berupa legal standing Lembaga Dewan Adat. Lembaga inilah yang akan menjadi ujung-tombak  perlindungan hukum terhadap Kraton Mataram Surakarta beserta seluruh aset-asetnya, di mana saja, sampai akhir zaman.

TAK HANYA PIDATO : Sanggar Pasinaon Pambiwara sebagai ujung tombak pelestari Budaya Jawa, tak hanya megajarkan kepandaian berpidato, tetapi para siswanya diharapkan bisa menghayati macam ragam produk Budaya Jawa secara lengkap dan tuntas. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ujung-tombak yang bertugas untuk menegaskan legal standing dan syarat perlindungan kelembagaan induk untuk menyongsong masa depan, sudah jelas posisi kedudukan dan capaiannya. Tetapi, kraton pada satru dekade terakhir tidak hanya menjalankan satu bidang capaian ideal saja, tetapi punya beberapa ujung tombak yang bisa mencapai beberapa hal/bidang.

Beberapa lembaga ujung tombak yang bersama-sama berjalan menghasilkan capaian nyata itu, adalah lembaga Sanggar Pasinaon Pambiwara yang diketuai KPH Raditya Lintang Sasangka. Lembaga yang diinisiasi GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng sejak 1993 ini, kini sudah meluluskan siswa sampai angkatan 40 yang jumlahnya mencapai 4 ribuan orang.

Secara khusus, Sanggar Pasinaon Pambiwara angkatan atau “babaran” 40 ini, baru saja menyelesaikan “pendadaran” atau ujian tahap akhis yang digelar dalam dua hari di Bangsal Smarakata, Sabtu dan Minggu (5-6/10). Ada 99 siswa dari quota di atas 100 siswa (sanggar pinjer dan pang) yang megikuti ujian akhir, yang tidak lama lagi akan segera diwisuda.

DITANYA BUSANANYA : Saat pendadaran, para siswa Sanggar Pasinaon Pambiwara ditanya makna busananya secara lengkap sampai bagian-bagian dan elemen-elemennya hingga detil, serta pengetahuan tatacara pemakaiannya secara tepat. Bukan sekadar formalitas berbusana adat Jawa, tetapi tidak pernah dipahami maknanya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kalau LDA telah memiliki legal standing sebagai lembaga ujung-tombak pelestari secara koordinatif, itu memang sudah sewajarnya dilakukan sesuai SOP (standar operasional prosedur). Karena, kerja adat di tahap pengenalan berupa “studi lingkungan” yang dilakukan pada ritual Labuhan (6/10), memang menjadi tugas LDA bersama Bebadan Kabinet 2004 dan Pakasa.

Ketika dicermati perkembangan Kraton Mataram Surakarta dalam satu dekade terakhir, bisa dianalisis sebagai tahap rekonsolidasi dan restrukturisasi segala kelembagaan yang ada di dalam masyarakat adat. Bahkan, menjadikan Kraton Mataram Surakarta pertama dan satu-satunya sebagai kraton yang sudah menyentuh tahap “rasionalisasi” di berbagai bidang.

Setelah tahap rekonsolidasi dan restrukturisasi kelembagaan termasuk eksistensi LDA, kraton dipastikan akan mulai fokus untuk melakukan tahap serupa untuk sejumlah elemen lembaga yang dimiliki, seperti halnya Sanggar Pasinaon Pambiwara. Karena, sanggar ini merupakan salah satu ujung tombak pelestarian budaya Jawa terutama di bidang pengetahuan intangible.

JAUH BERBEDA : Sanggar Pasinaon Pambiwara tak hanya megajarkan sekadar bisa berbusana dan berpidato dalam resepsi pengantin seperti yang diajarkan sanggar-sanggar kursus berlabel Budaya Jawa. Sebagai ujung tombak pelestari Budaya Jawa, sanggar pasinaon mengajarkan semua produk budaya dan maknanya secara lengkap, tepat dan benar. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mungkin hanya Kraton Mataram Surakarta menjadi lembaga non-akademis yang secara spesifik mengajarkan tentang Budaya Jawa secara lengkap, detil dan tuntas. Semua disesuaikan potensi aset yang dimiliki, berdasar perilaku adat yang berjalan di internal masyarakat adat Mataram Surakarta. Sementara, lembaga akademis hanya mengajarkan yang sesuai kaidah ilmiah.

Sanggar Pasinaon Pambiwara sebagai ujung tombak pelestarian Budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta, mengajarkan garis-garis besar Budaya Jawa secara lengkap dan tuntas, meski tidak sampai ke detil-detil elemen yang paing kecil di dalamnya. Tetapi, sanggar ini mengajarkan bagaimana “laku dhodok” sebagai contoh peri-laku adat di internal.

Sanggar ini juga mengajarkan sejarah Kraton Mataram Surakarta menjadi sumbernya Budaya Jawa. Oleh karena itu yang diajarkan tidak hanya makna “laku dhodok”, melainkan semua perilaku adat yang berlaku di dalam internal masyarakat adat. Termasuk mengajarkan cara penghormatan yang wujudnya “menyembah”, yang tidak mungkin diajarkan di lembaga akademis. (Won Poerwono – bersambung/i1)